Kontrak Kerja.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Langsung datang untuk tanda tangan kontrak pada akhir pekan, ke:
Apartemen Skyblue, lantai 17
Unit 1701
Jakarta Selatan.

Aku melirik kertas lo-lowo-kertas gila yang senior itu berikan! Tanpa sadar tanganku kembali meremasnya, hingga Yasmin yang berdiri di sebelahku melirik penasaran.

"Gue khawatir nasib Edward bakalan sama kayak kertas yang lo pegang," katanya datar.

"Diem!" balasku galak. Siapa juga yang tidak marah! Aku bagaikan si kerudung merah yang akan dijual pada serigala demi mendapatkan modal usaha!!

Teman-teman macam apa yang rela menjual temannya sendiri pada orang yang tidak waras!?

"Unit 1701 benar atas nama suami—paruh waktunya—Ana."

Aku memasang wajah siap membunuh pada Fathia yang sedang tersenyum sok polos setelah berkata jahat barusan. Dia dan Nesa baru kembali dari meja resepsionis.

"Kita disuruh tunggu di sini dulu, orangnya bakalan turun." Nesa langsung duduk di salah satu sofa yang berada di lobby apartemen.

Aku menjadi orang terakhir yang memutuskan untuk ikut duduk, karena untuk beberapa saat tadi, sempat terlintas di benakku untuk melarikan diri. Tapi, aku pasti akan dipecat dari geng kami kalau hal itu sampai terjadi.

Sial, kenapa aku yang paling berkorban dalam rencana bisnis Yasmin dan Fathia, sih!?

Aku menepuk wajahku dua kali sebagai pelampiasan. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk menggunakan kedua telapakku untuk menutupi wajah. Harga diriku ambyar sudah! Aku bersedia menjadi istri paruh waktu garis miring pem-ban-tu!

Sekali lagi, PEMBANTU!

"Nggak usah akting seolah-olah menderita deh, padahal asupan lo tiap hari sedap dipandang mata."

"Kalau gitu lo aja yang jadi pembantunya dia!" seruku langsung pada Fathia yang nyengir tak berdosa. Bola mataku saat ini terasa akan copot dari lubangnya.

"Boleh. Tapi lo yang kerjain maket gue dan laporannya, ya!" balas Fathia tak tahu diri.

Kalau sampai bisnis kami tidak berjalan lancar, dia orang pertama yang akan aku jagal!

"Udah lama nunggu?"

Aku refleks merogoh kacamata hitam yang disematkan di plain white tee yang kupakai, dengan luaran denim jacket. Aku sengaja berpenampilan sesantai mungkin agar tidak ketahuan gugup setengah mati.

Kegugupanku seakan makin menjadi setelah melihat Edward berpenampilan head to toe black-nya. Eh, tunggu. Ini mungkin efek kacamata hitam yang kupakai saja.

"Heh!!" seruku panik saat tangan Yasmin mencopot kacamataku dari batang hidung. Asu! makiku dalam hati sambil melotot ke arahnya.

Aku merasakan seluruh pandangan tertuju padaku. Karenanya aku tak berani melirik ke arah lain, terutama Edward.

"Lo kayak kang urut," bisik Yasmin di samping telinga kiriku. "Jangan kebanting gitulah."

Aku menyadari maksud ucapan Yasmin. Kemudian, aku—memberanikan diri—melirik ke arah Edward diam-diam. Rupanya dia sungguhan menggunakan serba hitam di tubuhnya. Jantungku meleleh. Aku lemah iman dengan cowok yang menggunakan outfit seperti dirinya sekarang.

"Belum kok." Fathia inisiatif menjawab pertanyaan Edward yang hampir satu menit berlalu. "Maaf, ya. Ana emang agak bego kalau ketemu cowok pake serba hitam."

Thanks a lot, Dear! Aku melotot ke arah Fathia yang sudah cengengesan tanpa merasa berdosa. Dia resmi jadi tersangka dengan tuntutan perusak nama baikku hari ini.

"Kalau gitu, gimana bahasnya di resto depan aja? Sekalian brunch. Kebetulan saya belum makan dari semalam."

Nggak ada yang tanya! Aku refleks berdiri dan berjalan lebih dulu ke arah pintu utama lobby. Saat tanganku hendak meraih gagang pintu, aku kembali membalik badan dan mendapati keempat manusia itu masih terdiam di tempat masing-masing.

"Resto depan apartemen ini, kan?" tanyaku memastikan. Kepala Edward mengangguk diakhiri dengan senyum kecilnya.

"Yaudah, nunggu apa?" kataku heran. Aku mendorong pintu kaca dan keluar lebih dulu. Semakin cepat hari ini berlalu akan semakin baik.

Sepanjang berjalan kaki di jalan setapak penghubung tiap blok gedung apartemen. Aku merenung. Kenapa nasibku semalang ini? Ketika teman satu angkatanku bekerja di perkantoran, atau bahkan membuka usaha mereka. Aku justru terjebak menjadi pembantu seorang kakak kelas yang bahkan tidak pernah bicara denganku sebelumnya. Hidup yang mengerikan. Teman dari SMP-ku melakukan ini demi modal usaha yang tidak direncanakan matang-matang. Modal nekat doang.

"Ana!"

Aku melotot kaget saat pangkal lenganku ditarik seseorang, hingga tubuhku membalik dalam satu detik. Aku mendongak dan mendapati Edward menatap tajam ke arah depan.

"Nggak tahu aturan," omelnya pada motor yang semakin menjauh. "Kamu nggak apa-apa?"

Edward menunduk, menatapku. Kepalaku refleks mengangguk. Omong-omong, memangnya tadi itu aku kenapa, ya?

"Na, gila ya! Lo kalau bengong pilih tempat kek!"

Aku menoleh ke kiri dan mendapati Nesa sudah bersungut-sungut.

"Untung Edward ngeh," kata Yasmin.

"Kalau nggak, lo udah gepeng kali di aspal, kayak 'Tom and Jerry'," imbuh Fathia.

Oh, aku hampir ditabrak atau sejenisnya, ya? Kalau begitu, apa aku harus berterimakasih sekarang? Aku menatap Edward kosong, tangannya kini terlepas dari pangkal lenganku. Dia juga memundurkan tubuhnya dua langkah dari badan pendekku.

Ya, ampun! Aku bahkan tidak sadar kalau kami itu semipelukan barusan! Jantungku mulai berdegup lebih cepat. Dan ada sesuatu yang seperti berterbangan di perutku. Hush! Pergi sana! Usirku dalam hati pada makhluk di perutku tadi.

Edward berjalan selangkah di depan kami, memastikan aku dan segerombolan manusia tak berhati itu menyeberang dengan selamat.

Restoran yang kami masuki ternyata rumah makan Padang, tapi lebih besar daripada warung pinggir jalan yang biasa kulihat. Ada etalase yang memajang menu makan mereka, seperti pada umumnya restoran nasi Padang. Sementara di dalam, terdapat dua belas meja persegi panjang dengan masing-masing enam kursi di setiap meja.

Tak seperti warung Padang yang biasa aku datangi. Seorang pelayan wanita hanya bertanya apa yang ingin kami minum. Kemudian, pelayan lain sibuk memindahkan seluruh lauk pauk di etalase ke atas meja. Tepat di depan mata kami yang sedang dilanda kekeringan hebat—di dompet maksudnya.

Aku menelan ludah, seluruh aroma lauk pauk itu menyatu dan masuk tanpa izin ke lubang hidungku. Mataku melirik ke arah Fathia yang berbinar dengan mulut agak terbuka, aku khawatir dalam setengah menit ke depan akan ada liur yang menodai piring di depannya. Sial, di antara kami berempat, Fathia yang paling mudah digoda makanan.

"Kalian ambil aja yang kalian mau, saya traktir."

Tanpa pikir panjang, ketiga makhluk di hadapanku langsung mencomot berbagai lauk favorit masing-masing. Sepertinya mereka mendadak amnesia dengan tujuan utama kami datang menemui Edward.

"Kita nggak bisa bahas—" Suaraku menghilang di udara ketika melihat jakun Edward bergerak saat meminum es teh manis pesanannya. Edan! Belum apa-apa aku sudah melihat yang bukan-bukan!

"Sebentar ya, Na. Saya makan dulu," katanya lalu mengambil telor balado dan sambal cabai hijau.

"Nggak pake sayur?" tanyaku refleks. Memang teman-teman lucknut. Fathia berdeham, Yasmin pura-pura tersedak, sementara Nesa senyum-senyum tidak jelas di kursinya. Rupanya mereka masih belum puas dengan menjebakku untuk duduk di sebelah Edward.

Kenapa juga pola kursinya harus 3-3 sih!? Aku kan jadi terpaksa berdampingan dengan Edward yang duduk di kursi tengah!

"Lagi nggak pengen." Edward menjawab datar dengan mata yang bolak balik berpindah, dari piring ke smartphone-nya.

"Makan aja HP-nya sekalian," gumamku pelan sambil membuka tutup botol air mineral dingin.

"Nggak doyan." Tak kusangka Edward membalasku dengan santai. Tak tersinggung sama sekali. "Kalau kamu nggak mau makan, kamu bisa mulai baca ini."

Aku mengalihkan pandanganku dari lauk-pauk super menggoda ke layar ponsel Edward yang menampilkan sebuah dokumen.

"Ini ... MoU?" kataku tak percaya. Hanya untuk jadi pembantu ada Nota Kesepahamannya!?

Fathia, Nesa dan Yasmin ikut terkejut, tapi mereka masih bisa melanjutkan makan. Dasar tidak tahu peri pertemanan!

Meski heran, aku tetap membaca isi MoU itu. Aku mendengkus tak rela ketika melihat status jabatanku di sana. Istri paruh waktu. Apa perjanjian aneh seperti ini sah di mata hukum?!

Keterkejutanku berlanjut saat Edward tahu alamat lengkap tempat tinggalku. Padahal aku tidak pernah memberikannya CV untuk melamar posisi abnormal ini. Astaga, siapa juga yang mau jadi istri paruh waktu, sih!?

Aku berusaha tak acuh dan kembali membaca MoU antara aku dan Edward.

Pasal 1
PENDAHULUAN:
1.1) Pihak pertama dan pihak kedua sepakat melakukan kerja sama saling membantu dan menguntungkan selama enam bulan ke depan

Mataku menyipit. "Enam bulan?!"

"Kurang lama?" tanya Edward tiba-tiba.

"Kelama—"

"Itu pas, kita setuju!" Fathia memotong ucapanku. Lain kali, aku yang akan memotong lidahnya.

Aku mendengkus jengkel dan kembali membaca.

1.2) Perjanjian kerja sama ini dibuat untuk membantu pekerjaan rumah Pihak Pertama dan memberikan pemasukan keuangan bagi Pihak Kedua

Pasal 2
HAK & KEWAJIBAN Pihak Pertama:
2.1) Pihak Pertama memberikan empat kewajiban utama bagi Pihak Kedua yang dapat dikembangkan sesuai kebutuhan Pihak Pertama, diantaranya: menyediakan makanan, mengelola pakaian, menjaga kebersihan dan menjaga kesehatan.

2.2) Pihak Pertama berhak memutuskan kontrak secara sepihak tanpa memberikan hak Pihak Kedua apabila Pihak Kedua tidak dapat menjalankan empat tugas utama dengan baik dalam waktu kurang dari enam bulan.

"Apa-apaan nomor 2.2?" Aku berseru ke arah Edward yang tengah mengunyah.

"Kan, apabila," jawabnya tenang.

Aku menarik napas panjang. Mengatur emosi yang mulai bergejolak.

2.3) Pihak Pertama berhak mendapatkan seluruh laporan kegiatan dan keuangan yang dibutuhkan Pihak Kedua selama menjalankan empat kewajiban utama.

2.4) Pihak Pertama berhak meminta Pihak Kedua untuk mengerjakan kewajiban di luar jam perjanjian dengan memberikan hak tambahan bagi Pihak Kedua.

"Uang lembur maksudnya?" Aku setengah bergumam.

"Iya, 50% dari gaji utama." Edward menyudahi makannya.

Menarik, batinku.

Pasal 3
HAK & KEWAJIBAN Pihak Kedua:
3.1) Pihak Kedua wajib menjalankan empat kewajiban utama selama lima hari kerja (Senin s/d Jumat) selama delapan jam (pukul sembilan s/d lima sore)

3.2) Pihak Kedua wajib memberikan laporan penggunaan uang dan seluruh kegiatan tepat sebelum meninggalkan tempat melaksanakan kewajiban utama. Apabila dirasakan oleh Pihak Pertama kewajiban utama tidak dijalankan dengan benar, maka Pihak Pertama berhak memperpanjang waktu menyelesaikan kewajiban utama (lembur).

3.3) Pihak Kedua berhak mendapatkan gaji tambahan apabila melaksanakan tugas di luar jam kerja berdasarkan permintaan Pihak Pertama. Kecuali hal itu terjadi karena kesalahan Pihak Kedua seperti pada nomor tiga titik dua.

3.4) Pihak Kedua berhak memiliki hak-nya sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui pada hari penandatanganan MoU oleh Pihak Kedua dan Pihak Pertama.

3.5) Pihak Kedua wajib menjalankan seluruh isi kesepakatan dan permintaan Pihak Pertama yang masih bersangkutan dengan kewajiban utama. Apabila Pihak Pertama merasa dirugikan akibat kelalaian Pihak Kedua, maka Pihak Kedua harus siap menghadapi segala konsekuensi di kemudian hari.

Aku menelan ludah. Edward tidak menuliskan apa konsekuensinya, tapi kurasa, itu pasti jauh lebih buruk daripada pekerjaan abnormal ini.

Pasal 4
PEMBAYARAN:
4.1) Pihak pertama akan membayar Pihak Kedua dengan rincian sebagai berikut:
Gaji pokok: .....
Gaji lembur: ..... (50% dari gaji pokok)
Uang transportasi: .......

Alisku menyatu. "Kok angka gajinya kosong?"

"Terserah kamu mau dapat berapa."

Aku terbelalak, lalu menolehkan kepalaku ke arahnya.

"Harus setara dengan apa yang kamu lakukan untuk saya."

Aku menelan ludah. Ada aura menyeramkan yang keluar dari sorot mata Edward sekarang. Aku memilih untuk bungkam dan lanjut membaca.

Pasal 5
PENANDATANGANAN:
5.1) Nota Kesepahaman (MoU) ini ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan dari pihak mana pun.

5.2) MoU ini dibuat dua rangkap, satu untuk Pihak Pertama dan satu untuk Pihak Kedua dengan masing-masing memiliki kekuatan hukum yang sama.

5.3) Dengan ditandatangani MoU ini, maka kedua belah pihak sepakat untuk melakukan kerja sama dan melaksanakan isi dari MoU yang resmi di mata hukum Indonesia yang berlaku.

PIHAK YANG MENGADAKAN PERJANJIAN

Edward Jun               Anindita Angelina

SAKSI NOTA KESEPAHAMAN

Yasmin Amalia              Fathia Rohani

                      Vanesa Natalie

Bibirku tersenyum puas. Akhirnya manusia-manusia jahat itu terlibat juga secara sah di pekerjaan abnormal ini.

"Terimakasih," kataku penuh arti sambil memandangi makhluk di hadapanku. "Sudah melibatkan mereka semua untuk tanda tangan di MoU ini."

Fathia, Nesa dan Yasmin lantas terbatuk berjamaah.

"Setidaknya, bukan cuma gue yang terjebak di sini," imbuhku tersenyum sinis sambil menunjuk layar smartphone Edward.

"Kamu setuju sama semua isinya?" Aku menganggukkan kepala ke arah Edward sambil mengembalikan ponselnya. "Butuh berapa?"

Aku tahu maksud pertanyaan Edward. "UMR aja," kataku pendek. "Itu artinya pekerjaanku harus sama normalnya dengan pekerja pegawai se-Jakarta."

Edward mengangguk dan memasukkan ponselnya ke saku celana. "Kalau gitu, ayo ke rumah saya. Kita cetak dan tandatangani perjanjian ini di atas meterai."

Resmi sudah. Sebentar lagi kehidupanku sebagai istri paruh waktu garis miring pembantu akan dimulai.

Tuhan ... dosa apa aku di masa lalu sampai harus terjebak dengan pekerjaan konyol ini?

1963 kata.
14 Februari 2019.

Semoga karya ini lebih kalian sukai daripada MMIYD & TC ya ^‿^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro