6. Diet

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Akhirnya tiba juga hari ini. Hari dimana Elona akan menghadapi Louis Vandyke untuk, semoga saja, yang terakhir kali.

Elona menatap papan timbangan berat badan yang baru saja ia pijak. Meteran kilogram bergulir cepat. Elona berharap-harap cemas. Akhirnya, jarum timbangan menunjuk pada satu angka.

73 kilogram.

"YAY!"

Refleks Elona mengepalkan tangan ke udara. Akhirnya perjuangannya selama seminggu ini tidak sia-sia. Setidaknya, dua kilogram turun sejak dia menimbang badan yang terakhir kali minggu lalu.

***

Seminggu lalu.

Dua kilogram memang terkesan sedikit, tapi untuk Elona ini adalah satu pencapaian yang besar. Memiliki tubuh gemuk berarti juga memiliki lambung dan usus yang terlanjur membesar, seiring dengan bertambah besarnya tubuh.

Tentunya, bila sudah membesar, berarti porsi makan yang dibutuhkan orang gemuk juga akan bertambah, karena lambungnya merasa belum cukup terisi. Hal ini jadi siksaan berat untuk Elona.

Sewaktu masih menjadi Tara, gadis itu terbiasa hanya makan roti dua lembar di pagi hari, lalu siangnya makan satu porsi nasi dengan sayuran di warteg, dan malam kadang dia lewatkan tanpa makanan. Sekarang, untuk melakukan hal itu rasanya sulit sekali.

Elona menitipkan secarik kertas untuk juru masak di rumah, daftar makanan apa saja yang perlu dia siapkan untuk Elona makan sehari-hari demi menjalani diet. Elona tadinya sudah yakin sekali kalau dia bisa menjalani dengan mudah, karena waktu di bumi dia terbiasa melakukannya.

Elona hanya menuliskan sesuatu yang sederhana di kertas tersebut: dua potong roti dengan segelas susu di pagi hari. Satu potong daging dan segelas jus sayuran di siang hari. Lalu untuk malam hari dia memesan satu buah kentang rebus dan jus buah.

Mai sampai kaget saat menerima kertas tersebut. "Nona ...? Anda yakin?"

"Tentu!" jawab Elona dengan yakin sekali. Jam makan pertama kali untuk dietnya pun tiba, dan Elona menyesalinya.

Perutnya merasa sangat kurang meski sudah diisi dengan dua potong roti dan susu di pagi hari. Elona bahkan sudah menerapkan cara yang orang-orang katakan: kunyah dengan perlahan supaya bisa menikmati setiap makanan yang masuk dan bisa kenyang. Tapi ternyata tidak terlalu terbukti.

Lapar di pagi hari membuatnya malas pergi kemana-mana, padahal seharusnya dia menggerakkan badan, paling tidak jalan-jalan di sekitar pekarangan wastu.

Akan tetapi, Elona malah menghabiskan hari pertama dengan rebahan di kasur sembari menunggu jam makan berikutnya.

Malam pun tiba dan Elona berguling meronta di atas kasur karena kelaparan. Setiap kelaparan, Elona hanya minum air putih untuk mengganjal perut. Bukannya kurus, malah jadi kembung.

"Nona ingin saya bawakan makanan lagi? Sepertinya Nona tidak kuat kalau diet sampai seperti ini!" Mai bertanya dengan khawatir.

"Tidak! Tidak! Aku harus bisa bertahan!"

Malam itu, Elona tertidur dalam kelaparan.

Hari kedua tiba, dan Elona pun tidak sabar menimbang tubuhnya. Lemak di tubuhnya tidak berkurang sedikit pun. Jelas saja, karena baru satu hari terlewati. Akan tetapi, itu juga karena gadis itu hanya rebahan saja di kamar.

Iris bertindak sebagai pengawas dietnya. Iris punya pengalaman soal diet, meskipun dia belum pernah segemuk Elona. Melihat adik iparnya hanya rebahan di kamar, Iris juga jadi ikut kesal.

"Diet itu berarti mengurangi asupan kalori yang masuk, dan membakar kalori yang sudah ada dalam tubuh. Jadi tidak ada gunanya kamu diet kalau kamu tidak bergerak!"

Meskipun, kata kakak iparnya itu benar, tapi Elona bingung juga apa yang harus ia lakukan. Sebagai Tara, dia terbiasa bersih-bersih kamar kontrakannya dan jalan kaki untuk pulang pergi kuliah dan bekerja. Tapi sebagai Elona yang seorang putri bangsawan, semua itu tidak dapat dia lakukan.

"Kamu bisa olahraga lari pagi." Iris memberikan saran. "Atau ... oh, aku ada ide!"

***

Masih seminggu yang lalu.

"Salam hormat untuk Nonya Iris dan Nona Elona!"

"Salam!!"

Suara para prajurit terdengar serentak memberikan penghormatan saat Iris dan Elona tiba di area lapangan tempat mereka latihan.

"Salam untuk kalian semua. Silakan kembali berlatih, aku hanya ingin bertemu dengan kapten."

Para prajurit kembali ke posisi masing-masing sambil berbisik.

"Itu Nyonya Iris?"

"Iya, baru kali ini aku melihatnya dari dekat."

"Cantik dan anggun sekali ya! Waaahh!"

Para prajurit yang didominasi oleh kaum pria mulai mengagumi kecantikan Iris, karena baru kali ini nyonya majikan mereka itu turun ke lapangan langsung menemui mereka.

Beberapa prajurit baru yang belum mengenal Iris akan terkesima. Wanita itu memang terkenal sebagai salah satu wanita tercantik di negeri ini. Semua lelaki yang melamar ditolaknya. Entah bagaimana, hanya Stefan yang berhasil menaklukan hati seorang Iris.

"Lalu yang di sebelahnya itu? Gemuk sekali dia! Seperti bola!"

"Ssh!! Jangan asal bicara! Dia itu Nona Elona, adiknya Tuan Stefan!"

"Sedang apa kalian!!"

Suara menggelegar terdengar dari kejauhan. Para prajurit yang asyik mengobrol langsung berbaris rapi. Seorang pria paruh baya datang dengan bahu yang lebar dan lengan yang berotot. Dia hanya mengenakan celana panjang dan tunik biasa.

"Kembali ke posisi masing-masing!!"

Iris melihat lelaki itu dan menyapa, "Sir William!"

William terkejut ketika nyonya rumah berada di lapangan saat ini. Dia segera menghampiri. "Ya Nyonya? Ada masalah apa? Apa prajuritku ada yang berbuat onar?"

Iris menggeleng cepat, "Ah, bukan! Aku hanya ingin minta tolong sesuatu."

"Katakan saja Nyonya. Saya siap melakukan apa saja." William memberikan posisi siaga.

Iris menggandeng tangan Elona yang sedari tadi hanya diam memperhatikan sekitar. Tangan gemuknya ditarik oleh Iris hingga tubuhnya maju ke hadapan William.

"Soal anak ini,"

"Oh, Nona Elona? Salam hormat!"

William sedikit terkejut. Dirinya memang sudah bekerja lama di keluarga Locke, bahkan sejak mendiang Edward Locke dan istrinya masih hidup. Saat itu, Elona masih sangat kecil. Ia adalah gadis ceria yang senang berlarian di sekitar lapangan tempat para prajurit berlatih.

Namun, semenjak kematian tuan besar, William jadi tidak pernah bertemu lagi dengan Elona. Dia cukup kaget begitu melihat sang putri Locke saat ini yang sudah sangat besar, dari segi tinggi maupun lebar badan.

"Salam ..." jawab Elona takut saat melihat otot biseps William. Terlihat sekali kalau latihan dan pengalaman bertarung menjadikannya sampai sebesar itu. Elona mengkhayal bahwa akan ada makhluk misterius keluar bila lengan tersebut dibelah.

"Aku ingin Sir William mengajari anak ini untuk latihan stamina bersama para prajurit."

Iris berkata yakin. Elona yang tadinya mengkhayal sampai terperanjat dan menoleh pada Iris yang ada di sebelahnya. William pun ikut terbelalak mendengarnya.

"Hah ...? Apa, Kak?"

"Ya, latihan stamina. Kamu tahu kan kalau prajurit itu menjalani latihan stamina? Nah, aku kan, tidak bisa mengawasimu terus. Jadi..."

"Anda mau saya mengawasi latihan Nona Elona ...?" William memastikan.

"Tepat! Aku ingin kau mengajaknya berlatih bersama prajuritmu! Misalnya, lari 10 kali keliling di pagi hari, atau apapun menu latihan yang bisa kau berikan padanya. Dan jangan berikan keringanan." Iris mengedipkan sebelah matanya pada Elona.

William tak habis pikir. Mengawasi para prajurit saja dia terkadang kesulitan, apalagi ditambah harus mengurus Elona.

"Tapi, Nyonya ..."

"Bisa, kan? Bisa?" Iris mendelik tajam ke arah William. Satu hal yang hanya William tahu tapi para anak buahnya tidak. Iris memang terlihat anggun dan cantik, tapi perintahnya adalah absolut.

Iris bisa lebih menakutkan daripada Stefan bila sedang marah. Bila Iris sudah memiliki keinginan, sebaiknya dituruti atau bisa-bisa potong gaji.

"Uh ... baiklah ... ." William mengiyakan tanpa mau ambil pusing.

Elona hanya bisa bengong menatap kakak iparnya.

***

Novel ini sudah tamat di Noveltoon pada bab 73! Kalian bisa baca gratis dengan klik link paling bawah di lynk.id/author_ryby | Baca gratis tanpa apk, bisa lewat browser, kecuali kalau mau like per babnya, yang mana Ryby akan sangat berterimakasih :)

* cover art by instagram.com/fuheechi_


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro