Menerkan-nerka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sebelum membaca harap follow dulu aku wattpadku ya😊
Dan jagan lupa vote sama komennya❤
Maaf masih banyak typo🙏
Happy reading🤗
.
.
.

Setelah tragedi malam yang begitu mencekam bagi Reyhan, kini mentari pagi mulai menampakkan sinarnya.

Kehidupan baru bagi Titan kini dimulai, dimana kini tak ada lagi pelukan hangat atau ciuman manis dipagi hari, hanya guling yang setia menemaninya, dikala malam tadi ia tak sempat berkabar dengan Kenza karena keletihan tiba-tiba menghampirinya setelah menuntaskan rasa ngidam itu. Dan kini pagi harinya disambut dengan muka bantal Kenza yang masih tertidur nyenyak dinegeri sana, mungkin lelah karena telah mengudara selama 38 jam!

"Hallo, assalamu alaikum, bangun dong," ucap Titan kala mereka telah tersambung dalam sambungan telpon video dalam aplikasi WhatsAp.

"Hallo, waalaikum salam, pagi sayang, iya ini bangun kok," balas Kenza sembari mengucek-ngucek matanya.

"Hari ini kegiatan kamu apa?" tanya Titan mengawali.

"Ke kampus kayak biasa, kamu?" jawab Kenza.

"Sama kekampus, abis itu aku bakalan pulang kerumah Bunda tapi sebelum itu mampir dulu kerumah sakit ngecek kondisi dedek bayi," balas Titan dengan senyum manisnya.

"Kamu dikampus jangan nakal ya, hati-hati juga, jangan telat makan, maaf aku gak bisa nemenin kamu cek up kandungan, semoga kalian selalu sehat disana," dengan raut wajah sendu Kenza mulai merasakan rasa yang tak nyaman, dimana ia kini tak bisa berada disamping istrinya guna memeriksa dan memastikan keadaan anak mereka, apakah baik atau tidak bahkan ia tak bisa memberikan kasih sayang yang utuh dalam masa kehamilan Titan.

"Iya aku gak akan nakal kok, emang aku anak Tk? Kamu juga jangan nakal disana, awas aja kalau tebar pesona, inget istri lagi hamil! Insyaallah do'ain kita terus ya, gak papa kok! Yang penting kan aku sama dedek sehat dan kamu disana juga sehat, lagian masih ada Umi, Abi, Bang Reyhan, Bunda sama Ayah yang bisa aku repotin, hehehe," jawab Titan menyakinkan.

Nyatanya dilubuk hati Titan yang paling dalam ia pun ingin bisa merasakan bagaimana rasanya melewati masa-masa kehamilan dengan suami yang siap siaga dan selalu ada disampingnya, namun apalah daya ketika kewajiban menjadi landasan utama, lagi pula ia tak bisa egois, Kenza anak semata wayang dikeluarganya, sudah tentu semua tanggung jawab akan dilimpahkan padanya, kini Titan hanya bisa bersabar dan terus berdo'a demi kebaikan dan ketentraman rumah tangganya.

"Udah dulu ya! Aku mau siap-siap kekampus, assalamu alaikum,"

"Waalaikum salam, semoga berkah ilmunya sayang," jawab Kenza.

"Aamiin," dan sambungan telepon itu pun terputus dengan menyisakan derai air mata yang turun dengan deras dikedua pelupuk mata Titan.

Kini mood bumil mulai beraksi kembali terlebih situasi dan kondisi sangat berperan dengan baik.

"Kenapa sih? Kenapa harus gue yang diposisi ini? Kan jadi sedih hayati, hiks hiks pen beli coklat sepabrik aja dah!" ucap Titan diiringi isak tangisnya, dengan kasar ia hapus buliran bening dipipi, setelahnya ia mulai melakukan kegiatan rutinitasnya, dimulai dari mandi, berganti pakaian, berdandan, mengemasi buku, dan terakhir mulai turun untuk sarapan.

"Pagi sayang, sarapn dulu ya," ucap Umi kala Titan telah sampai dan mulai bergabung dimeja makan.

"Pagi Umi, iya," balas Titan lesu.

"Loh! Anak Umi kenapa? Pagi-pagi kok cemberut," tanya Umi sembari memperhatikan dengan seksama raut wajah putirinya, atensi Abi yang sedari tadi duduk diam melihat interaksi Istri dan Putrinya pun teralihkan. Dipandangnya si bungsu sembari menelisik mencari jawaban.

"Enggak kok Mi, ohh iya! Abang mana Mi?" tanya Titan.

"Belum bangun, abis subuh tidur lagi kayaknya," balas Umi sembari memberikan sepiring nasi goreng dan segelas susu coklat kesukaan Titan.

"Tan, kamu kenapa? Coba cerita sama Abi," ucap Abi mulai khawatir.

"Titan gak papa kok Bi, hari ini Titan kekampus dianter sama Abi boleh?" jawab Titan dengan memasang wajah tegarnya. Entah ada apa dengan moodnya hari ini, sangat-sangat ingin dimanja dan diperhatikan.

"Beneran? Tumben!" orang tua mana yang tak paham akan keresahan yang dialami anak-anaknya, jelas bagi Abi bahwa kini putrinya tengah menahan rasa sedih dan kecewa, namun ia mengerti akan satu hal, putrinya ini kuat dan iya yakin putrinya masih memerlukan waktu guna bercerita.

"Iya Bi, Abi tenang aja, boleh gak nih?" balas Titan dengan mata pupy eyesnya. Ohh ayolah! Jika Reyhan melihat mata Titan sekarang sudah dipastikan ia akan muntah! Mana ada Titan memohon dengan sopan dan lemah lembut, sejarah yang patut dipertanyakan.

"Iya deh terserah kamu, nanti kalau udah siap cerita, cerita ya! Boleh sayang, yaudah yu berangkat, Abi takut kena macet," jawab Abi sembari mulai merapikan sisa sarapannya.

"Iya, yaudah ayo,"

Sebelum mereka berangkat, ada adegan yang sangat menguras hati Titan, dimana kini Uminya tengah merapihkan dasi yang ada dileher Abi dan memberikan Tas kerja, lalu setelah itu bersalaman.

Moment yang dulu dianggap sepele bagi Titan, namun kini sangat ia harapkan, dimana imajinasinya menuntut untuk bisa melakukan hal yang sama dengan adegan yang baru saja berlangsung, namun semesta berkata "Bukan kamu orangnya dan bukan ini moment yang pas untuk kau alami" patah sudah ranting harapan Titan.

"Mi, Titan berangkat ya, bilang sama Abang nanti jam 10 jemput Titan dikampus," ucap Titan sembari menjabat tangan Uminya guna pamit.

Umi yang sedari peka dengan tingkah aneh Titan, dengan hati nuraninya ia mulai mencium kening Titan dan memeluknya guna menguatkan, "Sabar ya sayang, Umi, Abi, Bang Rey, Bunda sama Ayah ada buat kamu kok, kita lalui bareng-bareng ya," ucap Umi sembari berbisik dan mengelus lembut punggung putrinya.

Jelas Umi tahu akan sikap ingin dimanja dan ingin diperhatikan yang sedang dialami Titan, ia juga seorang wanita yang pernah berada diposisi Titan, namun ia cukup bersyukur karena disaat kondisi hamil ia tak dipisahakan oleh jarak dengan suaminya.

"Iya Mi, Titan baik kok, ini cuma mood Titan aja!" jawab Titan dan setelahnya ia melangkah kearah pintu utama yang dimana kini Abi telah menunggu didalam mobil hitamnya.

"Udah siap semua? Gak ada yang ketinggalan?" tanya Abi setelah Titan masuk kedalam mobil.

"Insyallah udah," balas Titan.

"Yaudah! Bismillah," ucap Abi dan setelahnya mobil hitam milik Abi mulai melaju membelah jalanan kota Bandung dikala pagi.

Semilir angin dan pemandangan lalu lintas kini menjadi sentral fokus Titan, sedari mobil milik Abinya melaju dijalanan beraspal ia tak pernah luput dari pandangan kearah luar jendela.

Moodnya benar-benar sedang tak enak, ada berjuta dugaan, rasa khawatir dan overthinking yang mulai hilir mudik dibenaknya.

Akan kehidupan Kenza diAmrik, akankah Kenza setia? Apakah Kenza bisa bertahan dengan satu wanita? Ketakutan itu mulai menjadi dengan hinggapnya pemikiran akan pelakor, terlebih ia telah mengalami hal itu, dimana dulu ia pernah diposisi dimana cinta segitiga itu ada, ia korban dari kegagalan cinta, ia kehilangan sahabatnya karena keegoisan cinta dan kini, apakah kejadian itu akan terulang?

"Mikirin apa sih?" tanya Abi yang masih merasa khawatir.

"Enggak Bi," balas Titan singkat.

"Tan, coba cerita ke Abi, jangan dipendem sendiri, inget kamu lagi hamil," sambung Abi kembali.

"Insyallah semua akan baik Bi, do'ain Titan terus ya Bi," jawab Titan.

Titan tetaplah Titan, ia akan tetap diam hingga ia merasa tenang dan menemukan sendiri jawaban dari masalah yang tengah ia hadapi.

Titan memang tipekal manusia yang tak bisa diganggu saat ada masalah, ia hanya memerluka waktu untuk bisa mencari jawaban dari setiap masalah ataupun pertanyaan yang hilir mudik mampir diotak.

Namun kali ini, akankah ia bisa beramai dengan perasaannya? Disaat kini cinta mulai menggerogiti hati dan pikirannya?

Cinta racun yang membunuh secara perlahan, terlebih jika hati telah terjun dengan dalam maka semua masalah akan semakin rumit dan membingungkan.

"Tan, jangan putus asa, terus berdo'a, minta sama Allah yang terbaik buat rumah tangga kalian, tanamkan pemikiran yang positif diotak kamu, insyallah semua baik, dan kunci terakhir yaitu ikhlas dan pasrah, ini salah satu bentuk ujian yang harus kamu dan Kenza hadapi, jadi kamu harus tetap kuat walaupun itu sulit dan gak gampang," ucap Abi menasehati.

"Iya Bi, Insyallah," balas Titan singkat, jujur tak mudah baginya, dimana kini pemikiran dan ketakutan itu terus mendominasi.

Rindu kini mulai menyerang, meruntuhkan ketegaran dan ketabahan, dikala hati ingin bersama namun semesta berkata tunggu dulu.

Tuhan sekuat apa hati seorang pasangan yang tengah dimabuk cinta? Sekuat apa hati seorang insan yang tengah menahan rindu?

Menerka-nerka dengan berjuta kemungkinan yang ada, itulah salah satu cara mempropokasi pemikiran guna sejalan dengan kenyataan.

"Udah sampe, gih turun," ucap Abi yang berhasil membuyarkan bayang-bayang kehidupan aneh yang akan dijalani Titan.

"Titan kuliah dulu ya Bi, assalamu alaikum," balas Titan sembari bersalaman dan mulai turun dari mobil Abinya.

Gedung kampus yang megah kini mulai menyambutnya, dengan rasa malas Titan mulai melangkah masuk.

Tapi sebelum ia mulai memasuki area fakultas, ia dikagetkan dengan suara nyaring lagi melengking bak penyanyi Adel, "Woyyyy, curut!" teriak seseorang dibelakangnya.

"Apa?" tanya Titan singkat setelah ia menghentikan langkah dan membalikan badannya.

"Lo kemana aja? Sebulan ngilang, mana gak ada kabar lagi, udah kek ditelan bumi lo," ucap sang lawan bicara dengan kekesalan yang tampak dari raut wajah ranumnya.

"Bukannya udah jelas ya disurat cuti kalai gue ada keperluan keluarga?" tanya Titan sembari menahan rasa emosinya.

"Iya! Tapi mana ada keperluan keluarga sampe sebulan, tuh muka biasa aja dong!" jawab sang Lawan tak terima.

"Udah deh! Yu masuk," balas Titan yang tak ingin memperpanjang berdebatan itu.

"Yaelah Tan, lo gak kangen gitu sama sahabat tercinta lo ini? Gue kangen banget sama lo," lanjut Sang lawan yang tak lain merupakan sahabat Titan.

"Gak usah lebay Nisa Rahmania," balas Titan yang jengah dengan tingkah kelewatan lebay Nisa.

"Aelah! Tai lo jadi temen," kecewa, itulah yang Nisa rasakan, lebih tepatnya enek sih.

"Ehh Tan, lo tahu gak?" tanya Nisa setelahnya.

"Kagak. Kan lo belom ngomong," lanjut Titan sembari melangkah maju dan mulai duduk dikursi kesayangannya.

"Ada murid baru loh! Lo pasti bakalan demen deh sama dia, bahkan kayaknya lo bakalan cocok jadi couple gols sama dia," terang Nisa sembari tersenyum bahagia, jelas ia bahagia karena ia sedikit tahu akan kisah cinta Titan dengan murid baru itu.

"Ohh ya? Gak tertarik tuh!" jawab Titan acuh, namun lain dimulut lain dihati, ia sebenarnya penasaran dengan murid baru itu, tapi ia cukup sadar diri bahwa kini ia telah bersuami dan bahkan sebentar lagi akan menjadi ibu.

"Ahh lo, gak tertarik gak tertarik! awas ya kalau nanti terpikat, gue gaplok lo," balas Nisa.

"Bodo!" setelahnya Titan muali fokus pada benda pipihnya, memperhatikan senyum manis dari wajah yang kini mulai menghiasa layar ponselnya namun,

"Hai, apa kabar Titania Rahmania An Najwa, ohh salah apa kabar Rahma?"

"Suara itu... Panggilan itu... Gak mungkin..."
.
.
.
Pangandaran, 3 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro