Tanpa Dia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sebelum membaca harap follow dulu aku wattpadku ya😊
Dan jagan lupa vote sama komennya❤
Maaf masih banyak typo🙏
Happy reading🤗
.
.
.

"Tan..."

"Ghib..." ucap Titan.

"Lo kenapa Tan?" ucap Ghibran sembari mendekat kearah Titan.

"Gue gak papa ko Ghib, ehh lo ngapain disini?" tanya Titan.

"Ada urusan kerja. Lo sendiri ngapain disini?" jawab Ghibran.

Dilubuk hati yang paling dalam Ghibran cukup paham akan derita Titan. Mata sembab Titan tak bisa membohonginya.

"Ada urusan! Ghib," ucap Titan mengantung.

"Kenapa Tan?" tanya Ghibran.

"Lo bakalan balik ke Belanda atau stay disini?" tanya Titan kembali.

"Hari ini gue balik ke Belanda, kenapa?" tanya Ghibran kembali.

"Gue bisa minta tolong gak?" pinta Titan tak enak.

"Boleh Tan, lo mau minta tolong apa?" tanya Ghibran lagi.

"Bawa gue ke Belanda Ghib, tapi gue mohon. Orang tua gue gak perlu tahu soal ini," balas Titan.

"Kenapa Tan? Kasih gue alasan kenapa orang tua lo gak boleh tahu. Gue gak mungkin bawa lo tanpa izin mereka," Ghibran cukup tahu diri, akan status Titan yang kini telah bersuami.

"Gue gak bisa kasih alasan itu sekarang. Setelah kita sampai di Belanda gue janji gue akan cerita semuanya. Tapi gue mohon bawa gue dari sini Ghib," ucap Titan dengan air mata yang mulai turun.

"Heyyy..." dengan sedikit menyentuh bagian dagu Titan, Ghibran mulai menatap manik mata yang selama ini ia rindukan, "Gue bantu, jangan nangis. Gue gak suka!" ucap Ghibran.

"Makasih Ghib, lo selalu ada buat gue. Makasih," jawab Titan.

"Yaudah yu kita langsung ke Airport," ajak Ghibran yang langsung diangguki Titan.

Tak banyak barang yang dibawa Titan. Hanya tas gandong kecil yang berisi beberapa dokumen penting untuk menunjang hidupnya.

Segala hal telah Titan persiapkan. Selain mental untuk meninggalkan keluarga dan kini batin untuk meninggalkan Kenza.

Sesampainya di Airport Ghibran langsung bergegas memesan satu tiket untuk Titan dan perjalanan dari Amerika ke Belanda pun dimulai.

Selama diperjalanan udara itu, Titan  duduk disamping Ghibran. Tepatnya didekat jendelan, tak hentinya terus melamun bahkan terkadang menangis.

"Lo kenapa Tan? Apa yang bikin lo nangis? Apa laki-laki itu? Gue janji kalau dia penyebab lo kayak gini, maka dia akan dapat ganjaran yang setimpal," batin Ghibran.

"Gue tahu gue salah, tapi cuma ini yang bisa gue lakuin, maaf Ken. Gue egois," batin Titan yang tak hentinya terus berperang dengan diri sendiri.

Sampai akhinya kini pesawat yang mereka tumpangi telah mendarat dengan mulus. Dan Titan ia mulai menyiapkan hatinya guna memulai sesuatu yang baru.

"Tan lo nginep di apartemen gue ya," ucap Ghibran.

"Gak usah Ghib, gue cari hotel aja," balas Titan yang enggan menerima ajakan Ghibran.

"Hotel mahal Tan. Mending lo di apartemen gue aja. Sayang juga itu apartemen jarang gue rawat! Jadi lo bisa leluasa disana. Toh gue gak tidur disitu juga kok! Gue bakalan balik ke rumah," jawab Ghibran yang mengerti akan isi pikiran Titan.

"Yaudah deh boleh, gue kesana sendiri aja ya?" izin Titan.

"Jangan! lo kan belum bisa bahasa Belanda. Nanti kalau nyasar brabe, udah gue anter! Besok-besok lo kursus bahasa Belanda dan tes bahasa Belanda supaya lo bisa tinggal disini," saran Ghibran.

"Yaudah deh iya," balas Titan dengan senyum yang ia paksakan.

"Nah gitu dong senyum," ucap Ghibran.

"Makasih ya Ghib,"

"Sama-sama, yu berangkat!" ajak Ghibran dan mulai membukakan pintu mobil dibagian penumpang.

Mereka berdua kini mulai pergi menjauh dari area parkir Bandara. Ghibran yang telah hapal jalanan dinegara ini mulai melajukan mobilnya menuju ke arah apartemen yang terlatak di Amsterdam.

Tak terasa perjalan yang hanya diisi keheningan itu kini berakhir diare parkir apartemen Ghibran.

"Yu turun," ucap Ghibran kala ia telah memparkirkan mobilnya.

"Apartemen lo dilantai berapa Ghib?" tanya Titan.

"Lantai 10, kita naik kesana pake lift kok! Jadi kaki lo gak akan pegel," jawab Ghibran yang tahu akan keresahan Titan.

Apartemen Ghibran memang cukup mewah jadi tak heran Titan sedikit tercengang.

Selangkah demi selangkah kaki mereka terus berjalan menyusuri lorong dilantai 10 apartemen milik Ghibran.

Entah ada berapa jumlah lantai digedung ini. Tampilan awal saat Titan melihat gedung ini sungguh tinggi dan mewah.

"Nah ini apartemen gue," ucap Ghibran saat mereka berdua telah sampai didepan pintu apartemen milik Ghibran.

"Ceklek,"

Nuansa pertama yang hadir disana adalah pemandangan kota yang tampak dari kaca besar didepan sana dan ternyata apartemen ini cukup luas bahkan bertingkat.

"Keren Ghib, gue kira kecil ehh ternyata gede!" ucap Titan yang kagum dengan desaint interior di apartemen milik Ghibran.

"Alhamdulillah Tan, oh iya! Yu gue tunjukin kamar lo," balas Ghibran sembari mengajak Titan ke kamar yang akan Titan tempati.

"Ini kamar lo, oh iya! Lo pasti perlu beli baju kan? Besok kita belanja sekarang lo pake beberapa baju gue aja! Dilemari itu ada baju gue, lo pake aja. Nanti malem gue kirim gamis buat lo, sekarang lo istirahat. Kalau laper dikulkas ada makanan! Lo tinggal masak sendiri ya," jelas Ghibran yang langsung diangguki Titan.

"Makasih ya Ghib. lo baik banget sama gue," balas Titan dengan senyuman.

"Iya sama-sama. Yaudah gue balik dulu ya! Lo langsung istirahat. Bye," ucap Ghibran sembari pamit.

Titan hanya menyahut dengan anggukan dan setelahnya berjalan kearah pintu masuk guna mengantar Ghibran untuk pulang. Setelahnya melambaikan tangan guna salam perpisahan.

Rasa sepi kini mulai hinggap dibenak Titan, tempat ini masih sangat asing baginya. Rasa sakit dihati pun masih ia rasakan.

Tapi ia harus bisa memulai kembali hidupnya. Berusaha untuk melupakan Kenza. Sulit memang namun ia harus bisa.

"Gue harus bisa! Gue gak boleh nyerah," ucap Titan menyemangati dirinya sendiri.

Sesulit apapun jalan yang  ia jalani kini ia harus bisa kembali pada dunia. Dimana ujian akan terus ada. Tempat fana ini akan terus memberi kita pelajaran bahwa setiap rasa kecewa, sedih maupun bahagia hanya bertahan sementara.

Percaya! Hanya itu yang bisa Titan bangun kini. Percaya akan setiap hal baik yang akan ia tuai, percaya akan setiap rasa tangguh yang bisa ia bangun dan percaya akan rencana Tuhan yang tidak akan pernah membebani hambanya melebih batas kemapuannya.

Sesulit apapun jika ia masih bisa berpegang teguh pada Agama, iman dan Tuhan ia yakin ia bisa.

"Gue boleh kehilangan semua kasih sayang dan cinta dari mereka yang selama ini ada disekitar gue. Tapi satu yang gak boleh hilang dari gue yaitu iman, inget Tan. Tuhan gak mungkin membebani lo melebihi batas kemapuan lo, tinggal cara lo menyikapi setiap masalah yang ada dengan cara yang baik dan terus berserah diri padaNya. Ikhlas dan sabar terus ya Tan, lo gak sendiri Tuhan akan selalu ada sama lo, semangat Titan. Tuhan aja yakin lo bisa, masa lo nyerah cuma karena kehilangan orang yang baru aja hadir dihidup lo selama kurang dari satu tahun itu. Dunia lo gak akan pernah runtuh dan berakhir karena rasa kehilangan dan kecewa lo. Bismillah yu bisa yu," tak hentinya Titan terus menerus mengucapkan kata-kata semangat pada dirinya sendiri.

Hanya itu yang bisa ia lakukan guna kesadaran kembali pada dunia nyata, bukan terus tenggelam dalam lautan luka. Namun yang namanya perempuan jika sudah diuji dengan rasa kecewa tetap saja ada drama setelah rasa semangat.

"Hiks, hiks gue gak bisa! Aghh ini sakit banget. Apaan sih lo Tan, baru lo semangat sekarang malah melow. Gila lo? Ayo sadar Titan, ayo semangat  lagi. Jangan nyerah! Lo gak selemah itu!" ucap Titan kembali.

Aneh memang terkadang kita bisa memberi berjuta kata motivasi pada orang lain dan membuat mereka bangkit kembali namun terkadang kata motivasi yang kita ucapkan tak bisa berbalik arah pada diri kita sendiri.

Awal mungkin bisa, lama kelamaan rasa tak nyaman yang ditutupi dengan senyuman semakin menjadi dan berhasil merobohkan dinding pertahanan.

Hingga tangis kembali terurai dengan beribu umpatan pada diri yang teramat lemah dan hina. Dititik inilah rasa syukur, ikhlas dan sabar diuji.

Pilihannya hanya dua. Berusaha menerima atau menolak? Menerima terkadang mudah namun ego akan terus berontak, menolak sangatlah mudah tapi terkadang akal berontak hingga akhirnya terombang ambing dalam lautan kebingungan menjadi pilihan.

"Gue bingung! Kalau gue nyerah dan nerima Kenza lagi apa gue bisa percaya lagi sama dia? Tapi gue gak mungkin seegois itu? Anak gue juga butuh Ayahnya. Aghagh, kenapa sih Kenza sebego itu? Gue tahu Nadia pasti sengaja ngelakuin itu? Kenapa dendam Nadia belom kelar juga sih? Gue salah apa sama dia? Kenapa dia sebenci itu sama gue?" tanya Titan pada dirinya sendiri.

Banyak hal yang kini Titan pikirkan. Akan rasa sedih dan kecewa ia coba kesampingkan. Namun satu hal yang kini ia ragukan. Akankah ia bisa menerima Kenza kembali?

Titan tahu ia pergi menjauh bukan menyelesaikan masalah, justru menambah masalah semakin menjadi. Terlebih baik Kenza maupun orang tuanya tak mengetahui akan keberadannya sekarang.

Namun hanya itu yang bisa Titan lakukan guna meredam emosi. Pergi menjauh dan kembali dengan perasaan yang lebih tenang.

"Andai gue bisa memilih lagi, gue gak mungkin nerima perjodohan itu dan gue juga gak mungkin mau nurutin permintaan Kenza buat hamil, tapi nasi udah jadi bubur," lerai Titan dengan argumen netralnya.

Percuma bukan! Bila kini Titan terus berandai andai. Ia hanya akan menjadi pribadi yang tidak bisa bersyukur dengan apa yang ada.

"Apa salah kalau gue egois? Gue juga pengen bahagia walaupun tanpa Kenza. Dan gue yakin gue bisa,"

Lagi dan lagi kebahagia terus ingin Titan gapai. Menuntut takdir untuk berbalik arah dengan membawa angin bahagia tanpa luka.

Ternyata benar, ketika kita kecewa ataupun sedih semua rasa bahagia yang pernah dialami akan hilang begitu saja.

"Kamu bisa Tan..."

"Aku akan bantu kamu, aku akan menjadi Ayah sekaligus suami yang baik. Kamu jangan nyerah! Ada aku disini," ucap Ghibran yang sebenarnya sedari tadi ia menguping dibalik pintu. Ia beruntung karena Titan tak sadar dan setelahnya ia mulai masuk dengan kunci cadangan yang ia miliki.

"Aku selalu salah pilih, sampai aku rela ngebuang permata dan pahlawan demi seonggok batu kerikil dengan bahu yang roboh," ucap Titan merasa tertohok.

"Kita mulai semuanya dari awal ya. Aku janji akan bantu kamu dan ada disisi kamu," balas Ghibran yakin.

"Bisakah cinta lama itu dimulai kembali diatas luka yang belum kering?" batin Titan.

"Kita jalani aja ya! Biar waktu yang menjawab,"
.
.
.
Pangandaran, 21 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro