Perayaan Sebuah Luka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sebelum membaca harap follow dulu aku wattpadku ya😊
Dan jagan lupa vote sama komennya❤
Maaf masih banyak typo🙏
Happy reading🤗
.
.
.

"Titan..." teriak Reyhan yang kaget melihat adiknya jatuh tertunduk.

Dengan sedikit berlari Reyhan menghampiri tubuh Titan yang kini tengah terbaring lemah diatas lantai yang dingin, betapa kagetnya ia saat menyadari bahwa Titan pingsan dan lagi ada darah yang mengalir dibawah sana.

"Astagfirullah, De bangun, De..." ucap Reyhan sembari menggoyang-goyangkan tubuh Titan, mata Titan tetap setia menutup hingga kekalutan kini menghampiri Reyhan.

Kini Reyhan bergegas keluar kamar Titan yang berada dilantai dua dan langsung berteriak dari atas sana," Mi, Bi sini Titan pingsan. Tolong Mi," ucap Reyhan panik! Setelahnya ia kembali kedalam kamar Titan.

Tak terasa air matanya luruh melihat darah yang mengalir dikaki Titan, "De bangun, Abang minta maaf De, hiks De," tak hentinya Reyhan terus berusaha membangunkan Titan, ditaruhnya kepala sang adik diatas pangkuannya, dielusnya rambut Titan yang terhalang kerudung.

Wajah ranuk Titan kini tampak pucat, suhu tubuh yang terus mendingi dengan mata yang terpejam sempurna.

Dengan sisa tenaga yang ia miliki. Reyhan berusaha menggendong Titan namun sayang tenaganya telah terkuras habis dengan melihat kondisi Titan yang cukup memprihatinkan. Hingga, "Astagfirullah, Titan..." ucap Umi dan Abi bebarengan.

Suasana semakin mencekam saat Umi mulai terluka melihat kondisi putrinya, air matanya luhur diiringi dengan terkulainya tubuh wanita paruh baya itu.

"Sayang ini Umi nak. Bangun sayang, cepet bawa! Kamu nih gimana sih! Cepet gendong!" ucap Umi dengan rasa khawatir dan kesal.

"Rey, ayo bantu Abi," perlahan tubuh Titan diangkat dan dibawa kerumah sakit.

Dua sosok pahlawan yang seharusnya bisa dengan mudah membawa tubuh Titan yang cukup kecil itu kini gemetar tak berdaya, sekuat tenaga mereka tetap berjalan menuju mobil yang terparkir didepan rumah.

Air mata mereka bertiga luhur tak kala melihat kondisi Titan, belum lagi darah yang mengalir dibawah yang terlihat jelas menempel dikaki Titan.

"Ayo cepet Bi!" ucap Umi yang kini telah masuk kedalam mobil terlebih dahulu.

Dibagian kursi penumpang kini diisi oleh Umi dan Reyhan, dimana dipangkuan mereka kini Titan tengah terbaring tak berdaya.

Dikursi bagian depan ada sopir dan juga Abi disebelah kiri. Tak hentinya Abi terus merapalkan do'a. Dilihatnya putri kecilnya yang kini telah terkulai lemas.

Luruh sudah bertahanannya, putri yang selama ini ia jaga dengan cinta dan kasih bahkan ia rela mengorbankan nyawa dan raganya guna keselamatan putri tercinta kini harus menelan pil pahit dari kebodohan yang pernah ia lakukan.

Dalam hati ia mulai merutuki kelakuan Kenza, sedikit banyaknya Abi tahu akan Kenza yang sengaja menghindar dari hidup putrinya. Namun karena Ayah Kenza ia memilih bungkam.

Saat itu ia berpikir bahwa putrinya akan aman jika ia tak mengetahui akan kebusukan dan perselingkuhan suaminya. Namun sayang angannya tak pernah sejalan dengan kenyataan.

Kini dengan mata kepalanya ia harus menyaksikan peristiwa pilu imbas dari perbuatannya.

"Maafin Abi Tan. Ini semua salah Abi! Abi minta maaf," batin Abi sembari terus menetap kearah Titan.

"Pak cepet! Ini anak sayang badannya dingin banget!" ucap Umi yang mulai merasakan bahwa suhu tubuh Titan mulai mendingi seperti es.

Kepanika terus terjadi hingga kini mereka telah sampai didepan lobi rumah sakit ternama dibandung. Beberapa perawat langsung mendorong brankar, Abi langsung turun dan membuka pintu belakang dan membantu Reyhan untuk membaringkan tubuh Titan diatas brankar.

Didorongnya tubuh Titan oleh 2 orang perawat dan tentunya keluarga Titan sendiri, hingga kini ia mulai memasuki ruang ugd Rumah sakit itu. "Maaf Pak, bapak tidak bisa ikut masuk, tolong tunggu dulu diluar. Kami akan memberikan pelayan yang terbaik," ucap salah satu perawat sembari menutup pintu ruang ugd itu.

Karena dilanda kalut dan cemas mereka melupakan satu fakta, bahwa orang tua Kenza belum mengetahui hal ini. Abi yang menyadari kesalahan itu berusaha untuk menelpon orang tua Kenza, namun sebelum hal itu terjadi, "Gak usah telpon mereka! Karena anak mereka Titan menderita! Cukup! Selama ini Umi diam! Sekarang cukup, Umi gak butuh mereka lagi, Titan anakku bukan mereka!" ucap Umi penuh emosi.

Hatinya teramat sakit, beberapa bulan yang lalu ia memilih untuk bungkam, ia rela memendam rasa yang tak nyaman jika ditanya soal Kenza itu semua ia lakukan demi Titan dan juga status keluarga. Namun kini ia harus bertindak tegas.

Putrinya sudah menjadi korban, dan cukup ia tak ingin kembali melihat air mata dari Titan.

"Mi gak bisa gitu, semarah apapun kita sama mereka. Mereka harus tahu masalah ini, apalagi Titan menantu mereka," ucap Abi dengan bijak.

Jujur dalam hatinya Abi kecewa pada keluarga besannya, namun ia tahu kalau keluarga Kenza tak bersalah.
Ini hanya salah paham dan ia juga turut ambil dalam hal ini, jadi rasanya tak etis jika kita menyalahkan satu pihak.

Setelah melalui beberapa berdebatan dengan Umi, akhirnya Abi bisa menelpon keluarga Kenza.

Bunda yang pertama kali menerima kabar itu langsung panik dan segera bergegas pergi kerumah sakit, Ayah yang tengah sibuk dengan beberapa dokumen pasien dirumah sakitpun ikut panik dan lebih mengabaikan dokumen itu.

Kini kedua keluarga besar itu tengah terduduk lesu dikursi tunggu depan Ugd, sedari tadi dokter belum juga keluar. Entah apa yang dilakukan petugas medis itu.

"Permisi keluarga pasien," ucap salah pria berjas putih yang kini tengah berdiri didepan pintu ugd.

"Iya saya Ayahnya dok," jawab Abi terlebih dahulu.

"Maaf Pak, bisa kita bicara diruang saya?" tanya Dokter yang bername tah Rendi Agusrahman itu.

"Iya baik dok," ucap Abi.

"Keluarga yang lain boleh masuk tapi bergantian ya, permisi." lanjut dokter Rendi sopan sembari tersenyum kesemua orang yang ada disana.

Setelahnya Abi dan dokter Rendi mulai melangkah menjauh, perselisihan tak terduga terjadi didepan pintu ugd.

"Jangan harap kalian bisa masuk!" ucap Umi dengan aura kemarahan yang kentara.

Bunda dan Ayah Kenza hanya bisa diam terpaku, mereka cukup menyadari bahwa kesalahn putra mereka benar-benar fatal. Malu rasanya untuk mengangkat kepala dihadap keluarga menantunya.

Diruangan bernuansa putih itu terbaring seorang gadis dengan selang infus yang tertancam dilengan kanannya belum lagi selang oksigen yang terdapat dikedua lubang hidungnya.

Mata itu masih terpejam, entah berita apa yang kini akan mereka terima.

"Bangun Titan, ini Umi," ucap Umi yang kini tengah berdiri disisi kanan Titan.

Diusapnya kepala sang putri dengan sayang, air matanya terus luruh. Andai ia bisa memutar kembali waktu tak akan pernah ia biarkan masalah ini terjadi.

Disisi sebelah kiri ada Reyhan yang terus menatap iba tubuh lemah adiknya. Digenggamnya tangan lemah itu dengan perlahan ia mendekat kearah telinga sang adik dan berucap, "Abang minta maaf De, kamu boleh pukul Abang! Abang bakal lakuin apapun yang kamu mau. Tapi Abang mohon bangun," ucap Reyhan yang tak kuasa menahan rasa amarah, kecewa dan bersalahnya.

Diruang lain Abi tengah duduk dengan hati yang gundah, entah akan ada kabar apa hari ini.

"Maaf pak sebelumnya mungkin informasi yang saya berikan akan terdengar menyakitkan bagi bapak," ucap dokter Rendi dengan lesu.

"Memangnya ada apa Dok?" tanya Abi  berusaha terlihat tegar.

"Maaf pak, ini mungkin pilihan yang egois. Tapi bapak dan keluarga harus memilih. Apa kalian akan menyelamatkan Titan atau bayi dalam kandungannya," bagai tersambar petir disiang bolong. Ucapan dokter Rendi berhasil membuat Abi tak bisa berpikir.

Mana mungkin ia bisa melakukan hal itu! Disatu sisi ada putrinya disisi lain ada cucunya yang bahkan belum melihat dunia. Jika ia memilih putrinya akan bagaimana jadinya?
Jika cucunya maka ia harus siap kehilangan sang putri.

"Dok apa tidak ada cara lain?" tanya Abi mencari solusi.

"Kemungkinannya cukup kecil bagi ketiganya bisa bertahan, saya harap sebelum hal buruk itu terjadi Bapak dan keluarga telah menentukan pilihan agar kami bisa langsung bertindak. kita tunggu dua jam, bila respon tubuh Titan semakin memburuk maka maaf," ucap dokter Rendi tak bisa melanjutkan kalimatnya.

"Astagfirullah, tolong selamatkan anak dan cucu saya dok," ucap Abi lemah.

"InsyaAllah Pak. Kami akan terus berusaha melakukan yang terbaik, jangan lupa berdoa ya Pak," pungkas dokter Rendi berusaha menenangkan.

Setelah pembicaraan singkat Abi dan dokter Rendi. Abi langsung bergegas kembali ke Ugd dimana kini Titan masih setia menutup matanya.

Sesampainya Abi diruang ugd diciumnya kening sang putri dengan terus menatap haru akan kondisi Titan ia terus berusaha terlihat tegar dan tabah.

"Bi..." ucap Umi.

"Titan gak papa kan Bi?" tanya Umi khawatir.

"Enggak Mi, Titan kan kuat!" jawab Abi bohong.

"Cucu-cucu kita gimana Bi?" tanya Umi kembali.

"Mereka juga baik Mi, kita terus berdoa ya. Insyallah semua baik," tutntas Abi.

Kini hidupnya porak poranda, Titan kini tengah berjuang bertahan hidup bukan hanya Titan tapi kedua cucunya juga tengah berjuang menantang maut demi terlahir didunia.

"YaRabb semoga dalam dua jam kedepan kondisi mereka membaik," batin Abi.

"Mi, kita keluar dulu yu. Biar Reyhan yang jaga disini!" ajak Abi.

"Abi ngajak Umi keluar cuma buat ketemu mereka? Gak!" jawab Umi yang masih dikuasai amarah.

"Mi, Abi mohon..." ucap Abi yang terkesan tak ingin dibantah.

Karena tak ingin memperumit masalah akhirnya Umi mengalah dan memilih keluar ruang ugd bersama dengan Abi.

Didalam ruang pesakitan itu kini tersisa dua orang yaitu Reyhan dan Titan. Reyhan yang terus saja menangis disamping tubuh Titan dan  Titan yang enggak menghapus setiap bulir air mata yang keluar dari setiap anggota keluarganya.

Diluar ruangan kini tengah terjadi perang dingin antara keluarga Titan dan Kenza. Umi yang enggan menatap mereka semakin membuat nyali Bunda untuk bertanya ciut.

Malu rasanya saat ia ingin bertanya soal kabar Titan, begitu banyak luka yang telah mereka pada Titan. Demi kebahagiaan Kenza mereka mengorbabkan Titan.

"Titan harus dioperasi," ucap Abi pada akhirnya.

"Apa? Abi bilang tadi Titan gak papa!" balas Umi kaget dan kesal.

"Mi tenang dulu," lanjut Abi.

Ayah dan Bunda Kenza cukup diam, karena mereka sudah menduga akan hal buruk itu. Terlebih setelah usia kandungan Titan menginjak usia 4 bulan dimana kandunga Titan dinyatakan lemah, dan faktor utama hal itu terjadi karena Kenza anaknya.

"Kita harus bisa memilih," ucap Abi ambigu.

"Kita tunggu perkembangan Titan dulu," jawab Bunda yang sangat-sangat paham akan hal itu.

Tak mudah baginya untuk memilih, terlebih ia pernah mendengar sendiri bagaimana Titan ingin anaknya terlahir didunia. Saat itu Titan berkata, "Bun, nanti kalau ada masalah selama kehamilan Titan. Titan harap jika itu menyangkut nyawa kami Bunda bisa menyelamatkan nyawa si kembar, Titan ikhlas kalau Titan harus mengorbankan nyawa demi mereka, Titan mohon ya Bun,"

Bagaimana mungkin ia bisa memilih disaat amanat itu sangat penting untuk dia wujudkan. Hati Titan jelas akan terluka kalau sampai anaknya menjadi korban keegoisan.

Ibu mana yang bisa bertahan hidup tanpa buah hatinya?

"Bi..." ucap Umi lesu.

"Berdo'a Mi, mereka perlu do'a. Jangan makin nambah masalah!" jawab Abi yang tahu bahwa istrinya kini tengah dikuasai emosi.

Satu jam telah berlalu, namun kondisi Titan masih belum perkembangan hingga teriaka Reyhan mengalihkan kecemasan mereka.

"Titan, bangun De..." ucap Reyhan dari arah ruang ugd.

"Titan," ucap mereka bebarengan.

Mereka berempat kini berjalan kearah ruang ugd hingga, "Gak! Gak mungkin!"

"Titan, hiks bangun sayang bangun,"

Tit-----Tittt

Garis lurus terpampang jelas dimonitor pendeteksi jantung.

"Gak! Bangun Tan, bangun,"

Bruk

"Tan..."
.
.
.
Pangandaran, 15 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro