13. Ngelamar?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Fatur memasuki rumah Dena yang nampak ramai dengan keluarga gadis itu. Fatur mengusap kepala belakangnya sendiri. "Kenapa kamu gak bilang banyak orang gini, Den?" tanya Fatur.

"Bapak gak nanya."

Dena memilih mengajak Fatur untuk bertemu dengan Mamanya. "Ma, Pak Fatur," kata Dena.

Elisa mendongak. Wanita itu tersenyum, "Oh, Fatur. Apa kabar?" tanya Elisa.

"Baik, Tan. Tante apa kabar?" tanya Fatur.

"Saya baik-baik aja," jawabnya.

Fatur menganggukan kepalanya pelan, "Saya turut berduka cita ya, Tan."

"Iya, makasih, Tur."

Dena hendak pergi. Namun, Fatur menahan lengan gadis itu. "Mau ke mana?" tanya Fatur.

"Anu---"

"Fatur, Dena, Mama ke kamar dulu ya. Kalian ngobrol-ngobrol aja. Maaf banget makanannya cuman seadanya," kata Elisa.

Fatur tersenyum dan menganggukan kepalanya.

Fatur dan Dena akhirnya memilih duduk di lantai berlapiskan karpet. Cowok itu menatap Dena yang sedaritadi terdiam. "Den, kamu kenapa?" tanya Fatur.

"Saya gak papa, Pak. Masih gak nyangka aja Papa ninggalin saya secepet ini," ujar Dena.

Tangan Fatur terulur mengusap pipi gadis itu. Dena tersentak, ia langsung menatap Fatur. "P-pak--"

"Jangan geer. Saya gak suka liat cewek nangis. Semua cewek saya giniin," sahut Fatur.

***

Tiga hari berlalu, Dena kini sudah kembali ke kantor untuk bekerja. Banyak ucapan-ucapan yang teman-temannya berikan untuk Dena.

Dena memilih masuk ke dalam ruangannya. Gadis itu beralih menyalakan komputernya.

Sebuah kotak cincin tiba-tiba saja tersimpan di depannya. Dena mendongak, matanya bertemu dengan mata milik Fatur.

Cowok itu memamerkan senyumnya, "Cincinya bagus, gak?" tanya Fatur.

"Bagus, Pak," jawab Dena seadanya.

Fatur menarik tangan kiri Dena, membawa cincinya kemudian menyematkannya pada jari manis gadis itu. "Suka?" tanya Fatur.

Dena tak mengerti. Jantungnya berpacu dua kali lebih cepat dari biasanya. "Maksudnya apa, ya Pak?" tanya Dena.

"Saya ngelamar kamu, Dena! Kenapa gitu aja kamu gak ngerti?!" tanya Fatur kesal.

Dena membulatkan matanya. Gadis itu menatap cincin di tangannya, "Maaf?" ujar Dena.

Fatur berdecak. Cowok itu melepaskan cincinnya kembali, "Jangan geer! Yang tadi saya cuman latihan ngelamar Lucy!" kesal Fatur.

Ah! Dena masih saja tidak peka rupanya.

Dena menundukan kepalanya. Mengapa rasanya sakit sekali? Apa harus Fatur mempermainkannya begitu?

"Cincinnya bagus, Pak. Mbak Lucy pasti cantik kalau pakai itu."

"Lebih cantik kalau kamu yang make," jawab Fatur tanpa sadar.

"Hah?"

"Apa?" tanya Fatur.

Dena menggeleng. Tidak, Dena tidak boleh geer.

Fatur memasukan cincinnya pada kotaknya lagi. Saat berbalik, ia dikejutkan dengan kehadiran Lucy yang secara tiba-tiba.

Gadis itu tersenyum kemudian memeluk Fatur. Fatur melotot, cowok itu sontak berbalik menatap Dena yang mematung. "Wah, cincin? Kamu beliin ini buat aku?" tanya Lucy antusias.

Dena membuang arah pandangnya. "Maaf Lucy, tapi---"

Fatur memejamkan matanya sesaat. Bodoh, mengapa juga dirinya harus mengatakan bahwa ini untuk Lucy? Jika Fatur bilang bukan, Dena otomatis akan kegeeran bukan?

"Ya, ini buat kamu," kata Fatur akhirnya

Dena tersenyum paksa. "Kalau gitu, saya permisi Pak, Mbak," kata Dena.

Fatur menelan salivanya susah payah. Perubahan Dena terlihat dengan jelas.

Apa dirinya menyakiti hati gadis itu? Tapi, jika Dena berubah begitu, bukankah artinya ia memiliki perasaan yang sama dengan Fatur?

Di sisi lain, Dena duduk di dapur kantor sendirian. Lagi-lagi, ia terusir di ruangannya. Mengapa juga si Bosnya tidak membuat ruangan khusus untuk Dena?

Kalau begini terus, namanya mengganggu pekerjaan Dena.

"Cemberut mulu nih calon isteri gue. Mau gue bikin kopi?"

Dena mendongak menatap Bima yang berdiri di depannya. Cowok itu menyimpan kopinya kemudian duduk di depan Dena. "Kenapa, sayangku?" tanya Bima lebay.

"Apaan sih? Gue gak papa."

"Ah, muka lo gak bisa dibohongin. Kitakan udah sehati, Den. Kalau lo sedih, gue juga ikutan sedih," kata Bima.

Dena tertawa pelan. Bisa saja pria itu. "Btw, gue turut berduka cita ya, maaf banget gue gak bisa dateng ke sana," ujar Bima lagi.

Dena mengangguk dan berterima kasih. "Malem ini gue traktir batagor mau gak? Biar lo gak sedih-sedih mulu," ujar Bima.

"Gue gak mood, Bim."

"Kalau gue lamar, mood gak?" tanya Bima seraya menaik turunkan alisnya.

Dena tertawa, "Ap--"

"Dena, ikut saya."

Dena dan Bima mendongak. Fatur dengan tangan yang ia masukan ke dalam celana bahannya, menatap tajam ke arah Bima. "Bos, lamaran saya diterima dong sama Dena," kata Bima.

Fatur memicingkan matanya menatap Dena meminta penjelasan. Dena tersenyum, "Ya, saya sama Bima resmi jadian. Iya kan, Bim?" tanya Dena.

"Hah?" Bima melongo.

Fatur tanpa aba-aba langsung menarik pergelangan tangan Dena dan membawanya berjalan menuju ruangannya.

Sesampainya di sana, Fatur menatap Dena tajam. Tangannya mencengkram dagu gadis itu, "Bilang kalau kamu bohong, Dena," kata Fatur dengan nafas memburu.

"Pak, saya gak bohong."

"Kamu bohong."

"Pak! Saya gak bohong," jawab Dena kekeuh.

Fatur menggelengkan kepalanya. Cowok itu menjauhkan tangannya dari dagu milik Dena. "Kamu serius udah gak punya perasaan apa-apa sama saya, Den?" tanya Fatur.

"Maksud, Bapak?"

"Ah, udahlah. Kamu jangan geer! Bagus kalau kamu udah gak suka sama saya. Sana sama Bima aja, saya masih punya Lucy kok," jawab Fatur.

Dena mengerjapkan matanya beberapa kali. Mengapa Fatur tidak jelas sekali?

"Den, kamu serius sama Bima?" tanya Fatur lagi.

"Saya---"

"Jangan geer! Saya gak cemburu. Saya cuman tanya," kata Fatur.

TBC

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin di sampaikan untuk

Dena

Fatur

Bima

Lucy

Kalian ngeship pasangan mana nih?

Dena Fatur atau DenaBima?

See u guys!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro