Dua Puluh Empat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rara benar-benar dibuat salah tingkah selama di wahana Rumah Hantu. Efeknya tidak main-main. Wajah bersihnya memerah seperti kepiting yang dimasak. Sayanganya, Elang malah tidak peka.

"Udah langsung ke kamar aja." Elang mengambil keputusan setelah melihat kondisi Rara.

"Loh, belum main Bom Bom Car, Papa." Ciara mengentakkan kaki dengan kesal.

"Aku baik-baik aja, Mas. Kita selesaikan wahana yang lain dulu."

"Nggak, Dik. Ini wajahmu panas, loh. Kalau semakin drop gimana?"

Raut khawatir terlihat jelas di wajah Elang. Antara terharus dan gemas tengah dirasakan Rara melihat reaksi sang suami.

Mas! Aku kayak gini gara-gara kamu peluk. Bukan lagi demam.

"Beneran aku sehat, Mas. Nanti Ciara nangis gimana?"

"Benar. Nanti kakak nangis, Papa."

Elang menyerah diserang dua perempuan di hadapannya. Ia pun menuruti permintaan putri kesayangannya itu. Mereka menuju wahana mobil tanpa roda tersebut. Tidak perlu menunggu waktu lama untuk mengantre, mereka bertiga bisa bermain. Ciara bersama ayahnya, sedangkan Rara sendiri.

Elang sengaja menabrak mobil yang dikendarai Rara berulang kali. Tawa lepas pun menghiasai keluarga kecil ini. Terutama Ciara yang puas melihat mobil listrik yang dijalankan ayahnya terus-terusan menghalangi gerak ibunya.

"Kakak sama Papa curang ya," protes Rara begitu mereka selesai bermain.

"Udah kalau kalah ya kalah aja." Elang bertambah menjahili istrinya.

"Enggak, siapa yang kalah. Tadi kalian curang pokoknya." Rara memasang wajah cemberut.

"Kita menang ya, Pa. Mama kalah."

"Papa hebat, kan?" Elang berucap dengan penuh percaya diri.

"Mama nggak terima. Pokoknya kalian curang." Rara berjalan dengan cepat. Ia tadi tidak diberi ruang sama sekali oleh Elang. Sepanjang permainan selalu dihalau oleh Elang.

Ciara dan Elang terus tertawa. Laki-laki dengan kaus krem berkerah itu gemas karena pertama kalinya melihat Rara merajuk.

"Pa, Mama jadi marah. Nanti kalau pulang ke rumah Oma Mojokerto gimana?"

"Enggak. Kan, mau ngasih adik bayi. Mama tetap di rumah kita. Yuk, kita nyusul Mama." Elang menggandeng Ciara di sebelah kiri. Mereka pun melangkah menghampiri Rara yang masih terus berjalan.

"Jangan jalan sendirian, nanti dikira masih single," ujar Elang mensejajari langkah Rara.

Kehadiran Elang di sampingnya membuat Rara melonjak kaget. Belum sampai di situ, sikap Elang selanjutnya membuatnya kembali merasakan degup jantung yang lebih kuat. Tangan kekar itu mengusap kepalanya dengan lembut. Tidak sampai di situ, Elang meletakkan tangannya di bahu sebelah kanan. Persis seperti saat di rumah hantu tadi.

"Mama udah nggak marah?" tanya Ciara menoleh ke arah Rara.

Rara menggelengkan kepalanya. Ia lalu mengulas senyuman. Kini, dirinya sedang merasakan kenyamanan atas perlakuan Elang. Rara sungguh menikmatinya. Ia ingin membalas dengan memeluk sang suami. Namun, nyalinya masih ciut.

"Aku mau di tengah." Ciara tiba-tiba menyusup di antara ayah dan ibunya. Kedua tangannya sudah menggandeng tangan masing-masing. "Loh, tangan Mama dingin sekali."

"Masa, sih, Kak?" Rara mencoba merasakan tangannya. Memang benar yang dibilang Ciara. Tangannya dingin sekali.

"Sini lihat." Elang meraih tangan kiri Rara. "Kayaknya memang lagi sakit, Dik."

Rara mendesah pasrah. Ia tidak bisa mengelak. Elang sudah memberi instruksi untuk balik ke kamar.

Mas, ini karena tingkahmu!

***

Malam semakin beranjak. Keluarga kecil Elang sudah selesai makan malam. Mereka memilih menikmati makan malam di dekat alun-alun Kota Batu. Saat balik ke hotel, Ciara sudah ketiduran di dalam mobil.

"Ciara kecapekan ini," ungkap Rara saat menghampiri kursi belakang. "Digendong aja, Mas."

"Oke." Elang keluar dari balik kemudi. Ia berjalan menuju pintu belakang, kemudian bersiap menggendong Ciara. "Kak, udah sampai, nih."

"Udah langsung gendong aja, Mas."

"Iya. Tolong kuncikan mobilnya, Dik." Elang memberikan kunci yang dipegangnya.

Tidak lama kemudian, mereka sudah sampai di kamar. Baru beberapa menit diletakkan, Ciara terbangun.

"Mama mana?" Suara Ciara terdengar parau.

"Di sini, Sayang." Rara baru melepas kerudungnya. Ia masih bergantian dnegan elang untuk menggunakan kamar mandi.

"Tidurin kakak dulu, Ma."

"Siap, sebentar, ya."

Rara mendekat ke ranjang. Ia allau tidur di samping Ciara. Permintaan gadis kecil ini tidak hanya ditemani, tetapi meminta lengan Rara untuk dijadikan bantal. Rara mulai teringat hal yang sama saat baru menikah dengan Elang. Ciara takut Rara pulang ke Mojokerto. Hampir tiga malam, lengan Rara harus emnjadi bantalnya agar tidak pergi.

"Ciara kenapa?" tanya Elang yang sudah berganti celana pendek.

"Kebangun. Ini sepertinya udah nyenyak lagi."

"Ya udah pakai bantal biasa ini aja." Elang tidak tega melihat Rara harus menjadikan lengannya sebagai bantal. Rasanya pasti kram.

Rara perlahan menarik tangannya. Namun, dirinya malah meringis kesakitan. Lengannya kesemutan.

"Aawwwh," rintih Rara pelan.

"Kenapa?"

"Tolong angkatin kepala Ciara, Mas. Kesemutan tanganku."

Elang bergerak cepat. Ia berdiri tepat di samping Rara yang masih berbaring. Tangannya mulai mengangkat kepala sang anak.

Rara mengubah posisinya. Ia kini sudah duduk dengan menempelkan punggung di sandaran kasur.

"Sini tangannya."

"Buat apa?"

"Biar nggak kesemutan."

Rara mendekatkan tangan kirinya ke depan Elang. Sang suami pun langsung mengusap lembut lengan Rara.

"Udah berkurang?" tanya Elang sembari menatap sang istri.

Rara manggut-manggut. Ia memberanikan diri untuk menatap balik Elang. Sepasang suami istri itu pun saling menatap. Hanya bertahan beberapa detik, Elang membuat langkah awal. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Rara.

Rara tidak menduga, serangan Elang berjalan dengan cepat. Ia tahu akan terjadi sesuatu setelah ini. Rara reflek memejamkan mata begitu wajah mereka semakin tak berjarak.

TAMAT versi Wattpad

Sudah terbit versi E-book

Link ada di profile

Penasaran gak permintaan Ciara terkabulkan?

Apalagi kalau bukan adik bayi 🤭

Part 24 ini hanya sebagian saja, full bisa dibaca di ebook ya

Total ada 31 bab


Selamat hari raya idul fitri bagi yang meayakan

mohon maaf lahir dan batin

Terima kasih sudah membersamai Ciara dan kedua orang tuanya hingga bahagia



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro