6. Kehidupan Baru di V-Bio

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah menyelesaikan proyek terakhir di Arcie Grup, Jella resmi meninggalkan perusahaan tersebut dengan bangga. Ia berhasil menyelesaikan semua tugas yang harusnya selesai selama satu bulan, hanya dalam dua minggu. Pada hari terakhirnya, wanita berambut panjang itu juga sempat mentraktir anak-anak bidang herbarium dan fitopatologi. 

"Selamat siang." Jella memasuki ruang kerja bagian fitopatologi. 

Tidak berbeda dengan ruang kerja bagian herbarium, yang ada di sana adalah perangkat serupa kantor pada umumnya. Lemari dokumen, komputer serta meja kantor yang disekat membentuk kubikel membuat ruangan itu kelihatan sumpek. Semua mata tertuju pada Jella yang membawa dua kantong besar berisi kopi dan makanan ringan. 

"Saya mau bagi-bagi rezeki, sekalian mau pamit." Dengan sigap, Jella menghampiri satu per satu meja karyawan di sana. 

"Terima kasih." 

"Nggak perlu sungkan, mau gimana juga, kita sempat menjadi keluarga, kan?" Jella bergerak ke meja Yosi.

"Lo bener-bener doyan bikin Niko kesel, ya." Pria bermata sipit itu tertawa dan menerima kopi dari Jella.

Jella hanya tersenyum. Ia memasuki ruangan Niko tanpa mengetuk. Pria bermata besar itu sudah menatapnya sinis, seolah-olah ia bisa menelan Jella kapan saja. 

"Jangan galak gitu, dong. Gue cuma mau anter kopi." Jella meletakkan segelas kopi di atas meja mantan kekasihnya. "Segelas Americano untuk mantan terpahit yang gue punya. Oh, iya. Itu pakai empat extra shoot. Jadi, lo bisa rasain paitnya. Tenang nggak gue racun, kok."

Niko diam dan hanya menatap gelas plastik yang berembun. Matanya tidak lagi menatap Jella. Ia menatap segelas kopi itu dengan sengit, seolah-olah kopi itu telah berbuat salah padanya.

"Gue pamit. Ini hari terakhir gue di Arcie Grup." Jella berbicara santai.

Niko langsung mendongak. Hanya dari matanya, Jella tahu kalau pria itu terkejut. Mata Niko yang sebelumnya menatap sinis, kini berubah sendu. 

"Eh, tenang aja. Gue nggak cabut karena lo. Gue cabut buat naikin karir gue yang kata lo nggak ada harapannya lagi." Jella berbicara dengan percaya diri.

Niko menghela napas dalam. "Jell, buat yang kemaren ...."

Jella langsung mengangkat tangannya ke udara dan hal itu berhasil membuat Niko terdiam. "Gue udah nggak butuh penjelasan. Gue cuma butuh uang gue balik. Jangan lupa. Gue tunggu transferan dari lo. Gue nggak peduli gimana cara lo bayar itu semua, yang gue mau, uang gue balik. Utuh, tanpa potongan sedikitpun. Tambahan, gue ogah ngasih diskon buat mantan."

Niko langsung menegakkan badannya dan menatap Jella sambil tersenyum. Senyum yang sulit diartikan. 

Jella sempat menahan napas ketika pria berambut tebal itu berdiri dan mengulurkan tangan. Ia mengerutkan dahi dan menatap tangan Niko tidak percaya.

"Selamat jalan. Semoga sukses." Niko kembali mengulurkan tangannya. Kali ini lebih dekat. "Gue ngomong ini sebagai rekan kerja. Lo udah banyak bantu proyek di bidang fitopatologi. Tanpa bantuan lo, gue nggak mungkin sampe di sini."

Jella tertawa. "Lah, ternyata sadar. Gue kira lo nggak sadar kalo proyek lo banyak gue bantu."

Niko kembali menghela napas dan mengulurkan tangan. "Buat yang terakhir."

"Maaf, ya. Gue nggak sudi salaman sama rekan kerja yang doyan selingkuh. Dah, gitu aja. Gue harap, urusan kita selesai sampe di sini."

Niko menarik tangannya yang menggantung di udara. "Oke. Sukses, ya, Jella."

Jella berjalan terus, meski Niko menyebut namanya, ia tidak berbalik. Ini adalah akhir dari hubungannya dengan pria itu.

***

Seperti biasa, Jella berangkat lebih pagi dari kebanyakan orang. Ia tiba di V-Bio ketika gerbang utama baru dibuka. Senyum Jella sempat membuat satpam V-Bio tercengang.

"Selamat pagi, Pak." Jella menyapa dengan suara riang.

"Eh, iya, pagi. Mbaknya, cari siapa, ya?"

Dengan bangga, Jella menunjukkan name tag terbarunya dengan tulisan bidang herbarium di bagian atas. 

"Oh, karyawan baru, ya?" 

Jella cengar-cengir. "Iya, Pak."

"Wah, Mbak, rajin banget. Biasanya Mas Tim yang dateng duluan. Ini sekarang kayaknya Mas Tim punya saingan buat dateng paling pagi."

Mendengar nama Tim, Jella langsung tertarik. Jiwa-jiwa julid dan ingin tahunya langsung membara. "Pak, mau tanya, dong. Tim itu bagian apa, ya? Kayaknya dekat banget sama Bu Alia."

Satpam tersebut belum menjawab ketika tiba-tiba ada suara klakson motor yang berbunyi.

"Ey, rajin amat lo." Tim melihat Jella dari ujung kepala hingga kaki. "Jangan-jangan belom mandi, ya, lo? Makanya bisa sampe pagi banget?"

Jella memutar bola matanya malas. "Bukannya lo yang belom mandi? Gue nyium bau-bau nggak sedap, nih."

Tim berdecak. "Kenapa lo dateng pagi-pagi?"

Jella mendengkus. "Kepo aja, apa kepo banget?"

"Bodo amat. Terserah lo." Tim melaju setelah menyapa satpam. Ia tidak memedulikan Jella yang tadinya berniat membuat Tim kesal. 

Jella berjalan ke gedung utama setelah berjalan lambat untuk mengamati sekitar. Dari gerbang utama, ia bisa melihat satu gedung dengan papan nama besar bertuliskan V-Bio. Bangunan itu adalah bangunan utama, tempat beradanya petinggi V-Bio. Di gedung itu pula Jella melakukan sesi wawancaranya.

Setelah melakukan presensi, Jella berjalan menuju gedung lain yang ada di dekat gedung utama. Ia bisa melihat banyak gedung setelah berjalan lebih jauh. V-bio terlihat sangat berbeda dengan Arcie Grup. Luas tanahnya mungkin sepuluh kali lebih luas dari Arcie Grup. Di kantor lamanya, Jella bisa pergi ke ruangan bidang lain hanya melalui lift karena tiap bidang dipisahkan lantai, tetapi di V-Bio, sepertinya betis Jella bisa saingan sama talas bogor kalau tiap hari harus berjalan ke bidang lain. Dari jauh, ia bisa melihat plang nama masing-masing divisi. Ia juga mendapati sebuah rumah kaca superbesar yang ada di ujung pandangnya.


"Oy, lo mau keliling?"

Jella sontak menoleh begitu mendengar suara Tim. Ia sempat melongo karena melihat Tim menaiki sebuah sepeda dengan tulisan V-bio di stangnya. "Sepeda dari mana?"

"Jangan harap lo bisa keliling V-Bio pake modal kaki doang." Tim menunjuk tempat parkir sepeda yang tidak Jella lihat sebelumnya. "Semua sepeda itu bebas dipake dalam kantor."

Jella melongo betulan. Ia tidak pernah membayangkan bisa bersepeda di kantor barunya.

"Ayo, mau gue anter keliling, nggak? Ya, nanti lo bakal diajak keliling juga, sih, sama orang HRD." Tim mengayuh sepedanya mengitari Jella.

Entah mengapa, wanita berambut terikat itu sangat tertarik. Ia mengambil salah satu sepeda dan mengekori Tim dengan semangat. 

Setelah mengelilingi V-Bio, napas Jella terengah-engah. Rasanya seperti baru menyelesaikan lomba lari marathon. Kaki Jella sempat gemetar. Dadanya juga terasa luar biasa panas. "Gila, ya, lo. Ngebut amat. Kalo gue nyasar gimana?"

Tim tertawa. "Lo nggak bakal nyasar di sini. Tinggal ikutin marka jalan aja." 

Jella mengembuskan napas kasar. ia berusaha mengipasi badannya yang sudah seperti kucing kecebur got.  "Entah kenapa, gue ngerasa dikerjain." 

"Lah, emang gue kerjain." Tim tertawa.  "Kalo di jam kerja, lo bisa naik itu." Tim menunjuk dua buah mobil golf yang tentu saja tidak perlu dikayuh untuk bergerak.

"Sialan! Lo beneran ngerjain gue?"

Tim tertawa terbahak-bahak. "Baru keliling V-Bio aja, lo udah kuyup kayak tempe goreng disiram kuah."

"Lo ngatain gue?" Jella kini sudah berkacak pinggang. Dari nada bicaranya, bisa dipastikan, ia siap bertengkar.

Tim masih tertawa hingga muncul seorang wanita dengan pakaian rapi dan kacamata tebal. Kontan, tawa Tim berhenti.

"Kamu Jaella Danastri?"

Jella gelagapan. "Iya, Bu."

Sial. Lagian ngapain, sih, gue ngeladenin orang gila di hari pertama kerja.

Melihat kondisinya yang kuyup karena keringat, Jella jadi merasa telah melakukan kesalahan besar.

"Kamu bisa ikut ke ruangan saya."

Fix. Mati gue.

Jella sempat menoleh pada Tim dan mengacungkan tinju, tetapi pria oriental itu malah menjulurkan lidah.

***

Terima kasih sudah membaca dan berkenan vote

Setelah ngerjain Jella, mari kita santuy aja.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro