12. Meninggal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"A-apa? Papa---"

Dena mematikan ponselnya. Dena dengan segera bergegas mengemas beberapa barang yang ia perlukan.

Masa bodoh dengan pekerjaan. Ia bisa izin nanti. Yang terpenting, ia harus pulang dulu ke Bandung hari ini.

"Eh, mau ke mana? Gue bawa---"

"Bim, gue buru-buru."

Dena langsung pergi meninggalkan Bima begitu saja. Cowok itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Tak biasanya Dena bersikap begitu.

Di lain tempat, Fatur duduk di balkon kamarnya. Cowok itu berkali-kali menjambak rambutnya kasar. "Tur, ayolah jangan gengsi gini dong."

"Ah! Lagian Lucy ngapain sih pake dateng segala?"

"Bang, Bang Fatur, Bang!"

Fatur berdecak kesal. Cowok itu membalikan badannya. Matanya melotot kala mendapati Rios--sepupunya yang sudah berjalan ke arahnya dengan ponsel yang berada digenggaman cowok itu. "Wifi gue sama Papa dicabut. Tetring dong."

"Lo gak ada kerjaan lain apa? Bisa gak sekali-kali dateng tuh bawa jodoh buat gue? Kenapa---"

"Brisik ah. Cepet nyalain."

Fatur mengelus dadanya pelan. Menghadapi Rios memang harus ekstra sabar.

"Lagian mau ap--"

"Nonton Hanifan. Udahlah nyalain cepetan!" kesal Rios.

Hanifan adalah salah satu atlet pencak silat asean game yang diidolakan oleh Rios. Cowok itu seolah tak ada capenya menonton berulang-ulang saat Hanifan berada di gelanggang hijau.

"Abis kuota gue! Jangan nonton you tube!"

"CEO kok miskin."

***

Fatur berjalan memasuki ruangannya. Namun, alisnya berkerut kala tak mendapati Dena di meja kerja gadis itu.

"Den, mulai sekarang kita seperlunya aja."

Ucapannya kemarin langsung melintas begitu saja di fikirannya.

Jantung Fatur berpacu begitu cepat. "Gak! Mana mungkin dia ngundurin diri."

Fatur langsung berlari ke meja HRD. Cowok itu terlihat rusuh sendiri, bahkan karyawannya yang tengah berlalu-lalang menatap heran ke arah Fatur. "Mana Dena?" tanya Fatur.

"Oh, Mbak Dena izin selama 4 hari ke depan, Pak. Katanya---"

"Kenapa gak ada konfirmasi apapun sama saya?!" tanya Fatur.

"Pak tenang dulu."

"Mana bisa saya tenang? Di mana dia sekarang?" tanya Fatur.

"Pak, Mbak Dena izin karna Papanya meninggal kemarin sore. Dia izin juga mendadak banget."

Fatur terdiam. Papanya Dena meninggal? Fatur langsung berlari masuk ke dalam ruangannya.

Mengambil kunci mobil kemudian berjalan keluar. Namun, seakan teringat sesuatu, Fatur kembali ke arah meja HRD. "Kamu tau alamat rumah Dena di mana?"

"Bandung, Pak. Di Rancamanyar."

"Gak bisa yang deketan dikit gitu? Saya gak tau jalan Bandung!" kesal Fatur.

"Pak, mana bisa gitu."

Fatur melotot, "Harus bisa. Bilang sama Dena pindah rumah sekarang ke yang lebih deket."

"Nanti Dena pindah rumah ke sini kalau udah nikah sama saya, Bos."

Fatur membalikan badannya. Cowok itu memicingkan matanya tak suka, "Kembali ke kerjaan kamu!" titah Fatur.

Bukan apa-apa. Jika hari ini Bima izin dan datang ke rumah Dena yang berada di Bandung, bisa bahaya.

Nanti Dena nempel-nempel pada Bima. Mana bisa Fatur melihat itu.

"Bos, saya mau---"

"Gak! Saya gak izinin kamu bolos hari ini!"

"Lah? Saya mau isi absen, Bos. Permisi, Bos ngalangin jalan," kata Bima.

Fatur merapatkan bibirnya. Bisa-bisanya ia malu gara-gara sikap Bima. "Ah udahlah, kalian semua kerja yang bener. Jangan ada yang bolos. Terutama kamu, Bima!"

"Lah kok saya, Bos?"

***

Kurang lebih selama tiga jam Fatur mengendarai mobilnya. Cowok itu terlihat mencari-cari jalan menuju rumah Dena yang bahkan ia sama sekali tak tahu di mana letaknya.

"Demi lo nih gue kaya gini, Den."

Fatur mengembuskan nafasnya pelan. Cowok itu beralih meraih ponselnya kemudian menelepon Dena.

Sekali dua kali tak diangkat. Namun, kali ketiga akhirnya telepon tersambung. "Den, saya di Bandung."

"Ngapain, Pak?"

"Nyari kucing. Ya mau ke rumah kamu lah. Saya udah di daerah rancamanyar nih. Deket Alfa depan apotik."

"Tunggu di situ, Pak."

Sambungan terputus.

Fatur memilih turun dari mobilnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada badan mobil sesekali melihat keadaan sekitar. "Lama banget sih," kesal Fatur.

Suara musik terdengar. Ia merasakan tepukan seseorang pada pundaknya. Fatur membalikan badannya.

Matanya membola, "Mamaa badut!"

Fatur langsung masuk ke dalam mobilnya kembali. Cowok itu menutup wajahnya menggunakan telapak tangan.

Si badut itu mengetuk kaca mobil milik Fatur. Fatur masih histeris dengan itu.

Sedari kecil, Fatur memang takut pada badut. Entah karna apa, tapi yang jelas ketakutannya itu masih bertahan sampai sekarang.

"Pak!"

Fatur menurunkan tangannya. Cowok itu kembali membuka pintu mobilnya. "Den, kenapa lama banget?!"

"Maaf, Pak. Saya baru aja pulang dari pemakaman."

Fatur terdiam. Cowok itu beralih menatap wajah Dena yang terlihat sembab.

Tangannya terulur mengusap pipi gadis itu, "Saya tau kamu kuat, Den," kata Fatur.

"Makasih, Pak. Bapak sengaja ke sini?"

"Sengaja."

Dena mengerjapkan matanya beberapa kali. Benarkah? Fikir Dena.

"Sengaja ngunj--"

"Jangan geer kamu. Saya sengaja ke sini mau main-main sekalian liburan. Bukan mau ke rumah kamu. Gak ada kerjaan banget saya ngunjungin kamu," ujar Fatur.

Dena tersenyum tipis, "Bapak ke sini ada apa, ya? Ada pekerjaan yang---"

"Jangan fikirin pekerjaan dulu. Kamu lagi dalam suasana duka, saya ke sini sengaja mau hibur kamu."

"Katanya mau liburan? Kok---"

"Eh, maksud saya, tadi, apa, itu!"

Fatur memukul mulutnya sendiri. Cowok itu tersenyum paksa ke arah Dena, "Btw, makasih udah usir badut tadi," ujar Fatur malu.

Dena menahan tawanya. "Bapak masih takut sama badut?" tanya Dena.

"Saya gak takut! Saya lebih takut kamu nikah sama bima."

Namun sayangnya, kalimat terakhir Fatur ucapkan dengan begitu pelan.

Dena mengangguk-anggukan kepalanya, "Mau ke rumah dulu, atau mau pulang---"

"Saya mampir. Ayok! Saya mau minta restu."

"Hah?"

TBC

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang nungguin notif jangan Geer?:v

Ada yang ingin disampaikan untuk

Fatur

Dena

Bima

Rios

See u next part guys!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro