64. Purnama Musim Dingin Irsiabella Ravelsa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku selalu kagum dengan caramu mengambil keputusan, Irsiabella.
Namun kali ini ..., aku rasa tidak seharusnya kau melakukan itu." 

***

Purnama penuh. Samar-samar warnanya biru. 

Stella menghela napas, membuat uap tercipta bersumber dari napasnya. Warna itu mengingatkannya kembali pada kejadian beberapa pekan silam, ketika malam pertemuan terakhirnya dengan Putri Felinette. 

Rasanya masih seperti mimpi. Bahkan sampai sekarang, Stella belum percaya dengan realita bahwa Putri Felinette mengizinkan Stella memeluknya. 

Kesan pertama dengan Putri Felinette memang tidak seindah pertemuan yang diharapkannya, tetapi setidaknya saat ini hubungan keduanya sudah membaik, dan itu sudah lebih dari cukup. 

Keinginan Stella masih sama sejak awal, hanya ada beberapa tambahan misi yang harus Stella selesaikan, termasuk hal yang menjadi keinginan Irsiabella. 

"Apa kau kedinginan?" Regdar sudah berlagak akan segera melepas mantelnya. Stella yang menyadari itu buru-buru menolak ide buruk itu. 

"Tahun lalu Ayah sakit karena terlalu kelelahan dan kedinginan. Ingat?" Stella mengingatkan. 

"Dan demammu baru saja pulih beberapa hari yang lalu," tambah Regdar. 

Ini agak memalukan. Stella tidak terlalu ingat apa yang terjadi malam itu, karena begitu dirinya terbangun, dia sudah ada di kamarnya dengan dokter yang dulu pernah mendiagnosanya menderita amnesia. 

Stella pingsan di depan Putri Felinette dan tidak sempat berpamitan dengan teman-temannya. Sekarang, Stella harus mencari alasan lain agar dia bisa menjelaskan situasinya ketika dirinya kembali ke akademi publik di musim semi berikutnya. 

"Tahun ini sepertinya lebih ramai dari biasanya," ucap Stella sambil memperhatikan alun-alun kota, dimana banyak yang sedang menikmati roti hangat yang dibagikan oleh keluarga Ravelsa tadi. 

"Itu karena tidak ada badai salju, jadi langit malam cukup jernih," jelas Regdar. 

Ketika menyadari bahwa Regdar memperhatikan purnama, Stella mencuri kesempatan untuk mengintip keadaan di gang gelap yang ada. Karena tahun ini lebih ramai daripada sebelumnya, Stella hampir tidak menemukan gang yang benar-benar tidak dipenuhi orang-orang.

Tengah mencari-cari keberadaannya, tiba-tiba Stella menyadari kerumunan yang cukup janggal. Semuanya menghadap ke arah jalan besar, membuat jalan seolah-olah menunggu sesuatu hendak lewat. 

"Ada apa itu?" Regdar menyuarakan rasa penasarannya, persis seperti apa yang tengah dipikirkan Stella. 

Ada beberapa pengawal berseragam keluarga Ravelsa yang menghampiri mereka setelah keluar dari kerumunan itu. 

"Ada kereta kerajaan yang lewat!" lapornya. 

Putri Felinette menghabiskan malam ini di akademi publik bersama semua murid dan menyaksikannya bersama. Jadi, agak mustahil jika yang datang adalah Putri Felinette. 

Dari kejauhan, Stella melihat kereta kuda berwarna biru dengan ornamen emas sedang berjalan melewati kerumunan yang terbelah.

Ada banyak sekali prajurit istana yang menahan agar tidak ada seorangpun dari kerumunan itu yang mendekati kereta kuda kerajaan. 

... lagipula. Stella mengerutkan keningnya dalam. Buat apa pihak kerajaan sampai membuat keributan di malam yang damai seperti ini? Mereka bisa saja memilih kereta kuda yang lebih sederhana tanpa ada lambang bendera Kerajaan Terevias untuk malam yang lebih damai lagi. Atau itu kereta kuda paling kumuh yang dimiliki Kerajaan Terevias? 

"Irsiabella, ayo kita pulang," ajak Regdar tiba-tiba. 

"Meskipun kita baru sampai di sini?" tanya Stella dengan bingung. 

Regdar menunjukkan kepanikan yang tidak bisa Stella jelaskan. Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres di sini, tetapi Regdar tidak bisa langsung menjelaskannya kepada putrinya. 

"Nanti saja. Ayo, semuanya, kita kembali." Regdar memberikan perintah, yang pada akhirnya membuat semua pelayan dan pengawal berkumpul untuk kembali. 

"Apa tidak apa-apa kita tidak menyambut pihak kerajaan?" tanya Stella yang sebenarnya penasaran siapa anggota kerajaan yang repot-repot turun lapangan seperti ini. 

"Tidak apa-apa. Kau masih belum pulih sepenuhnya, jadi kita bisa kembali sebelum keadaanmu memburuk," sahut Regdar. 

"Sebenarnya ada apa, sih?" Stella memang masih penasaran, tetapi kakinya tetap menurut mengikuti langkah Regdar yang terus memaksanya untuk kembali. 

"Prajurit istana yang ada di sana, itu pasukan istimewa," jelas Regdar, nyaris berbisik. Meski begitu, langkahnya tetap tidak terhenti. 

Stella mengerutkan keningnya. "Lalu?" 

Belum sempat Regdar menjawab, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang bersumber dari kerumunan itu. Stella terlalu terkejut dan tidak memprediksikan hal itu. Tanpa sadar, Stella memejam erat kedua matanya. 

Regdar merapatkan tubuhnya untuk melindunginya, lalu kedua tangannya menutup kedua telinga Stella. Ada suara mendengung yang bisa Stella dengar, semakin samar suara dengungan itu, semakin jelas pula Stella mendengar jeritan-jeritan dari sekitarnya. 

"T-tuan, Nona! Apakah kalian baik-baik saja?!" Suara panik Sera membuat Stella memiliki keberanian untuk membuka matanya. 

Stella bisa langsung melihat keadaan kacau yang sedang terjadi saat ini. Di alun-alun kota, orang-orang berlarian panik dan tampak menjauhi sumber ledakan. Stella melihat kereta kuda dengan lambang kerajaan tadi mengobarkan api, terbakar akibat ledakan itu. 

Jantung Stella makin berdebar, ketika menyadari ada beberapa tubuh yang tergeletak lemas tidak jauh dari kereta kuda, sepertinya terdampak ledakan. 

"Irsiabella, apa kau baik-baik saja?" Regdar menangkup wajah Stella, berusaha menatap manik emas putrinya untuk mendapatkan jawaban. Berkat itu, Stella tidak lagi melihat pemandangan yang mengerikan itu. 

"A-aku tidak apa-apa." 

Usai mendapatkan jawaban itu, Redgar kembali menuntunnya untuk berlari. Stella menyadari bahwa ada beberapa pelayan dan pengawal keluarga Ravelsa yang mulai berpencar karena bercampur bersama kerumunan. 

"Jangan lepaskan tangan Ayah." Hanya suara Regdar yang benar-benar jelas terdengar di antara riuh gaduh yang ada di sekitarnya. 

Sebelum kepanikan mereda, kali ini suara ledakan lain terdengar dari arah tujuan pelarian mereka. Kali ini Stella berhasil menutup sebelah telinga karena tangannya yang lain masih bergandengan erat dengan Regdar, tetapi suara dengungan tetap tidak terelakan. Posisi mereka tidak terlalu dekat dengan sumber ledakan, tetapi Stella yakin bahwa dia bisa merasakan sesuatu yang panas dari sana. Sesuatu yang panas, di musim dingin seperti saat ini. 

Arus jalur pelarian yang tadinya satu arah pun semakin kacau. Stella juga menyadari bahwa jaraknya dan Regdar semakin jauh, sementara tidak ada seorangpun yang dikenalnya di sekitarnya. Semuanya sibuk menyelamatkan diri dan mencari jalan yang aman. 

"Irsiabella!" 

Suara Regdar masih bisa terdengar oleh Stella, meskipun suara jeritan setiap orang mendominasi. Stella hanya bisa meratapi arah terakhir kali dirinya melihat wajah Regdar. Tangan kirinya yang masih mengulur setelah terlepas dari genggaman tangan Regdar. Arus ini terlalu menyesakkan, dan bisa-bisa membuatnya terbunuh karena himpitan dari segala arah. 

Tersadar bahwa keadaannya juga sangat buruk, Stella mencoba menyelamatkan diri. Semuanya semakin memburuk, ketika Stella menyadari sesuatu yang menghambat dorongan-dorongan dari belakangnya.

Dia tidak sengaja menendang lengan. Iya, ada yang tampaknya mati karena terinjak. Stella merinding ngeri dan memfokuskan diri untuk tetap dalam posisi berdiri agar tidak bernasib sama. 

Namun, tekanan dari sekitarnya semakin tidak terkendali. Stella terjatuh dalam posisi bersimpuh, lalu menahan kesakitan saat ada yang tidak sengaja menginjak punggung tangannya. Sekuat tenaga Stella berusaha berdiri, tetapi ada yang menahan gaunnya, sehingga membuatnya kesulitan. 

Menyadari bahwa pemandangan bulan purnama biru di atasnya semakin menyempit, Stella tersadar betapa bahayanya keadaannya saat ini. Oksigen yang seharusnya dingin pun tidak dapat lagi dirasakannya. 

Tidak, tidak. Bertahanlah!

Stella memeluk dirinya sendiri dan tetap berusaha untuk berdiri di antara desakan-desakan kaki yang mencoba melewatinya. Semua usahanya sia-sia dan rasanya malam itu bisa saja berakhir di sana jika Stella tidak segera mengambil tindakan. 

Dalam keadaan darurat semacam itu, Stella tidak berpikir panjang untuk menyelamatkan diri dan pada akhirnya memejamkan matanya erat-erat untuk segera berteleportasi.

*

Stella tidak tahu sejak kapan mantelnya terlepas dari tubuhnya, tetapi begitu Stella membuka matanya, dirinya berada di gang sempit yang cukup sepi. Meski begitu, Stella tetap bisa mendengar kekacauan dari kejauhan. 

Entah bagaimana nasib Regdar, para pelayan dan para pengawal keluarga Ravelsa saat ini. Stella yang telah berjalan di ujung gang berusaha mencari orang lain, tetapi hasilnya nihil. Tidak ada seorangpun yang lewat di sana.

Stella tidak tahu dimana dirinya berada saat ini, tetapi melihat ada asap tebal dari kejauhan, Stella menduga bahwa tempat itu adalah alun-alun kota tempat dirinya berada tadi. 

Malam ini kacau sekali. 

Beruntung, Stella pernah mencoba kekuatan teleportasi. Jika tidak, sudah dipastikan tubuh Irsiabella tidak akan jauh berbeda dengan nasib orang-orang yang mati terinjak.

Saat masih mengamati situasi, Stella tidak sengaja mendengar suara langkah yang ringan dari belakangnya. Padahal, Stella cukup yakin bahwa ujung gang yang lain buntu dan tidak ada siapapun yang ada di sana selain dirinya. 

Stella memejamkan matanya, mencoba menggunakan kekuatannya untuk memeriksa keberadaan di belakangnya. Dan benar saja, ada seseorang bertudung hitam berbaur dengan kegelapan yang berdiri di belakangnya. 

Mencurigakan

Stella tetap tidak bergerak dan mengamati gerak-gerik orang itu lewat kekuatannya. Tampak jelas bahwa orang itu mencoba mendekatinya pelan-pelan tanpa suara. 

Haruskah aku berteleportasi lagi

Namun ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan Stella. Pertama, dirinya cukup beruntung bisa berteleportasi di tempat yang sepi, karena jika dia berteleportasi di keramaian atau di depan orang yang mengenalinya, itu juga tidak kalah membahayakan. 

Kedua, saat ini Stella seolah baru saja menguras semua tenaganya hanya untuk teleportasi jarak dekat. Kondisi tubuh Irsiabella memang belum pulih sepenuhnya, seperti kata Regdar. Tampaknya itu juga berpengaruh dengan kekuatan yang mampu dikeluarkan Irsiabella. Apalagi teleportasi adalah salah satu sihir yang memerlukan mana dan energi. 

Ketiga ..., Apakah mungkin dia Wolverioz? 

Stella tidak bisa melihat wajah orang itu, meskipun dirinya sudah sekuat tenaga memperdekat visinya. Namun jubah hitam dalam kegelapan, memang teknik kamuflase yang cukup berhasil. 

Mata emasnya membulat, ketika menyadari bahwa orang itu mengeluarkan sebilah pedang dari balik jubah hitamnya. Stella juga langsung refleks berbalik untuk memastikan siapa yang ada di belakangnya. 

Seorang pria tua tidak dikenal yang tidak familier, menatapnya sembari tersenyum licik. 

"Apa yang kau inginkan?!" Stella memberanikan diri bertanya. 

Selain sedikit terkejut dan ketakutan, tentu saja Stella juga penasaran. Apakah ini yang dinamakan orang-orang yang mencari kesempatan di dalam kesempitan? Apakah orang ini akan menculiknya? 

Bagaimanapun juga, keadaan di luar sana benar-benar sedang tidak kondusif. Lalu apa yang membuat orang ini begitu percaya diri dengan apapun misi yang diinginkannya?

"Membunuh seorang bangsawan yang mempunyai kekuatan terdengar sangat menarik," ucapnya yang membuat Stella memelototinya. 

Orang ini melihatnya menggunakan teleportasi, rupanya

"Membawa pulang dua bola emas juga tidak terdengar buruk," ucap pria itu, yang sukses membuat Stella merinding ngeri. 

Tanpa menunggu lebih lama, Stella segera berlari keluar dari gang dan berusaha fokus untuk melakukan teleportasi lagi. Sayangnya, Stella benar-benar bisa merasakan dengan jelas betapa minimnya mana yang mengalir di tubuhnya. Ini pasti karena kondisi tubuh Irsiabella yang memang belum membaik. 

Tubuh Stella seolah tertarik ke belakang, ketika pria itu berhasil menarik tangannya, memaksanya untuk berhadapan dengan pria mengerikan itu lagi. Kali ini mata pedang yang mengkilat itu juga diarahkan ke lehernya. 

"Jangan berteriak, atau aku akan langsung menusukmu!" ancam pria itu, membuat Stella langsung semakin waspada.

Situasinya saat ini juga tidak menguntungkan. Jalanan ini sepi, jauh dari jangkauan orang-orang. Kalaupun ada orang yang lewat, Stella ragu orang itu akan berhenti sejenak untuk menolongnya, mengingat situasi kacau karena ledakan di alun-alun kota.

"Apa pesan terakhirmu? Jangan lupa berikan nama keluargamu. Akan kupastikan untuk mengirim surat di kediamanmu."

Stella terbungkam ketika menyadari bahwa ujung pedang yang tajam itu sudah benar-benar terasa dingin di kulit lehernya. Ini sudah yang kedua kalinya Stella merasakan ini; malam musim panas ketika ulang tahun raja dan hari ini. 

Waktu itu, Stella sudah melihat Putri Felinette di depan matanya dan membuat Stella merasa bahwa kematiannya tidak akan menakutkan bila dirinya telah melihat sang putri. Namun, berbeda dengan saat ini, semua ketakutannya terasa amat nyata. 

"Oh? Tidak ada pesan terakhir? Atau aku langsung membunuhmu saja sebelum kau kabur dengan--"

Tiba-tiba saja, pedang yang dipegang pria itu terjatuh nyaris mengenai kaki Stella, membuat suara yang cukup keras. Hal yang lebih mengejutkan, pria bertudung hitam itu ambruk di depannya. Posisinya telungkup dan Stella bisa melihat pedang yang menancap masuk ke dalam punggung, sepertinya tepat mengenai organ jantungnya. Lalu, darah mulai menggenangi lantai jalanan di sekitar tubuh pria itu. 

Stella juga nyaris ambruk terduduk, tetapi lebih memilih mundur beberapa langkah sebelum akhirnya benar-benar terduduk, terkejut dengan hal yang baru saja menimpanya. 

Orang itu ..., apakah sudah mati?

Ada yang berjalan di depannya, menghalangi pemandangan buruk itu. Orang itu juga berjubah hitam, membuat kedua tangan Stella gemetar hebat. 

Stella sudah pernah menghadapi kematian, lalu mengapa kali dia merasa sangat ketakutan? 

"Kau terluka?" 

Suara laki-laki yang dikenalnya, membuat Stella akhirnya memberanikan diri untuk mendongak. Stella tidak bisa membohongi dirinya sendiri, bahwa sebenarnya Stella teramat sangat lega akan kehadirannya. Rasanya, Stella bisa menangis kapan saja. 

Pemuda itu melepas sarung tangan hitamnya yang tampak basah, membuangnya di atas genangan darah yang dipijaknya, lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Stella berdiri. 

"Kau baik-baik saja?" tanyanya lagi ketika Stella menerima uluran tangannya. 

Masih sulit bagi Stella untuk mengeluarkan suara, sehingga Stella memberikan anggukkan. 

"Lehermu berdarah."

Stella mati-matian mengeluarkan suaranya, "Tidak apa-apa." 

Manik amethyst itu masih menatapnya dalam. Stella segera melanjutkan pembicaraan.

"T-terima kasih telah menyelamatkan saya, Yang Mulia Pangeran."  

***TBC***

5 September 2021

Paws' Note

Heboh sekali malam ini, apalagi setelah dibandingkan dengan malam-malam tenang sebelumnya. Wah~ Hebat~ 

Bahkan aku sendiri pun tidak menduga akan ada kekacauan seperti ini ///bohooong

Iya ini udah chapter 64 HUHUHU. Tiap nambah chapter, aku pasti bakalan kayak ... HEH INI 60 CHAPTER ISINYA APAAN AJA YA, KOK AKU LUPA. 

Haruskah aku membuat batasan sekarang? Cerita ini harus tamat di chapter 80? TAPI KOK KAYAK ENGGAK MUNGKIN :'D

Dua kali. Dua kali aku nyaris matiin Irsiabella di chapter ini. Kayak keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya lol. 

MAAF, NAK, DEMI PERTEMUAN DENGAN FELIX YANG LEBIH SMOOTH. Mapaus enggak bermaksud matiin kamu beneran, kok. Cerita ini terlalu panjang dan masih butuh perananmu huhuhu. 

Tapi perasaan dari kemarin Stella muluk ya yang kena wkwkwkkwkw. Ya mau gimana lagi, kan? Luna kan di sini sebagai putri. Aneh dong kalo dia yang dalam bahaya wkwkwkwk. //sumpah, enggak ngetawain anak sendiri

BTW chapter hari ini sangat asyik buat ditulis (disclaimer: bukan karena Irsiabella nyaris mati dua kali) karena akhirnya ketemu sama Felixence! Soalnya di pertemuan pertama kemarin kan, ngomongnya bentar doang, nih. 

FanArt kita hari ini dari Tanya Bianca. Username Wattpadmu mana niiiih?


Oke, see you in the next chappie! 

Cindyana H 





















[EXTRA NOTE]

BTW Maaf ya, tadi cerita ini diunpublish karena aku nemu webmirror yang copy cerita ini. Udah kucoba unpublish, edit-publish, tetap enggak ngefek. Bahkan chapter 64 yang baru aku publish pun ada di sana. So sad....

Jadi daripada kita semua galau gundah gelana, aku publish lagi 64 biji chapter yang sudah dicopy habis ke sana :')

Kalian jangan baca ceritaku di tempat lain selain di Wattpad, yaaa. Biasanya webmirror berpotensi besar buat malware alias tanam bacok virus--//bahasa lu.

Udah dikasih saran sama keluarga buat stop publish aja dulu sampai websitenya hilang (udah kureport juga di google) dan bahkan ada yang ngide minta langsung PO aja ((lol))

Jadi selama aku unpublish tadi, yang aku lakuin adalah nyimpan semua chapter yang sudah kupublish dari draft wattpad (iya, selama ini aku belum pernah nyimpan dalam satu file, setelah kuingat-ingat). Biasanya aku nyimpan perchapter dan itu pun mencar (ada yang di word dan ada yang di Doc.)

Waktu aku nyatuin semua chapternya, coba tebak ada berapa kata?

Ada 130ribu kata, 660 halaman. I-ITU GIMANA EDITNYA COBAAAAAAAA.

Aku masih ingin mempublikasikan cerita ini sampai tamat di Wattpad. Jadi, seandainya aku sudah nulis sampai puncak konflik dan Wattpad / Google belum merespons keluhanku, mungkin akan ada beberapa kemungkinan yang terjadi dengan cerita ini:

1. Langsung diterbitin (Ini rada susah sih, tapi yang paling realistis).

2. Pindah platform (walau dengan sangat berat hati, karena sejujurnya aku cukup nyaman berada di Wattpad).

3. Berhenti publish jika sudah sampai di puncak konflik dan webmirror itu belum diberantas.

Akan lebih baik lagi jika webmirror itu musnah dan aku bisa kelarin cerita ini sampai tamat di Wattpad.

Bagaimanapun juga, ada kebahagiaan dan kenikmatan sendiri membaca respons dan komentar kalian setiap membaca cerita ini. Kalian bisa bantu support aku dengan membaca cerita ini HANYA dari Wattpad dan enggak coba-coba buka ceritaku dari website itu (soalnya bisa naikkin traffic web itu).

Aku sudah bikin laporan dan bakal terus ngecek apakah udah musnah atau belum. Jadi, kalian, silakan turut mendoakan dan selamat menunggu update chapter berikutnya aja~

Semoga ada kabar baik yang menanti kita semua!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro