Teman Macam Apa?!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Lo udah ada panggilan, Na?" Nesa menyeruput es mangganya sambil melirikku.

"Udah, tapi gue nggak datang." Aku nyengir lebar menatapnya yang duduk di depanku, sambil mengaduk es greentea yang kupesan.

"Sebagai seorang freshgraduate, lo ini sombong juga, ya." Yasmin berkomentar hingga aku menolehkan kepala ke arahnya.

"Pemilih, bukan sombong. Temen gue nyaris ketipu kemarin, makanya gue hati-hati banget sekarang."

Aku menjabarkan secara singkat bagaimana Nana—teman sekelasku saat kuliah—nyaris kehilangan uang satu juta lebih ketika melamar kerja.

Kejadiannya sekitar dua minggu lalu, untung saja akal sehatnya masih menang melawan nafsu. Jadi, dia tidak kehilangan uang tanpa mendapatkan pekerjaan idaman.

Zaman edan. Pelamar kerja saja masih dijadikan sasaran penipuan. Hatinya si penipu pasti udah digadai buat beli gadget baru!

"Emang perusahaan apa?" Kini giliran Fathia bersuara. Dia duduk di sebelah Nesa. Matanya yang menatapku kalah sibuk dengan mulutnya yang mengunyah kulit ayam.

"Invest. Gue apply tanpa cek dulu itu kantor bergerak di bidang apa. Pas gue ditelepon buat interview, gue searching dan ternyata banyak job seeker yang nyesel datang buat wawancara, yang udah kerja aja bersuara negatif."

Fathia, Nesa dan Yasmin mengangguk. Sebagai orang yang telat lulus kuliah, aku salut dengan ketenangan Yasmin dan Fathia. Kalau aku yang begitu, aku pasti sudah berpenampilan kacau balau, seolah hidupku runtuh hanya karena tidak lulus tepat waktu.

Tapi mereka justru masih santai, bahkan bisa mengajak aku dan Nesa nongkrong cantik di restoran fastfood.

"Jadi, gimana rencana masa depan?" Fathia buka suara lagi setelah ayamnya tersisa tulang saja.

"Gue nunggu STR* gue jadi, baru bisa ngelamar. Tapi, gue kok tertarik berbisnis, ya?"

| *STR: Surat Tanda Registrasi, dipakai dalam administrasi kedokteran |

"Lo mencoba mengambil lahan gue?" sindirku langsung. Dunia pekerjaanku sudah penuh sesak, masa iya orang kesehatan mau ikutan nyemplung juga?

"Wez, lulusan Manajemen merasa terancam," kata Yasmin menyela. "Tapi, gue juga sih. Banyak pemuda sukses dari bisnis, jadi berminat untuk ikutan."

"Lo tertarik sama bisnis apa muak sama hiragana?"

Fathia dan Nesa tertawa mendengar balasanku. Aku benar-benar merasa terancam saat ini. Kupikir orang berubah haluan hanya dari SMA IPA ke jurusan Soshum di PTN. Ternyata, dunia kerja justru lebih parah.

"Aneh, bokap lo kan bos kain, kenapa lo nggak langsung ikut ngembangin usaha keluarga aja sih, Na?" tanya Fathia. Kali ini dia membuka bungkusan spagetinya. Makhluk ini seperti tidak kenal istilah kenyang.

Aku menggeleng. "Gue nggak mau begitu, kapan gue mandirinya kalau terus-terusan di ketek orang tua?"

Nesa bersedekap. "Lo dan ideliasme lo."

"Terus?" Yasmin menggantungkan pertanyaannya, hingga alisku terangkat.

"Lo pilih jadi kacung orang lain, ketimbang bantu orang tua lo?" Kelihatannya, hanya saat makan Fathia bisa jadi sesarkas ini.

"Bukan gitu ..." Aku menjeda. Bagaimana ya cara menjelaskan hal ini?

Aku tidak ingin keamatiranku menghambat usaha keluarga. Kalaupun aku harus terjun ke bisnis Bapak, aku sudah harus dalam kondisi profesional. Jadi aku tidak akan membuat usaha yang bapak bangun belasan tahun itu, tutup dalam kurun waktu sebulan karena kebodohanku.

Lagipula, banyak orang yang menerapkan hal ini dalam hidupnya. Saat muda, tidak langsung terjun ke bisnis keluarga. Semua kesalahan dan kekurangannya didedikasikan untuk perusahaan lain. Lalu, pengalamannya itu dibawa ke perusahaan keluarga. Sehingga kesalahan fatal sebelumnya tidak terulang.

"Ana!"

Entah siapa yang memanggil, tapi ketiganya kini menatapku serius.

"Gimana kalau lo jadi leader bisnis kita aja?"

Leader bis—HAH!?

Tunggu, Fathia ini membicarakan apa, sih? Kedengarannya seperti MLM**.

| **MLM: Multi Level Marketing adalah metode penjualan berjenjang, skemanya menyerupai piramid. Posisi teratas biasanya disebut leader. |

"Gue sama Fathia pernah ngobrolin ini, sih. Bisnis cosplay." Yasmin memiringkan tubuhnya hingga menghadapku.

Aku tidak pernah mengira bahwa Yasmin tertarik dengan perilaku meniru tokoh anime itu. Sebagai anak jurusan bahasa Jepang, setahuku tujuan Yasmin yang termulia adalah bisa membaca manga versi Jepang langsung tanpa menunggu versi terjemahan rilis di Indonesia.

"Lo ketularan Fathia?" Nesa mewakili pertanyaanku.

"Setelah gue pikir, seru juga. Dan hobi mereka itu peluang, kan? Bukannya Ana pernah jual kain bahan untuk pakaian cosplay pelanggannya?" Yasmin melirikku.

"Bapak gue, bukan gue." Aku meluruskan. Seingatku yang terjual saat itu hanya kain vitrage tipis. Daripada untuk cosplay, aku mengira wanita pembeli itu akan membuat tudung gaun pernikahannya sendiri.

"Dan kita semua tertarik sama anime, kan?" tanya Fathia, antusias.

Sekedar informasi, anime dan manga yang aku ikuti itu cuma satu. Detektif Conan. Kebetulan di dalam karya itu ada tokoh Kaito Kid dan kadang ada Lupin juga. Selebihnya, aku buta.

"Kalian, gue nggak." Nesa menyela.

"Lo kan nonton Inuyasha," sahut Yasmin. "Itu termasuk anime, Nes."

"Itu duluuu ... sekali, zaman jahiliah."

Perdebatan pun lahir. Yasmin tidak terima menonton anime disebut masa jahiliah dan Fathia juga tidak senang hobi cosplay-nya dianggap buang-buang uang oleh Nesa.

"Jadi gimana ini?!" Aku menengahi, pengunjung sekitar kami sudah mulai berbisik dan melirik ganas karena kebisingan yang kami buat.

"Gue punya rencana gini. Na, lo yang handle bahan dan produksinya karena bapak lo punya usaha konveksi. Yasmin yang cari client karena sekolah di jurusan Jepang. Gue yang tanggung jawab desainnya. Dan lo ..."

Fathia menatap ogah-ogahan Nesa yang kalah dalam perdebatan. Lulusan perawat yang buta anime itu memilih ikut saja, demi kemaslahatan bersama katanya.

"Gue bingung dia di bagian apa," kata Fathia setengah berpikir.

"Modalnya udah dipikirin?" celetukku. Semua bisnis dimulai dari uang. Kalau uangnya saja tidak punya, percuma punya rencana.

"Pinjam bank kan bisa," jawab Fathia cepat.

"Nggak!" balasku tegas. "I'm not a risk taker. Dan gue nggak mau menjadikan persahabatan kita sebagai materai perjanjian utang bank."

Berapa banyak hubungan keluarga yang hancur karena masalah keuangan? Aku tidak mau persahabatan kami menjadi salah satunya.

"Trus gimana?" Yasmin ikut kebingungan. "Kalau harus patungan, gue belum bisa karena masih tahun akhir."

"Gue juga," timpal Fathia, mukanya kini terlihat masam.

"Apalagi gue, bung!" Nesa berlagak jadi yang paling miskin sekarang.

"Aku cuma mau kamu tahu, aku selalu ada kalau kamu butuh."

Mataku mengerjap, kemudian kugelengkan kepalaku keras-keras. Kenapa tiba-tiba senior gila itu terlintas di otakku, sih!? Aku pasti mulai tidak waras karena hampir sebulan menganggur!

"Eh, apa lo minta bantuan Edward aja?"

Aku refleks melotot mendengar gagasan Nesa. Sebenarnya ada apa dengan alam semesta!? Kenapa Nesa seperti bisa membaca pikiranku!!?

"Oh, yang kerja paruh waktu itu, ya?" Yasmin mengingat-ingat. Aku berdoa dalam hati, agar tiba-tiba Fathia amnesia karena kebanyakan makan junkfood.

"Oh, yang itu!"

Tuhan tidak mengabulkannya. Fathia menjadi yang paling antusias sekarang.

"Lo ngelamar aja di sana! Gajinya buat modal usaha kita berempat!" Fathia sampai menggebrak meja saking semangatnya.

"Kalian mau jual gue ke om-om?" tanyaku putus asa. Ternyata seperti ini aslinya mereka kalau butuh uang. Teman saja rela dikorbankan.

"Cuma sementara, Na! Lo minta gaji gede aja, jadi sebulan kerja lo bisa out!" Fathia mengusulkan ide busuknya.

"Kalau mau kerja cepet gaji gede, lo ngepet aja deh," sarkasku.

"Iya, lo babinya, gue yang jaga lilin," jawab Fathia sambil tertawa. Busuk memang busuk!!

"Kelamaan sebulan, prostitusi online aja, 80 juta untuk semalam," kata Yasmin menyinggung berita yang sedang hangat.

"Kelas Ana mah, dibayar 80 ribu semalam aja udah bagus, Yas." Nesa menimpali dan rasanya ingin kulempar nampan ke wajah mereka semua.

"Na, udahlah, dicoba aja dulu. Ya, ya, ya??" Fathia memasang tampang sok imut.

Aku menatap Nesa yang terlihat paling netral, dan agak syok saat menolehkan kepala ke kiri. Yasmin tengah menatapku dengan tatapan memelas.

"Teman macam apa sih kalian!!"

1191 kata
NNISALIDA
Bekasi, 12 Januari 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro