Tragedi Obat Nyamuk (Akabane Karma x Nakayama Ayumi)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Berapa kali
ku harus katakan cinta
berapa lama
ku harus menunggumu

**

Ditengah ruangan bernuansa putih khas rumah sakit, seorang remaja bersurai merah tengah tertunduk. Rasa bersalah kian membuncah di dadanya. Di depannya, seorang gadis bersurai coklat panjang tengah tertidur, dikelilingi alat alat yang berbunyi setiap detiknya, penentu kehidupan. Ini sudah tengah malam, tapi pemuda itu tak sekalipun lelah menunggu bangunnya gadis itu.

**

Diujung gelisah ini aku
tak sedetikpun tak ingat kamu
namun dirimu masih begitu
acuhkanku tak mau tahu

**

Gadis itu, Nakayama Ayumi. Gadis pujaannya. Cinta yang dirasanya sampai terbawa hingga mimpi. Gadis itu, Nakayama Ayumi. Gadis yang selalu menolaknya, tak peduli dengan rasanya yang benar tulus, tak peduli seberapa banyak gadis lain yang begitu tergila gila padanya. Dan lagi, penjual sialan. Ia hanya memesan 2 wasabi, tapi penjual itu mengisinya dengan ampas obat nyamuk bakar dicampur gas baygon dan cairannya diisi dengan obat tikus yang lengket. Ia bersumpah akan membunuhnya jika sampai gadis itu mati karena bento beracunnya. Lalu siapa juga yang menukar tempat makan Asano Gakushu dengan Ayumi?!

**

Luka, luka, luka
yang kurasakan
bertubi, tubi, tubi
engkau berikan
cinta ku bertepuk sebelah tangan
tapi aku balas senyum keindahan

**

Sudah tak bisa lagi dihitung jari, sejak kapan gadis itu ada disana. Terbaring lemah, tanpa kedua orang tuanya yang menemani. Entah kapan gadis itu turut menyusul kedua orang tuanya yang sudah berada di alam baka. Yang pasti, Karma takkan mengizinkannya. Ia ingin menyebar undangan pernikahan, bukan undangan bendera putih di depan rumahnya.

Untuk sekian kalinya, Akabane Karma kembali menghela nafas. Ia terus mengharap kesembuhan gadis pujaannya. Saat ini, rasanya separuh jiwanya menghilang tak berbekas.

**

Bertahan satu cinta,
bertahan satu C.I.N.T.A
bertahan satu cinta,
bertahan satu C.I.N.T.A

**

Alat itu berbunyi semakin keras, terkhusus alat pendeteksi detak jantungnya. Nampak detakannya semakin cepat, namun juga semakin lemah. Karma langsung berlari keluar kamar. Kosong, tak ada dokter yang berjaga sift malam. Tak sadarkah mereka kalau ada pasien yang sekarat? Dengan cepat Karma berlari ke ruang UGD, berharap ada satu dokter disana.

**

Luka, luka, luka
yang kurasakan
bertubi, tubi, tubi
engkau berikan
cinta ku bertepuk sebelah tangan
tapi aku balas senyum keindahan

**

Nihil, tak ada dokter disana. Karma kembali berlari, kali ini sembari berteriak. Ia tak peduli dengan pasien lain, ia hanya peduli dengan Ayumi. Dengan tergopoh gopoh salah satu dokter muncul. Ia langsung menarik tangan dokter itu.

"Ada apa dik?"

Tanya dokter itu dengan wajah bingung. Astaga, bahkan dokter ini masih bertanya hal semacam itu.

"PACAR SAYA SEKARAT DOK!"

Jawab Karma kesal, membentak lelaki yang lebih dewasa darinya. Mata dokter yang nampak kelelahan itu berubah menjadi awas, lantas ikut berlari mengekori Karma.

**

Bertahan satu cinta,
bertahan satu C.I.N.T.A
bertahan satu cinta,
bertahan satu C.I.N.T.A

**

Terlambat. Saat mereka tiba, Ayumi sudah tak bernyawa. Pemantau detak jantungnya membentuk garis lurus. Tubuhnya kaku sempurna dengan wajah pucatnya yang dingin. Sang dokter mencoba memancing jantungnya untuk kembali berdetak. Namun nihil hasilnya. Sang dokter memalingkan matanya ke arah lain, matanya sendu, seolah gagal mengerjakan tugasnya. Karma jatuh terduduk. Kakinya lemas, tak sanggup lagi menahan beban tubuhnya. Liquid bening mulai membasahi matanya, mengaliri pipinya. Tangisannya benar sendu. Sang dokter meletakkan alat itu pada meja di sebelahnya, lantas menenangkan Karma.

**

Pernahkah engkau
sejenak mengingat aku,
pernahkah ingat
walau seperti angin berlalu

**

"Ayumi - chan"

Panggil Karma. Sang empu nama tak menjawab.

"Gomen, seharusnya kau tidak seperti ini"

Lanjut Karma. Namun gadis itu tak menjawab.

"Gomen, aku selalu mengganggu hidupmu"

Lanjutnya lagi. Tangannya memegang bunga untuk Ayumi, namun gadis itu tak melihatnya.

"Ini terakhir kali aku mengatakannya..."

Lanjutnya. Dirinya menunduk, meletakkan bunga yang diselipkan kertas berisi puisi diatas gundukan. Tertulis nama 'Nakayama Ayumi' di batu nisannya. Lagi lagi iris merkurinya tertutupi liquid bening, yang kemudian menetes dan jatuh di atas gundukan. Dengan suara bergetar ia melanjutkan kalimatnya.

"Aishiteiru"

Setelah itu ia bangkit dan meninggalkan makam Nakayama Ayumi, seorang gadis korban bullying yang hidup sebatang kara.

.
.
.

YEE SELESAAAAAI
Btw, ada yang tau puisi diatas?

Just for NakayamaAyumi

Habede ya, wish you all the best!

Sorry telat btw

-mak-

Nb : Gamudeng? Baca sambil minum baygon dioplos air di danau pelarutan, siapa tau jadi cemerlang otaknya.

Tag lagi ah, biar pada ngeh
Daripada terbengkalai :)
diraaaf unicornsbabe Ainanrhlza_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro