Bab 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Greysa atau yang akrab disapa Grey menatap ke jendela kereta dengan tatapan kosong. Satu jam yang lalu dia baru selesai bimbingan melalui via zoom. Tidak disangka bimbingannya akan selesai lebih awal.

Jantungnya berdegup kencang ketika menyadari masih ada waktu untuk pergi ke stasiun kereta dan mengejar kereta itu. Dia berencana menghabiskan satu minggu liburannya di Malang. Berada sendirian di kos membuatnya terlihat kesepian, meskipun lebih santai karena tidak perlu bangun pagi dan bebas dengan kamar yang berantakan. Namun, dia rindu rumahnya.

Kurang 30 menit lagi kereta itu akan berangkat, tetapi dia baru keluar dari kos dan naik ke abang ojek menuju stasiun. Wanita itu tidak lagi mengecek jam di ponsel, melihat jam hanya akan membuatnya semakin panik.

Beruntung masih ada waktu 11 menit sebelum kereta berangkat, dia baru menginjak stasiun kereta. Dengan segenap kekuatan yang ada, dia berjalan cepat menuju pengecekan tiket kereta.

"Pak, ini tiket nya," ujar Grey dengan terbata-bata.

"Jalur 1 ya."

"Oke, jalur 1. Makasih, Pak!"

Grey langsung mempercepat langkahnya. Samar-samar dia mendengar respon bapak tadi.

"Jalur 1 ya, Grey!"

Wanita itu hendak berbalik karena kaget bapak itu menyebutkan namanya. Namun, dia tidak punya banyak waktu. Segera saja dia menuju gerbang yang memisahkan jalur kereta dan ruang tunggu.

Langkahnya terhenti. Terlihat ada kereta berwarna perak bergerak di depannya. Grey mengatur napasnya sembari menunggu kereta itu pergi dari stasiun Gubeng Baru.

"Kereta penataran, jalur 1," ucap petugas kereta api itu.

Grey langsung mendekat dan menujukkan e-tiket di ponselnya.

"Kereta penataran, Pak."

"Jalur 1, mbak. Ini nyebrang aja ke sana."

Grey mengangguk paham, dia lupa jika jalur 1 itu ada di stasiun Gubeng lama. Sudah lama dia tidak naik kereta.

Tidak lama setelah Grey tiba di dekat jalur 1, kereta pun datang. Terlihat banyak orang di sekitarnya. Wajar, libur panjang akan tiba pasti orang lain pun ingin menghabiskan waktu dengan keluarga di rumah.

So, here Grey am. Tengah duduk di kursi dekat jendela seraya menatap pemandangan di luar.

"Hm, kenapa pasien CKD diberi prednison? " gumamnya.

Pikirannya kembali kepada kasus yang didapatkannya. Grey adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Apoteker. Ada begitu banyak hal yang harus dijalaninya, salah satunya adalah Praktek Profesi Apoteker di Rumah Sakit. Saat ini Grey sedang berada di bagian Rawat Jalan, dan mendapatkan tugas studi kasus untuk diselesaikan, kasusnya kali ini berkaitan dengan CKD.

Pasien CKD atau Chronic Kidney Disease yaitu kondisi di mana terjadi penurunan fungsi ginjal secara signifikan selama beberapa waktu (lebih dari 3 bulan), sehingga CKD juga sering dianggap sebagai gagal ginjal kronis.

Kemarin wanita itu sudah mencari algoritma penyakit CKD disertai hipertensi. Obat yang diberi yaitu golongan ACEi atau ARB. Jika tidak mencapai tekanan darah yang ditargetkan maka dapat diberi golongan beta bloker, golongan CCB. Golongan obat ACEi memiliki kepajangan dari Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor, sementara ARB memiliki kepanjangan dari Angiotensin 2 Receptor Blocker.  Golongan CCB juga termasuk sebagai obat untuk menurunkan tekanan darah pasien, golongan ini memiliki kepanjangan Calcium Channel Blocker. Masih ada golongan lainnya untuk terapi penurunan tekanan darah, dengan mekanisme kerja yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama.

"Kalau beta bloker sama CCB sih artinya amlodipin sama Carvedilol udah sesuai. Tapi, kenapa harus ditambah golongan alfa bloker? Kenapa dikasih Klonidin? Kenapa dikasih prednison? Padahal prednison itu immunosupresan."

Sebenarnya dia masih kebingungan karena seharusnya diberi golongan ACEi atau ARB dulu.

"Sepertinya lebih baik aku melihat riwayat pengobatannya dulu," monolognya lagi.

Grey menyandarkan kepalanya di jendela, kepalanya mulai panas memikirkan kesesuaian terapi dan alasan diberikan terapi tersebut.

Wanita itu melihat ke diagnosis yang diberikan dokter saat pasiennya ke puskesmas.

"Dia didiagnosis tetraplegia. Hmm, mungkin itu alasan diberikan obat prednison."

Tetraplegia adalah kelumpuhan pada bagian atas dan bawah tubuh, yaitu tepatnya dari bagian leher hingga ke bawah. Kelumpuhan ini terjadi karena cedera atau penyakit yang memengaruhi sistem saraf, termasuk otak dan sumsum tulang belakang.

Berdasarkan jurnal yang dibacanya, Metilprednisolon merupakan terapi
yang paling umum digunakan untuk cedera medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat. Penggunaannya sebagai terapi utama cedera medula spinalis traumatika masih dikritik oleh banyak pihak dan belum digunakan sebagai terapi standar.

"Berarti benar. Golongan kortikosteroid diberikan karena pasien mengalami tetraplegia."

Mekanisme kerja metilprednisolon ialah menurunkan respon inflamasi dengan menekan migrasi netrofil dan menghambat peningkatan permeabilitas vaskular.

Metilprenidsolon menghambat kerja lipid peroksidase dan hidrolisis sehingga dapat menghambat destruksi membran sel. Kerusakan membran sel mencapai puncak sekitar 8 jam;
oleh karena itu, metilprednisolon harus diberikan dalam rentang waktu tersebut.

"Sekarang udah jelas diberi kortikosteroid untuk menurunkan respon inflamasi biar menghambat dekstruksi membran sel. Pasien mengalami nyeri, ada kemungkinan tekanan darahnya naik. Kenapa dikasih Klonidin?"

"Dia udah dikasi golongan CCB dihidropiridin untuk menurunkan tekanan darahnya, diberi golongan beta bloker non selektif untuk menurunkan tekanan darahnya. Lalu ada golongan alfa bloker untuk menurunkan tekanan darah juga. Golongan CCB dan beta bloker ada di algoritma terapi, sih. Nah, kenapa harus dikasih alfa bloker?"

Grey masih belum memecahkan kenapa diberikan obat tersebut. Telaah resep yang dilakukannya, ada kajian administrasi, kajian klinis, kajian farmasetik dan DRP atau Drug Related Problem. Jika ditemukan masalah dapat dituliskan disitu. Namun, dia tidak bisa sembarang dalam mengerjakannya karena akan dipresentasikan tanggal 9 Mei.

Kepalanya mumet, memikirkan kasus memang tidak semudah itu. Namun, dia masih mempertimbangkan untuk melanjutkan kuliah untuk memperoleh gelar sebagai apoteker spesialis farmasi rumah sakit.

Gadis ini menghela napas panjang, kereta sudah berjalan perlahan-lahan. Matanya terus menatap ke jendela, menikmati pemandangan hijau yang ada di sana. Beruntung fasilitas kereta api sudah semakin bagus, ada AC sehingga tidak perlu merasa terlalu panas selama perjalanan. 

"Mungkin aku pikir lagi nanti malam, pusing banget mikirin kasus ini sekarang," keluhnya lagi. 

Grey mengusap layar ponselnya, menutup file jurnal-jurnal yang dibaca untuk menunjangnya mengerjakan studi kasus ini. Pada akhirnya, dia akan memilih untuk melihat konten yang ada di sosial media, entah konten dari idola kesayangannya, atau konten lucu yang menghibur. Rasa penat di pikirannya semakin menjadi-jadi. Dia lelah, ingin menikmati liburan singkat ini.

Keberadaan apoteker itu penting, karna profesi inilah yang mempelajari lebih dalam mengenai obat dan terapinya. Semua profesi itu penting dan perlu kerja sama karena masing-masing memiliki kompetensi masing-masing.

Perjuangan untuk menjadj apoteker luar biasa. Kuliah S1 selama 4 tahun, lanjut dengan kuliah profesi apoteker selama 1 tahun. Ditambah lagi ujian kompetensi apoteker yang akan dihadapinya di bulan Agustus.

Untuk menjadi apoteker sangat sulit. Semoga yang disemogakan dapat tercapai. Menjadi apoteker yang dapat berkontribusi dan menolong orang lain dalam menggunakan obatnya. Semua demi dan untuk kesehatan pasien.

💊


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro