2. Jangan geer!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Dena."

"Iya, Pak?"

Fatur berdehem singkat. Pria itu melirik ke kanan dan ke kiri. "Soal tadi yang dibicarain sama adik saya, kamu jangan geer," ujar Fatur, "Saya baru aja pulang dari Amerika beberapa bulan yang lalu. Saya mana sempet cabutin foto kamu di tembok. Sayakan orang sibuk."

"Iya, Pak."

"Ya sudah. Kamu mau pulang?"

Dena menatap Fatur. Wanita itu menganggukan kepalanya pelan. "Iya, Pak," jawab Dena.

"Bareng saya aja."

"Hah?"

"Kamu jangan geer. Lagipula, jalan rumah saya dan apartement kamu searah. Bukan apa-apa, kamu itu baru sehari kerja sama saya. Saya gak mau ada kariyawan yang bolos--"

"Gak usah, Pak. Saya bareng temen saya, kebetulan dia juga baru pulang--"

"Kamu berani nolak saya? Bilang sama temen kamu. Kamu pulang sama saya!" tekan Fatur.

Dena menghela nafasnya. Jika saja ini bukan hari pertamanya bekerja, sudah ia pastikan manusia di depannya ini tenggelam di rawa-rawa. "Iya, Pak," jawab Dena akhirnya.

Fatur memilih berjalan keluar mendahului Dena. Setelah dirasa punggung pria itu menghilang, Dena menghentakan kakinya kesal. "Dosa apa gue punya mantan kaya gitu!" kesalnya.

"Lagian dari sekian banyak kerjaan, kenapa gue harus ngelamar ke sini coba?" ujarnya lagi.

"Saya dengar kamu ngomongin saya! Cepet keluar."

Dena melotot kala mendapati Fatur yang bersandar pada pintu seraya menatapnya tajam.

Kaya setan aja.

Dena lantas meraih tasnya dan memilih berjalan mengikuti Fatur. Keduanya berjalan memasuki lift.

Saat di dalam sana, Dena menghela nafasnya berkali-kali. Mengapa liftnya mendadak lama sekali terbuka?

Padahal biasanya jika ia sendiri tak selama ini, fikirnya.

Fatur melirik Dena yang tengah menggosok-gosokan tangannya sendiri. Pria itu menghela nafasnya pelan, "Kamu kedinginan?" tanya Fatur.

"Nggak Pak."

Fatur melepas jas kantornya. Pria itu memberikannya pada Dena. "Jangan geer. Saya ngasih ini karna saya gak mau sekretaris baru saya sakit. Bukan apa-apa, besok saya ada jadwal meeting sama klien, dan itu penting," ujar Fatur.

"Ambil." Fatur memberikannya lagi.

Dena akhirnya memilih mengambilnya dan memakainya. Wanita itu terlihat membuang mukanya.

Padahal saat pacaran dulu, Fatur tak pernah bersikap begini. Apa penyebabnya karna ia terlalu lama di luar negeri?

Ah, untuk apa juga ia memikirkan itu.

Tring

Lift terbuka. Fatur dengan langkah angkuhnya berjalan mendahului Dena. Dena dengan susah payah berjalan mengikuti Fatur.

"Pulang, Pak?" sapa satpam perusahaannya.

"Iya, saya duluan ya."

Fatur masuk ke dalam mobilnya. Dena akhirnya memilih ikut masuk ke dalamnya.

Di dalam sana, Dena duduk seraya menatap lurus ke arah jalanan. Fatur melirik wanita itu sekilas. "Kamu tinggal di apartement sendirian?" tanya Fatur.

"Iya, Pak."

"Kenapa?"

"Mama saya dan Papa saya tinggal di Bandung," jawab Dena.

Memang tadi siang Dena sempat bercerita bahwa dirinya tinggal di Apartement sendirian. Tapi soal alasan, Fatur baru mengetahuinya sekarang. "Ekhem ... Suami kamu?" tanya Fatur.

"Saya masih gadis, Pak," jawab Dena malas.

"Kamu nggak lagi mengkode minta balikan, kan?" tanya Fatur.

Dena melotot. Wanita itu gemas sendiri. Ada satu hal yang tidak berubah dari Fatur.

Cowok itu masih menyebalkan.

"Nggak, Pak."

"Bukannya saya dengar kamu mau menikah setelah lulus SMA? Kenapa nggak jadi?" tanya Fatur.

Dena melirik pria itu sebentar. "Dia milih pacarnya," jawab Dena malas.

"Bagus."

Bagus-bagus pala lu somplak. Cibir Dena dalam hati.

Lagipula, mengapa juga Fatur harus se-kepo itu? Toh Dena dan Fatur bukannya tak ada hubungan apa-apa lagi selain rekan kerja?

"Den, saya bujang."

"Terus?"

"Nggak. Saya cerita aja," jawab Fatur.

Hening. Fatur memilih fokus mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang.

Tak lama, mobilnya berhenti tepat di gedung apartement yang lumayan besar. Pria itu melirik Dena sekilas. "Kalau kamu nawarin saya masuk, saya nggak mau. Enak aja, nanti kita digerebek terus disuruh nikah paksa lagi," ujar Fatur.

"Lagipula siapa yang mau nawarin bapak masuk?" tanya Dena sewot.

"Siapa tau kamu masih mau berduaan sama saya."

"Kelamaan membujang bikin bapak punya tingkat kepercayaan diri yang tinggi, ya?" tanya Dena kesal.

Fatur tersenyum miring. "Ya, nggak pede nggak nikah," jawab Fatur.

"Tapi buktinya Bapak belum nikah sampai sekarang!"

"Kenapa kamu sewot? Kamu mau nikah sama saya?" tanya Fatur dengan satu alis yang terangkat.

Dena memicingkan matanya tak suka. Wanita itu langsung melepas sabuk pengamannya. "Makasih udah anterin saya, Pak," ujar Dena.

"Sama-sama. Sana masuk, udara malem gak bagus."

Dena yang hendak membuka pintu mobilnya, langsung mengalihkan pandangannya menatap Fatur. Cowok itu mengangkat dagunya songong. "Kenapa? Baper?" tanya Fatur.

Dena memilih menginjakkan kakinya ke tanah. "Dena," panggil Fatur.

"Kenapa lagi, Pak?" tanya Dena kesal.

"Jas saya."

Wajah Dena memerah. Wanita itu lantas membukanya dan memberikannya pada Fatur. "Saya duluan, Pak."

Gadis itu berlari meninggalkan mobil Fatur yang masih terparkir. Sudut bibir Fatur perlahan terangkat.

***

Dena memegangi dadanya sendiri. Gadis itu memejamkan matanya di atas kasur.

Rasanya sulit dipercaya. Orang yang selama ini menghindarinya, kini malah menjadi bosnya. Terlebih, sikapnya sejak SMA dan sekarang sangat jauh berbeda.

Dena menghela nafasnya pelan. Gadis itu meraih hoodie yang sempat pria itu beri di hari ulang tahunnya saat itu.

"Fatur, gue ngerasa asing banget sama kita yang sekarang," gumam Dena.

"DENA! Yuhuuu!"

Dena mengusap air matanya. Gadis itu beranjak kemudian menyimpan hoodienya kembali.

Dengan langkah terburu-buru, Dena berjalan keluar dari kamarnya. "Ivi! Jangan berisik!" kesal Dena.

"Eh btw gimana? Lo di terima? Bosnya gimana? Ganteng gak? Bukan aki-aki perut buncit, kan?"

Dena duduk di atas sofa. Gadis itu menatap Ivi sedih. "Vi, bosnya Fatur," adu Dena.

"Hah?!"

TBC

Hallo! Gimana part keduanya?

Ada yang ingin disampaikan untuk

Fatur

Dena

Btw, Novel Dari Hanin untuk Malik masih bisa dipesan lewat penerbit ya!

Oke see u next part<3

Sumedang, 3 Desember 2020.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro