Bab 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah gagal dengan Bonita, Nikolai mencari wedding planer lain. Mereka akhirnya menemukan Andreas. Laki-laki gemulai yang memanggil Iris dengan sebutan sweet heart. Andreas mendengarkan cerita dan keinginan Iris dengan sabar, dilanjutkan dengan membuat rencana kasar. Presentasi Andrea disetujui oleh Iris dan Nikolai. Mereka sepakat untuk menggunakan konsep pribadi dan elegan.

Keluarga besar Nikolai memanggil tim Madam Inggrid ke rumah. Mereka tidak ingin repot-repot datang ke butik untuk fitting pakaian. Tim designer dibuat pusing dengan banyaknya permintaan dari Anya dan Nayla. Kedua gadis itu sepakat tidak ingin warna yang sama dengan dua saudara Iris.

"Kami harus tampil cantik. Kalau perlu mengalahkan si pengantin," ucap Anya yakin.

Nayla yang berambut pirang untuk kali ini setuju. "Yakin saja kita bisa mengalahkannya. Tidak peduli mau gaun sebagus apa, kalau gembel, ya, gembel aja."

"Jangan lupa, kita sewa tim rias sendiri."

"Tentu saja, mana mau aku dirias bersamaan dengan si gembel itu."

Mereka mencereweti tim designer dengan model, warna, ukuran, dan membuat orang-orang nyaris kehabisan sabar. Tidak berbeda jauh dengan anaknya, Popy pun cenderung cerewet soal gaun.

"Tubuhku agak gemuk, tolong dibuatkan model yang bisa membuatku terlihat langsing. Jangan lupa, harus menunjukkan punggungku yang indah."

Dasha tidak menginginkan model yang aneh, hanya mengatakan secara singkat pada mereka untuk membuat gaun model sederhana dan memudahkan untuk bergerak. Sedangkan Ida, istri dari Dickson justru pasrah. Apapun model dan warna yang diberikan untuknya, diterima dengan senang hati.

Untuk para laki-laki tidak terlalu merepotkan. Mereka sepakat dengan warna hitam dan membiarkan designer bekerja.

"Kalian sudah tahu di mana acara pernikahan akan diadakan?" tanya Dickson pada Norris.

"Bukannya Nikolai selalu mengatakan ingin menikah di rumah?" jawab Norris.

"Hah, di rumah ini? Mana cukup untuk menampung ribuan tamu?"

Norris berdecak. "Kamu salah, Paman. Mereka tidak mengundang ribuan tamu melainkan hanya kerabat dekat saja."

"Kenapa?"

"Entahlah, alasannya hanya Nikolai yang tahu."

"Apakah mungkin karena malu dengan status calon istrinya?"

Tidak ada yang tahu pasti alasan Nikolai hanya mengadakan acara secara privat, meski begitu mereka sepakat kalau menikah dengan orang tidak mampu, ada baiknya memang tidak terlalu mewah.

Di rumah Iris, persiapan pernikahan dilakukan dengan serius. Nikolai mendatangkan beberapa ahli bangunan dan mereka bekerja keras untuk merapikan rumah Iris. Dari mulai mengganti atap, memperbaiki pintu dan jendela yang rusak, serta mengecat dengan warna baru. Dalam waktu singkat, rumah keluarga Rosenwood terlihat lebih cemerlang.

"Akan lebih bagus kalau Tuan Nikolai juga mengganti perabot using kita dengan yang baru," ucap Camelia penuh harap.

Rose mengangguk. "Benar juga. Hei, Iris. Coba tanya sama Tuan Nikolai, ada tidak stok furniture baru di rumahnya. Minta tolong buat ganti perabot kita."

Iris melotot pada kedua kakaknya lalu berkacak pinggang. "Tolonglah, jadi orang tahu diri sedikit. Sudah dibantu malah minta lebih."

"Tapi, Tuan Nikolai kaya raya, apa artinya perabot?" ucap Camelia.

"Banyak artinya, Kak. Kamu lupa kalau perbaikan rumah ini juga tidak murah? Masih mau yang lain? Kenapa kalian nggak minta pada pacar kalian masing-masing, hah!"

Perkataan Iris membuat Camelia dan Rose terdiam. Mereka saling tukar pandang dan mengangkat bahu. Camelia mendekati Iris yang sedang menyetrika.

"Iris, soal undangan. Berapa yang kita dapatkan?"

"Hanya keluarga, begitu pula Tuan Nikolai," jawab Iris tanpa mengangkat wajah dari papan setrika.

"Berarti hanya empat orang?"

Iris menggeleng. "Dua puluh tepatnya, karena aku mengundang paman dan bibi. Mereka bersedia datang."

Camelia menghitung cepat, jumlah keluarga mereka ditambah keluarga paman dan bibi, masih ada sisa satu.

"Kalau begitu, aku boleh membawa Arlo? Masih ada sisa satu."

"Tidaak, jangan Arlo. Lebih baik kalau aku saja yang bawa Carla. Semua demi investasi." Rose menyergah cepat.

Camelia mendengkus pada Rose. "Jangan harap! Hubunganmu dengan Carla pasang surut. Laki-laki itu hanya memanfaatkan tubuhmu saja. Lihat saja, kamu sudah bergabung dengan agency-nya selama satu tahun tapi tidak ada perubahan. Mana ada iklan besar? Mana ada ikut peragaan besar? Yang kamu dapatkan hanya foto katalog."

Rose tidak mau kalah. "Setidaknya, pacarku sering memberiku hadiah. Sedangkan kamu? Apa dia pernah memberimu sesuatu Camelia? Tidaaak! Baginya kamu tidak lebih dari petugas administrasi pribadi!"

"Arlo sangat baik padaku!"

"Carla jauh lebih baik padaku!"

"Cukup kalian berdua!" Iris menghentikan perdebatan kakak-kakaknya. Ia merasa lelah harus mendengarkan perdebatan tidak penting tentang laki-laki. Menurutnya sama saja, baik Arlo maupun Carla. Keduanya hanya menjalin hubungan suka-suka dengan kedua kakaknya. Ia tidak mau mengatakan dengan jujur karena tidak ingin menyakiti mereka. "Tambah satu orang, Tuan Nikolai tidak akan keberatan. Ingat, dilarang membicarakan bisnis, atau pun mencoba menjadi akrab dengan keluarga Danver. Kalian tahu sifat mereka bagaimana bukan?"

Rose dan Camelia terbelalak lalu mengangguk bersamaan. Mereka bergegas menelepon kekasih masing-masing untuk memberi kabar baik. Iris tersenyum melihatnya. Ia mematikan setrika, mengambil ponsel dan mengetik pesan.

"Tuan, sepertinya jumlah orang dari pihak keluargaku 22. Apakah tidak terlalu banyak?"

"Iris, aku menyiapkanj tempat 50 kalau kamu mau."

Jawaban Nikolai membuat Iris tersenyum. "Tidak perlu. Aku hanya mengundang keluarga dan Eric."

Tentu saja Iris harus mengundang Eric. Ia sampai dalam taraf seperti sekarang karena bantuan Eric. Tanpa bantuan sahabatnya, belum tentu ia bisa berkenalan dan menikah dengan Nikolai.

Eric berteriak keras saat tahu akan datang ke acara pernikahan Iris. "Tadinya aku pikir, kamu melupakanku, Iris. Ternyata, aku boleh datang juga ke upacara pernikahanmu."

Iris tersenyum. "Kamu sahabatku, sudah sepantasnya kamu datang."

Eric melompat-lompat, berkata tentang pakaian yang pantas dan sepatu baru. Iris senang melihat sahabatnya begitu gembira.

"Apakah nanti kamu tinggal di rumah besar itu, Iris?"

"Tentu saja. Nggak mungkin tetap di sini."

"Berarti, kita bisa bertemu hanya setiap pagi?"

"Tidak, Eric. Aku akan meminta ijin pada suamiku, setiap kali keluar membeli buku, bersamammu. Aku rasa Tuan Nikolai tidak akan keberatan karena itu."

Selesai dengan masalah tamu undangan, Iris menyibukkan diri dengan merawat kulitnya. Sang papa memintanya lebih banyak di rumah dan istirahat. Sementara pekerjaan di kebun mereka menyewa orang lain. Albert tidak keberatan mengeluarkan uang lebih banyak asalkan anaknya tetap sehat di hari pernikahan.

Orang-orang yang datang ke rumah Iris makin hari makin banyak, terutama setelah rumah diperbaiki dan pagar dibuat makin tinggi. Mereka berteriak setiap kali melihat Iris muncl di jendela, hanya untuk bertanya kapan Tuan Nikolai datang. Iris mengatakan kalau calon suaminya tidak akan datang dalam waktu dekat karena sibuk bekerja. Apa yang diucapkannya itu adalah sebuah kejujuran.

Setelah tiga bulan berlalu dari rencana pernikahan dibuat, akhirnya hari istimewa itu tiba. Dari pagi, tim perias sudah datang untuk mendandani Iris dan keluarganya. Rumah Iris penuh sesak oleh keluarga paman dan bibinya. Sepanjang pagi rumah penuh dengan celoteh mereka.

Rose dan Camelia tidak mau ketinggalan, memakai gaun biru muda yang mengembang indah dan juga sepatu putih yang cantik. Kedaunya mengagumi keindahan rancangan Madam Inggrid dan tekstur kain yang lembut. Carlo dan Arlo datang satu jam sebelum acara dimulai. Keduanya akan membawa mobil masing-masing ke rumah Nikolai. Kesempatan bagus seperti ini, tidak akan mereka lewatkan.

Acara pernikahan dimulai pukul empat sore. Nikolai sengaja memilih waktu senja karena merasa suasannya yang keemasan akan cocok dengan rambut merah Iris dan harapannya memang tidak salah. Iris sangat cantik dalam balutan gaun pengantin dan rambutnya digelung dengan tiara bunga tersemat di kepala.

Pukul dua siang, kampung Iris dibuah heboh saat iring-iringan kendaraan mewah memasuki jalanan. Untuk kendaraan yang melaju paling depan, terdapat rangkaian bunga dan pita. Total ada dua puluh mobil mewah dengan segala model dan mereka, membuat orang-orang yang melihatnya ternganga.

"What? Gilaa! Apa-apaan ini?" gumam Arlo tak percaya. Tadinya ia berpikir kalau pernikahan akan berlangsung sederhanan. Tapi, ia lupa kalau kosep sederhana orang biasa dengan Nikolai itu berbeda.

Digandeng oleh sang papa, Iris menuruni tangga. Menuju mobil paling depan di mana Pram sudah menunggu di depan pintu.

"Tuan memerintahkan saya untuk menjemput pengantin perempuan."

Sambutan Pram membuat Iris tersenyum. "Terima kasih, Pak."

"Mari, Nona."

Iris masuk berdampingan dengan sang papa. Sementara keluarga Iris dan Eric, berada di kendaraan belakang. Iris bisa membayangkan kebahagiaan mereka karena menaiki mobil mewah. Iring-iringan panjang itu, menjadi hiburan bagi masyarakat.

Nikolai melihat dari lantai dua, ada tiga helicopter yang terbang di sekitar rumahnya. Ia menduga itu milik media. Ia sudah menembak hancur dua drone dan menangkap beberapa reporter yang menyelinap untuk mencari berita. Semua masyarakat kota penasaran, akan seperti apa acara pernikahan Nikolai. Sayangnya, tidak semua orang bisa melihat karena acara dilakukan secara tertutup.

Norris mengetuk pintu, mengatakan kalau rombongan pengantin perempuan sudah datang. Nikolai duduk di kursi roda dalam balutan tuxedo hitam. Norris mendorongnya perlahan.

"Jadi, kamu akan menikah?"

"Iya."

"Semoga, ini akan menjadi pintu kebahagiaan bagimu. Serius, aku menginginkanmu bahagia little bro."

Nikolai mempercayai ucapan kakaknya. Ia sendiri berharap bisa menjalani hidup bahagia bersama Iris yang ceria. Hidupnya terlalu lama sendiri dan dingin, membutuhkan kehangatan seorang perempuan. Irislah yang dirasakan cocok untuknya. Mungkin sekarang belum ada rasa cinta di hatinya, tapi yakin suatu hari nanti pasti merasakannya.

Para tamu sudah duduk di tempat mereka, saat Nikolai tiba. Ia melihat keluarga Iris berada di deretan meja sebelah kanan, sedangkan keluarga dan kerabatnya berada di deretan meja sebelah kiri. Ia berdiri di depan pelaminan yang penuh dengan bunga, menunggu Iris datang.

Saat pembawa acaranya mengatakan kalau pengantin perempuan sudah siap, musik pun mengalun indah untuk menyambut pengantin. Nikolai terpaku di tempatnya, menatap Iris yang melangkah perlahan dalam genggaman Albert. Jantungnya berdetak keras dengan mulut menyunggingkan senyum kering. Inilah saatnya, ia kehilangan status sebagai bujangan. Akhirnya, ia menikah dengan gadis berambut merah yang begitu percaya dan memujanya. Iris mendekat dan Nikolai bisa melihat wajahnya dengan jelas sekarang.

"Cantik sekali, istriku," bisiknya kagum.

Gaun putih, aroma bunga diterpa angin semilir dengan senja menyiramkan cahaya keemasan. Saat Nikolai mengecup kening Iris pertama kalinya, kehangatan menyebar dalam dada. Ia tidak akan pernah lupa senja hari ini, yang begitu indah dan melebur dalam kecantikan dan kelembutan istrinya.
.
.
.
Ingin baca Iris secara lengkap? WA ke 085811788865 harga 85 ribu sebanyak 800 halaman.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro