Step 17 - Hukuman dari Ares

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seperti ada sambaran petir yang terdengar begitu keras, Ares tak bisa menahan emosinya ketika mendengar kabar dari kawannya bahwa sang anak dikeluarkan dari tim karena kondisi kakinya. Ares meremaskan tangannya begitu kencang, nyaris saja ponsel miliknya dibuat retak oleh amarahnya. Ia sudah dalam kondisi kepala beruap oleh amarah, pulang tanpa menujukan senyuman sedikitpun pada pekerja di rumahnya.

BRAK

"Arghhh! Tidak bisa dibanggakan!"

Satu pukulan di meja sukses membuat pekerja rumah dibuat terkejut dengan suara kencang tersebut.

Asisten rumah tangganya mencoba menawarkan untuk dibuatkan minuman kepada tuannya. "Pak, mau saya buatkan teh atau kopi?" tanyanya.

Namun, Ares dengan ketus menjawab. "Tidak perlu!"

Tidak lama setelah Ares pulang, Arasha tampak muncul dengan bantuan sang supir yang membantunya untuk berjalan masuk ke rumah. Rasa amarahnya tidak dapat dibendungkan, Ares menghampiri Arasha lalu menarik lengannya dengan kencang kemudian menyeretnya paksa.

Jelas karena shock ditarik secara tiba-tiba, Arasha sampai beberapa kali tersandung kakinya sendiri sampai terjatuh dan Ares tetap membawanya ke gudang belakang rumah mereka.

Satu tangan melayang dan mendarat sempurna di pipinya lalu beralih ke sisi punggungnya yang sudah kosong dari tasnya. Tamparan dan pukulan itu terdengar jelas, Arasha merasa yakin bila sang papa sudah mengetahui kabar tersebut dari Pak Ahmad sendiri selaku kawannya.

"Papa ... s-sakit," rintih Arasha.

Justru hal itu semakin membuat Ares memukulnya lebih kencang daripada sebelumnya dan kali ini ia tak hanya merasakan sakit pada kakinya, namun punggung dan juga perutnya yang terkena satu samsak keras dari Ares.

Air mata gadis itu lolos begitu saja di bawah lampu yang terlihat remang-remang. Tidak ada yang menolongnya kali ini, sekalipun asisten rumah tangganya yang sama sekali tidak berani melawan Ares selaku majikan yang memberikan gaji kepada mereka. Hanya doa-doa saja yang mampu mereka panjatkan.

PLAK!

Satu tamparan di pipi kanannya.

"Ini karena kamu sudah membuat Papa kecewa!"

PLAK!

Satu tamparan di pipi kirinya.

"Ini karena kamu tidak bisa mengikuti jejak kakakmu!"

BUG!

Satu pukulan di perutnya.

"Ini karena kamu gagal memenuhi ekspetasi papa!"

Tubuh Arasha sudah lemas, ia bahkan tidak sanggup lagi untuk bangun karena pukulan Ares tepat di perutnya membuat ia merintih kesakitan. Ares mengatainya sebagai anak yang lemah kemudian membandingkannya dengan Raka yang jauh bisa menahan kesakitan itu saat berada di pelatihan.

Sebenarnya, orang tua macam apa Ares ini hingga tega memukuli anaknya sendiri walaupun tau bahwa Arasha adalah anak perempuan di sana?

"Papa ... maafin Ara, Ara janji bakal jadi anak yang bisa membanggakan Papa nantinya," kata Arasha dengan suara yang lemah.

"Dengan apa?" tanya Ares dengan nada dingin. "DENGAN APA ARASHA?! Tidak menjadi TNI maupun dokter sama sekali hal yang tidak bisa dibanggakan dalam keluarga kita! Pebisnis? Orang-orang yang dulu menjadi pecundang menjadi pebisnis lalu mengemis ke kita yang memiliki penghasilan tetap untuk berhutang. Kamu mau jadi seperti mereka? Sama saja kamu jadi orang yang rendahan."

"Bukan begitu, Pa ... Ara mau jadi statis–"

"Tidak. Selain menjadi TNI atau dokter, Papa tidak akan pernah merestui keinginan kamu. Pilih salah satu dari itu, setelah ini carilah perlombaan bergengsi selain OSN dan ikuti semuanya. Tunjukan sertifikat juara pertama kepada Papa atau setelah lulus kamu tidak menjadi keduanya, kamu gak akan bisa diterima di keluarga ini lagi."

Setelah itu, Ares membuka pintu gudang dan meninggalkan Arasha sendirian.

Barulah, asisten rumah menghampirinya dan membantunya untuk dibawa menuju ke kamar. "Maafin saya ya, Non. Saya gak berani kalau bapak udah marah. Saya takut dipecat sama beliau."

"Gak pa-pa kok, Bi. Makasih udah bantuin aku."

Arasha mandi dibantu oleh sang bibi hingga bisa duduk di ranjangnya. Ia mengganti perbannya supaya tidak infeksi, Nesha sudah mengajarinya supaya lukanya tidak terbuka oleh udara. Tidak hanya itu, Arasha juga meminta air dingin untuk mengompres luka lebam akibat tamparan dan pukulan dari papanya tadi.

Sudah jam segini dan Nesha, sang mama, belum juga pulang.

Arasha memutuskan untuk tetap di kamar saja daripada makan berdua dengan papanya. Keadaan sedang tidak bagus antara keduanya saat ini.

Lewat makan malam, Nesha baru saja pulang setelah ada pertemuan dengan beberapa dokter untuk sebuah kasus. Asisten rumah tangga tak berani bercerita pada Nesha karena tatapan Ares untuk menyuruhnya tutup mulut.

"Mas, Ara di kamarnya? Dia udah makan malam?"

"Udah."

Jawaban singkat Ares membuat Nesha merasakan sesuatu yang tidak enak.

"Aku mau ke kamar Ara, ya," kata wanita itu.

"Ngapain?"

"Ya .. lihat anak kita? Siapa tau dia lagi belajar, 'kan sebentar lagi dia juga bakal ikut OSN Matematika."

Ares baru kepikiran saat itu, ia ikut Nesha menghampiri kamar putrinya dan melihat dengan jelas Arasha sedang duduk di meja belajarnya. Wajah Arasha langsung ketakutan setelah melihat Ares berada di belakang sang mama.

"Ara, jangan terlalu diforsir belajarnya–"

"Selama kamu di rumah, kamu harus belajar sampai jam sebelas malam untuk persiapan olimpiade. Makan malam akan dikirim ke kamar kamu saja, tidak boleh bermain game di luar waktu belajar tambahan. Papa mau kamu mendapatkan emas OSN tingkat nasional untuk tahun ini."

"MAS?! JANGAN GILA!"

Ares menatap wajah sang istri. "Kenapa? Ini hukuman karena dia dikeluarkan dari tim Paskibra. Memalukan."

"Gak memalukan, kamu gak lihat kaki dia kenapa? Pikir baik-baik, Mas. Mengedepankan ego sama saja mengorbankan diri orang lain," kata Nesha.

"Terserah, pokoknya dia harus menjadi nomor satu. Aku gak mau tau karena dia harus menjadi seperti Raka," ucap Ares lalu pergi dari sana.

Nesha memegang bahu Arasha. "Sayang, belajarnya secukupnya aja, ya? Mama gak marah atau kecewa kalau memang Arasha dikeluarkan dari tim, tapi jangan berkecil hati, ok? Jangan memaksakan keinginan papa kamu, nanti mama coba bujuk papa supaya mengerti keadaan. Paham?"

"Paham, Ma. Makasih banyak , Mama."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro