Interaksi | 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ayana gagal. Nilai ulangan fisikanya memang membaik jika dibandingkan dengan yang sebelumnya, tetapi tetap banyak soal yang tidak bisa dia kerjakan. Sepulang sekolah nanti, dia kembali mengikuti remidi. Sialnya, hanya dia seorang. Biasanya Ayana akan merasa bodo amat. Namun, kali ini dia tidak bisa menahan rasa malunya. Ketidak beradaan Bita membuat perasaannya semakin buruk. Bagus, dia tidak punya teman untuk mengobrol atau sekedar merengek soal remidinya.

"Coba liat berapa nilainya?"

Gadis yang saat ini tengah menikmati bekal makanannya dengan tidak nafsu itu menggeleng lemah. Memberikan nilai tak tertolongnya kepada salah satu murid terpintar di sekolah ini sama saja mempermalukan diri sendirikan? Dia tidak mau melakukannya. Apalagi jika sampai Kenzie menertawakannya.

Ya, pemandangan yang sangat langka bukan? Di jam istirahat ini bukannya ke kantin, Ayana justru berada di ruang klub lukis untuk makan siang bersama Kenzie. Semuanya berawal dari dia yang mengirim pesan berisi curhatan soal nilai fisikanya juga tentang tidak mempunyai teman makan siang karena Bita tidak berangkat. Cowok itu lalu mengajaknya untuk makan bersama di kantin. Ayana tentu menerimanya, tetapi dia menyarankan untuk makan di ruang klub saja. Dia hanya tidak ingin Reyhan melihat kebersamaan mereka berdua. Yah, dia memang belum memiliki hubungan yang spesial dengan cowok itu, tetapi bukankah menghindari hal-hal yang bisa mengundang kesalahpahaman? Iya, kan?

"Cuma mau gue cek aja dan gue bantu cara nyelesaiin soalnya."

Meskipun awalnya ragu, pada akhirnya Ayana menyerahkan kertas ulangan tadi yang sudah terlipat lipat dan disimpan di dalam saku kepada Kenzie. Sebenarnya tadi dia ingin membuang kertas itu untuk menghilangkan barang bukti atas kepayahannya dari Mala.

"Bukannya kita kemarin juga belajar soal ini?"

Kedua mata Ayana mengerjap, mencoba mengingat soal memori kemarin. "Emang iya? Aku lupa."

Kenzie menghela napas. "Sini deketan, gue kasih tau cara ngerjainnya. Gak cuma dipahami, tapi diingat juga."

Ayana mengangguk sekali dengan antusias. Dia menggeser kursinya lebih dekat ke arah Kenzie dan mendengarkan dengan baik setiap penjelasan cowok itu. Keduanya menghabiskan sisa jam istirahat dengan soal-soal rumit tersebut dan baru mulai menghabiskan bekal ketika bel jam masuk berbunyi.

"Udah paham?"

"Paham! Aku jadi yakin nanti bisa ngerjain soal remidinya."

"Good. Jangan lupa janjinya," ucap Kenzie sembari memasukkan penanya ke dalam saku.

"Eh? Berlaku buat remidi juga?"

"Pengennya, sih, gitu."

Ayana meneguk ludah. Lagi-lagi perasaan ini datang lagi. Gadis itu dengan kikuk merapikan bekal makanannya dan memasukkannya ke dalam tas kantong.

"Jadi, berlaku nggak?"

"Eh? Emm, berlaku, kok."

Ayana dengan cepat mengalihkan pandangan ketika tadi merasa melihat Kenzie tersenyum. Dia kembali menepis lagi pikiran mustahil itu dan dengan cepat berdiri. Mencoba bersikap senormal mungkin dan mengambil tas kantong di tangan Kenzie.

"Biar gue aja yang cuci."

"Gak pa-pa aku aja. Sebagai ucapan terima kasihku buat hari ini."

Kenzie hanya balas mengucapkan terima kasih. Mereka lalu ke luar dari sana untuk menuju ke kelas masing-masing.

***

Awalnya, Ayana mengajak Kenzie bertemu di klub lukis untuk makan bersama lagi di jam istirahat ke dua, tetapi cowok itu menolak dengan alasan latihan futsal. Hal itu jadi mengingatkan Ayana kepada Reyhan. Dia benar-benar lupa soal jadwal crush-nya itu. Maka dari itu, setelah guru jam pelajaran ke tujuh mengakhiri jam belajar dia segera menuju ke lapangan futsal. Rasanya pergi tanpa Bita seperti ada yang kurang. Namun, tidak masalah ketika teringat akan bertemu dengan sang pujaan hati.

Tidak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Ayana memakai topi sekolah untuk melindungi wajahnya dari sang target yang akan dia perhatikan sepanjang jam istirahat ini. Dia bahkan dengan nekat duduk di tribun paling atas. Dari sini dia bisa melihat dengan jelas latihan pertandingan yang tengah diadakan.

Tidak seharusnya perhatian Ayana teralihkan begitu saja hanya karena Kenzie berhasil mencetak skor. Apalagi ketika cowok itu tersenyum begitu lebar, tidak, dia bahkan tertawa ketika teman-temannya mengacak rambutnya atau sekedar bertos ria sebagai bentuk kesenangan. Ayana menggigit bibir bawahnya ketika keinginan gila itu mendadak memenuhi pikirannya. Gadis itu menggeleng kuat dan bersiap pergi dari sana untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan terjadi ketika seorang perempuan berambut agak ikal tiba-tiba duduk di sampingnya.

"Keren banget ya pertandingannya, padahal ini cuma latihan."

Gadis itu tengah berbicara dengannya? Ayana menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidak ada siapa-siapa di sekitarnya yang itu artinya memang dialah yang diajak bicara oleh gadis tersebut. Jika tidak salah, orang di sampingnya ini adalah teman Kenzie. Dia sering melihat mereka pulang atau berangkat sekolah bersama. Beberapa kali ketika datang ke sini untuk melihat Reyhan, gadis ini selalu ada.

"Kamu Ayana, kan?"

Ayana mengangguk dengan ragu. Bagaimana dia bisa tahu namanya? Apakah Kenzie bercerita soal dirinya kepada gadis ini? Oh, tidak. Hentikan pikiran tidak masuk akal ini. Mengetahui nama seseorang bukan suatu hal yang salah, kan? Dia juga sering kali begitu. Mengenal nama seseorang yang tidak mengenalnya. Namun, masalahnya kenapa gadis ini tiba-tiba mengajaknya berbicara? Apalagi sekarang dia mengulurkan salah satu tangannya.

"Aku Nadha," ucap gadis itu dengan senyum manisnya.

Ayana mau tak mau membalas uluran tangan itu meskipun masih bingung, sekaligus menyebutkan namanya meskipun gadis bernama Nadha itu sudah mengetahuinya.

Setelah perkenalan singkat yang bisa dibilang sangat tiba-tiba itu, situsasi di antara keduanya hening kembali. Tidak ada pembicaraan dan Nadha malah asik menyemangati anak-anak yang tengah latihan seolah tidak ada Ayana di sampingnya. Seolah percakapan tadi tidak ada. Namun, hal itu sama sekali tidak bisa melenyapkan rasa sungkan Ayana untuk pamit pergi dari sana karena gadis di sampingnya menghalangi jalan ke luar.

Beruntung, bel masuk berbunyi menyelamatkan Ayana. Dia segera pergi dari sana tanpa sepatah katapun dan sebelum Kenzie atau pun Reyhan menyadari keberadaannya.

Kejadian tidak terduga tadi menjadi hal baru yang semakin membuat kepala Ayana penuh bahkan bahkan sampai sesi remidinya selesai. Dia mengecek ponsel, tidak ada pesan dari Kenzie padahal ini hari kedua jadwal les mereka. Dia kira cowok itu akan terus mengingatkannya soal untuk datang tepat waktu.

"Ayana!"

Seruan itu membuat si empunya namanya menoleh. Dia melotot lebar mendapati Reyhan berlari menghampirinya sambil melambaikan tangan. Namun, ada satu hal yang menarik perhatian Ayana. Cowok itu datang dengan bunga mungil di genggaman tangan.

Tunggu, tidak mungkin, kan?

"Tumben sendiri. Biasanya sama temen lo yang rambut pendek itu," ucap Reyhan ketika sudah berada di hadapan Ayana.

"Dia hari ini enggak berangkat. Sakit. Ini aku niatnya mau jenguk ke rumah dia." Dia memang berniat datang ke rumah Bita. Hanya sebentar tentu saja untuk mengecek keadaan sang sahabat sekaligus membeli beberapa cemilan. Lagi pula jadwal les-nya masih akan berlangsung satu setengah jam lagi.

Reyhan mengangguk. "Gimana progres lukisannya? Udah sampai mana?"

Astaga, bisa-bisanya Ayana melupakan hal penting yang satu ini. gadis itu mencoba memutar otak mencari alasan yang tepat.

"Eng-enggak lama lagi, sih. Nanti aku kabarin kamu kalau udah jadi."

Ayana sudah mempunyai nomor ponsel Reyhan berkat pertemuan mereka kemarin sepulang sekolah. Cowok itu juga menjelaskan soal dia yang meminjam ponsel Kenzie untuk menghubunginya. Kini perhatiannya Ayana kembali tertuju pada bunga di tangan Reyhan.

"Bunganya cantik banget," ucapnya tanpa sadar.

Mendengarnya itu Reyhan tampak antusias. "Iya, kan? Pilihan gue emang enggak pernah salah. Bunga ini mau gue kasih ke seseorang. Menurut lo dia bakalan nerima gue nggak kalau gue kasih bunga begini? Alay banget nggak ya? Tapi masalahnya bunga ini tuh cantik banget. Secantik dia."

Tubuh Ayana mendadak menegang. Dadanya berdebar dengan cara yang tidak menyenangkan.

Seharusnya, tadi dia pergi saja tanpa perlu penasaran soal bunga itu.

•••

Terima kasih banyak ya untuk kalian yang udah meluangkan waktu membaca cerita ini (◕‿◕)♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro