23. Pelet

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Lucy, aku ke luar dulu sebentar. Nanti aku balik lagi, kamu ngobrol aja sama Dena."

Fatur langsung keluar dari dalam ruangannya. Lucy lagi-lagi datang ke kantor Fatur.

Risih? Tentu saja. Siapa yang tidak risih kerjaannya direcoki terus menerus. Apalagi, statusnya dengan Lucy tidak jelas.

"Seharusnya kamu keluar kalau saya datang. Kenapa? Kamu sengaja biar Fatur jaga jarak sama saya?"

Dena yang semula fokus pada komputernya, langsung mengangkat wajah menatap Lucy. "Maaf, Mbak. Kerjaan saya banyak, saya gak mungkin ninggalin gitu aja."

"Dugaan saya bener? Kamu mau deket-deket sama Fatur?"

"Mbak, saya sama sekali gak ada niatan buat deketin Pak Fatur. Jangan terlalu parnoan deh, Mbak," sahut Dena.

Lucy terkekeh sinis, "Kamu sama saya itu jauh, Dena. Saya sama Fatur itu sama-sama orang terpandang, sedangkan kamu? Banyak-banyak sadar diri, deh."

"Inget, Dena. Ancaman saya masih berlaku, kalau kamu berani deket-deket Fatur saya jamin kamu keluar dari perusahaan ini dan gak akan diterima di perusahaan manapun."

"Jadi kamu yang ngancem Dena?"

Dena dan Lucy mengalihkan pandangan mereka. Wajah Lucy terlihat kaget, sedangkan Dena ia tak peduli dan memilih kembali fokus pada pekerjaannya.

Fatur mendekat, "Kamu gak ada hak apapun buat larang-larang Dena."

"Aku gak nyangka kamu kaya gini, Cy," sambung Fatur.

Tatapan pria itu terlihat kecewa. Lucy diam, gadis itu menggeleng, "Tur, aku---"

"Pergi. Dan jangan pernah balik lagi ke sini."

Lucy menatap Fatur dengan mata yang mulai berkaca-kaca, "Kamu ngusir aku?" tanya Lucy.

"Apa ada alasan yang kuat buat aku gak usir kamu?"

"Tur, kamu kaya gini demi cewek itu? Demi---"

"Demi orang yang aku cinta," potong Fatur.

Dena mendongak, apa ia tak salah dengar? Fatur ... Mencintainya?

Lucy menggeleng tak percaya, "Kamu jahat, Tur. Aku yang selalu ada buat kamu, aku yang sembuhin kamu waktu kamu sakit hati karna dia. Dan sekarang, kamu---"

"Cy, sadar! Kita gak akan pernah bisa sama-sama. Kapan kamu sadar?"

Lucy menggeleng. Gadis itu langsung meraih tasnya dan pergi meninggalkan ruangan Fatur.

Bersamaan dengan itu, Fatur menatap Dena tajam. "Kenapa kamu gak pernah bilang soal ini?" tanya Fatur.

"Buat apa, Pak?"

"Den ... Astaga, penolakan kamu kemarin itu nyakitin saya, apa kamu gak sadar?" tanya Fatur.

Dena tertawa pelan, "Nyakitin? Bukannya Bapak gak punya perasaan ya sama saya? Apanya yang---"

"Punya! Jelas punya, kamu itu gak pernah peka ya? Menurut kamu saya bulak balik nyatain perasaan, cari-cari alesan biar bisa berduaan sama kamu itu apa?" tanya Fatur kesal.

Cowok itu menghela napasnya, "Sayanya aja yang telalu takut kamu nolak saya. Jadi, saya---"

"Heh! Jangan tatap-tatapan! Dosa!"

Pekikan itu sontak membuat Dena dan Fatur mengalihkan pandangan mereka.

Di ambang pintu, Rizki--tercengir lebar saat mendapati tatapan tajam dari Fatur.

"SAHABAT LAMA!" pekik Rizki.

Cowok itu berlari kemudian melompat memeluk tubuh Fatur. Fatur melotot, cowok itu langsung mendorong tubuh itu. "Lepas!" kesal Fatur.

Rizki melepas pelukannya. Cowok itu menatap Fatur tak percaya, "Tur, lo gak inget apa yang pernah kita lakuin dulu? Dulu kita saling menyayangi, Tur," kata Rizki dramatis.

"Bacot. Ngapain ke sini? Mulung? Pergi sana, gak nerima pemulung," usir Fatur.

"Mau ngemis, gue sama Ivi mau nikah, tapi buat biaya sewa dangdutan gak ada. Ayo patungan! Lo nikah sama Dena sekalian," ajak Rizki dengan mata berbinarnya.

Fatur melotot, "Gak! Siapa yang mau---"

Ia menggantung kalimatnya. Namun, setelahnya ia melirik Dena. "Den, mau nikah sama saya, gak?"

Eh?

Dena menoleh. Gadis itu menatap Fatur dan juga Rizki secara bergantian.

"Eh, apa, Tur? Saya? Anjir!" Rizki menahan tawanya.

"Saya ... Pfft ... Den, saya ganteng ... Hahaha." Rizki tertawa menggebrak meja Dena beberapa kali.

Fatur memukul kepala cowok itu dengan kesal, "Minggat lo!" usir Fatur kesal.

"Saya ... Aduh, saya pergi ke pasar ... Pfft ...." Rizki mengusap sudut matanya yang sedikit berair.

Dena dan Fatur saling tatap. "Ki, lo sakit. Mending lo pulang deh," usul Dena pelan.

"Dena! Apa tadi salah satu bentuk perhatian kamu sama Rizki? Tarik kata-kata kamu. Kamu cuman boleh perhatian sama saya!" kata Fatur dengan mata yang menatap tajam ke arah Dena.

"Tur, lo diem di Amerika ke jeduk apaan? Kejeduk monas?" tanya Rizki tidak nyambung.

"Monas di Jakarta, sialan!" balas Fatur kesal.

Pintu ruangan terbuka. Kepala seseorang menyembul di sana. Ia tercengir, "Pak, minta tanda tangan!" katanya.

"Tur, lo artis? Buset, emang muka kaya lo laku jadi artis?" tanya Rizki.

Fatur memijat kepalanya pelan. "Masuk," perintah Fatur tanpa menjawab pertanyaan Rizki.

Orang itu masuk kemudian menyerahkan map pada Fatur. Ia menatap Rizki, alisnya bekerut. "Eh, youtuber! Buset, mimpi apa gue ketemu Bang Rizki?"

"Yo mamen! Lo fans gue?!" pekik Rizki girang.

"Bukan, muka Abang pernah jadi bungkus gorengan Emak saya."

Fatur dan Dena sontak tertawa mendengar jawaban itu.

"Tur, tahan gue! Gue mau ngamuk! Graauur aing maung!" kata Rizki.

Fatur mendorong pipi Rizki dengan kesal, "Udah mau nikah bukannya makin waras malah makin jadi."

Fatur memilih menanda tangan isi dari map itu. Kemudian, ia memberikan mapnya pada orang tadi.

"Den, pulangnya bareng gue ya! Nanti kita ngongki-nongki di tukang batagor."

Yap, orang tadi adalah Bima.

"Jangan macem-macem kamu Bima!" peringat Fatur.

Rizki menatap Fatur dan Bima secara bergantian. Tangan Rizki terulur menepuk bahu Bima. "Satu macem gak papa. Ayo terusin, gue dukung lo," kata Rizki.

"Ki!"

"Wah, Bang Rizki baik ternyata. Nanti saya bawa ke tukang batagor ya, Bang!" ajak Bima.

Wajah Rizki berbinar, "Diteraktir?"

"Bayar sendiri."

Dena lagi-lagi tertawa. Benar dugaannya jika Rizki dan Bima dipertemukan pasti tidak akan beres.

"Pelit lo, Denanya gue pelet nih," ancam Rizki.

Bima mengangguk, "Boleh, tapi nanti ke tukang peletnya bareng ya, Bang? Saya juga mau melet Dena soalnya," kata Bima.

Rizki mengangguk dan mengacungkan jempolnya. "Boleh, nanti bayarnya patungan ya, biar gak mahal," jawab Rizki.

Fatur langsung menarik Dena agar keluar dari dalam ruangan. Biarkan saja dua manusia itu membicarakan sesuatu yang sama sekali tidak bermutu itu.

Saat sampai di luar, Fatur menatap Dena. "Saya minta maaf soal Lucy yang ancem kamu."

"Gak papa."

"Ada yang mau saya bicarain, Den," kata Fatur.

Dena mangangkat sebelah alisnya. "Apa?" tanya Dena.

Fatur berdehem pelan, "Ayo nikah di nikahannya Rizki. Biar saya gak makan banyak biaya."

TBC

Ada yang nunggu? Maaf banget baru update huhu ...

Semoga suka ya^^

Ada yang ingin di sampaikan untuk Fatur

Dena

Lucy

Rizki

Bima

See you next part guys!<3


FYI : Cerita ini real dari hasil pemikiran saya sendiri. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, atau yang lainnya itu real atas dasar ketidak sengajaan. Jadi tolong, sebelum bilang cerita ini mirip cerita lain yang bahkan sama sekali gak saya tau, coba lihat baik-baik terus bandingkan.

Saya menyiapkan cerita ini sudah dari jauh-jauh hari, bahkan saat cerita Hanin dan Malik masih saya proses. Terimakasih<3

Semoga suka dengan part ini<3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro