STEP 5 - Latihan 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Jangan malu-maluin muka papa di depan teman papa. Jaga sikap kamu selama latihan, dan pastikan kamu mendapatkan posisi paling menguntungkan untuk lomba nanti. Tidak ada keringanan apapun kalau kamu sampai tidak bisa mencapai tujuan papa. Mengerti?"

Meja makan ini hanya terdengar dua suara saja, yaitu denting sendok garpu yang beradu dengan piring, serta suara milik Ares yang menasehatinya masuk ke telinga Arasha.

Itu bukan nasehat, tetapi sebuah intimidasi secara tersurat.

Anggukan kecil kali ini adalah jawaban singkat Arasha yang tidak tahu mau merespon bagaimana. Mau menjawab 'iya' pun, mulutnya masih sibuk mengunyah nasi goreng buatan sang mama yang penuh di mulutnya.

Selesai sarapan, Arasha berangkat ke sekolah seperti biasa dan diantarkan oleh supir rumah. Ia kembali menunjukan wajah ramah yang tak boleh memperlihatkan 'tekanan' yang sedang ia alami selama ini.

Setiap siswa maupun guru maupun warga sekolah lainnya ia menyapanya dengan senyum manis hingga sampai ke dalam kelasnya. Ia memilih untuk menyenderkan tubuh ke tembok dengan menghela napas pendek.

Adel selaku teman sebangkunya yang melihat Arasha sebetulnya agak murung pun mencoba memghiburnya. Dan Arasha menerima hiburan itu meski harus berbohong bila Adel bertanya apa yang sedang dialami oleh Arasha.

Hari itu, Arasha belajar seperti biasa. Mencatat materi guru, menjawab pertanyaan, maju saat ditunjuk, dan lain-lainnya. Semua berotasi tak merubah apapun yang ia lakukan sehari-hari di kelas. Hingga jam pelajaran sekolah telah usai, ia segera mempersiapkan diri untuk latihan.

"Arasha! Yuhuuu."

Wildan memanggil dirinya dari kaca jelndela ketika Arasha baru bersiap ke toilet untuk berganti pakaian latihan. "Masuk aja, Dan," kata Arasha sambil melambaikan tangan, kode supaya Wildan mendekatinya ke dalam.

Tanpa babibu lagi, Wildan segera mendekati gadis itu dengan membawa proposal yang sebagian sudah dicetak.

"Ada apa nih paketu, aku mau latihan paskibra buat perlombaan soalnya," ucap Arasha. "Sepuluh menit kalau ngobrol bahas proposal pelatihan."

Anggukan kepala dari cowok itu mengisyaratkan kalau dia paham, dan langsung berbicara to the point. "Jadi, kata pembina proposalnya udah boleh maju dulu karena sebagian udah oke. Nanti masalah di halaman anggaran boleh menyusul. Nah, kalau hari ini kesiswaan udah tutup. Besok bisa ke ruang wakil kepala sekolah gak? Kita barang-bareng ke sananya," kata Wildan yang menjelaskan semua informasi yang didapatkannya barusan.

"Oh, bisa. Tapi, mungkin habis istirahat kedua aja, gimana? Waktunya lebih banyak gitu menurutku. Kalau mau istirahat pertama juga gak masalah. Saran aja," kata Arasha.

"Boleh. Besok ketemuan di depan ruangannya aja, nanti begitu udah masuk dan pengajuan, laporan lagi ke pembina osis," ujar Wildan menunjuk ruang kepala sekolah yang masih satu gedung dengan ruang guru.

"Oke." Arasha memberikan dua jempolnya. "Pamit dulu ya, Dan. Buru-buru mau latihan dulu. Semisal tambahan lain, chat aja."

Mengejar waktu yang sudah dia habiskan untuk mengobrol dengan cowok itu, Arasha bergegas turun dari lantai dua dan menuju ke toilet terlebih dahulu sebelum ke ruang paskibra.

Gerakan tangannya yang cepat dan gesit, Arasha berganti pakaian hanya dalam satu menit saja. Ia berlari melewati ruang dance yang terdengar ada sedikit keributan di sana. Namun, dirinya tak acuh karena harus fokus pada latihannya.

Benar saja, semua sudah berkumpul dalam ruangan. Mereka membentuk lingkaran terlebih dahulu sambil memainkan ponsel masing-masing.

Ketiak 15 menit sudah berlalu, Pak Ahmad dan Pak Sonny datang lalu meminta semua untuk segera berkumpul di lapangan dalam waktu yang sangat singkat. Semua refleks meletakkan ponsel secara sembarang, memakai sepatu meski kaki saling menginjak dan berlari secepatnya.

Pemandangan ini adalah hal lazim. Paskibra dituntut untuk disiplin dalam waktu maupun bersikap. Oleh sebab itu, Pak Ahmad geleng-geleng kepala ketika anak-anak masih di dalam ruangan sementara tadi dirinya dengan Pak Sonny sudah menunggu di lapangan selama 5 menit.

Latihan pertama yang sesungguhnya dimulai. Permulaan dimulai dengan latihan PBB dasar untuk kembali membuat barisan menjadi kompak gerakan. Harus satu kesatuan, tidak boleh melebihi gerakan, ketinggalan maupun terlalu cepat. Harus dalam tempo yang benar dan tepat.

Komandan pasukan, Dewanara, juga berlatih kelantangan suara dalam sesi latihan pertama ini. Ia sudah menghapalkan skript apa yang akan diingat dan dikatakan.

"Oke. Kalian sudah cukup stabil. Tingkatkan lagi kekompakan kalian untuk latihan berikutnya. Selanjutnya kita akan berlatih gerakan dan pola lantai dalam perubahan formasi di pertengahan waktu."

Intupsi dari Pak Sonny cukup jelas. Selanjutnya, setiap orang mulai diarahkan untuk ditempatkan di mana ketika ada komando dari Dewanara.

Gerakan mereka tak hanya berkumpul, tetapi juga bisa melebar dan menjadi bentuk lain selain persegi panjang. Karena tahun ini, Pak Sonny ingin menampilkan hal yang lebih daripada tahun sebelumnya. Bersama Pak Ahmad, mereka berdua pun sudah mendiskusikan apa saja yang akan ditambahkan dari tahun lalu.

Arasha ditempatkan sedikit melebar meskipun ia berada di tengah-tengah pas formasi awal. Pola pertama berbentuk zigzag dengan poros utama adalah barisan paling kanan.

Ia mengerti dengan baik saat diarahkan sehingga tidak sulit ketika mereka mencoba langsung dengan gerakan jalan ditempat. Tap irama ketika bergeser juga harus tepat.

"Bagus. Sudah cukup baik," Kali ini Pak Ahmad yang memberi pujian kepada mereka. "Kita lanjutkan ke gerakan berikutnya. Perhatikan dengan baik."

Sedikit demi sedikit, latihan pertama berjalan sesuai ekspetasi kedua pelatih. Terlebih lagi, suasana peserta tidak seperti sebelumnya ketika membahas masalah kostum. Dan untuk masalah kostum, sudah disepakati bahwa pendapat Rachel maupun Arasha akan digabungkan dan sample kostum sudah digambarkan sketsa design.

Akan diumumkan minggu depan hasilnya seperti apa dari kostum tersebut. Pak Ahmad merasa, kostum tahun ini akan menjadi kostum terbaik.

Sudah pukul 17.10 WIB, waktu berjalan tanpa terasa. Hampir tiga jam mereka latihan, dan sudah waktunya untuk pulang ke rumah masing-masing.

Arasha menelpon supir rumah dan memintanya untuk segera menjemput dirinya. Lalu, ia pergi ke toilet untuk buang air kecil yang sudah ia tahan sedari tadi saat latihan.

Ketika melewati ruang dance yang berdekatan dengan latihan, terdengar suara debat dan keriuhan di dalamnya.

"Udah ku bilang! Anak tari mau latihan buat FLS2N, tau! Kalian anak dance mending latihan di tempat lain. Dari minggu lalu kan udah dipake sama kalian, gantian dong!" seru seorang cewek yang suaranya begitu nyaring.

Terdengar balasan dari lainnya. "Enak aja. Anak tari dari tahun lalu juga egois, disayangi sama pembina. Gantian buat semester ini, ruangan ini buat anak dance. Kalian juga biasanya sewa tempat buat senam aerobik. Ogah banget gantian. Kita juga ada event."

"Oh, ternyata tari tradisional sama modern lagi debat. Kayaknya dari tahun lalu belum akrab ya..."

Arasha mencoba tidak ambil pusing dengan perdebatan dua aliran tarian tersebut. Ia kembali ke tujuan awal ke toilet untuk buang air kecil.

Selesai menuntaskan panggilan alam, Arasha mendapatkan telepon dari sang supir yang sudah sampai di gerbang sekolah. Tepat Arasha melewati ruang dance yang masih ribut, Gheko pun keluar dari ruangan karena telinganya hampir pecah mendengar perdebatan yang semakin menjadi-jadi.

Ia melihat Arasha yang sedang berteleponan berjalan menuju ke gerbang sekolah mereka.

Kakinya hampir saja akan mengejar, namun ia tersadar sesuatu. "Tunggu, ngapain gue mau ngejar dia?"

***

Hai. Maaf banget banyak narasinya. Soalnya stuck bikin dialog ㅠㅠ

Semoga enjoy sama part ini

- Matcha -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro