PROLOG

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

♡♡♡

Rautnya menyungging senyum ketika melihat gadis cantik yang ia kenal mendekat ke arahnya. Lesung pipi pun mengiringi senyum remaja yang baru menginjak kelas 3 SMA itu. Januar Adima, salah satu murid pemiliki prestasi terbaik di SMA Taruna. Dia memiliki wajah khas bule, postur tubuh tinggi, dan pintar, membuat siswi terkagum-kagum dengan sosok Januar yang akrab disapa Ari. Ari menjadi idola di SMA Taruna karena kepintarannya dan ketampanannya. Dia terkenal pendiam, ramah, dan sopan. Tak heran jika guru-guru pun sering memuji karena kesempurnaan pada dirinya. Walaupun baru beberapa bulan masuk SMA Taruna, Ari mengungguli predikat siswa terbaik sebelumnya di SMA Taruna. Semua yang Ari miliki tak membuatnya besar kepala. Dia tetap sederhana dan bersikap seperti layaknya murid biasa.

"Ri, ke kantin, yuk?" ajak gadis berambut hitam lurus yang kini duduk di sebelahnya.

"Aku masih ada tugas, Lis." Ari menolak. Tatapannya masih pada buku yang ada di atas meja.

Lisa mengembuskan napas. "Lo sudah pintar, Ri. Ngapain masih sibuk belajar? Bukannya orang pintar itu nggak mesti kudu belajar terus?" Lisa protes. Lebih tepatnya kesal karena Ari mengabaikan permintaannya.

Ari hanya tersenyum tanpa menatap Lisa. Dia masih menatap buku yang sedang menjadi targetnya untuk menyelesaikan tugas. Bukan sifatnya mudah menerima bujukan. Ari justru selalu menolak ajakan teman-temannya untuk nongkrong atau hal lain yang tidak berguna. Di sekolah, dia akan fokus pada tujuannya, belajar.

Terdengar pintu kelas terbuka keras. Ari melirik dengan ekor mata ke sumber suara. Dia menghela napas. Lisa pun menoleh ke sumber suara. Lisa ikut memutar bola mata jengah.

"Lisa! Keluar!" seru siswa berpenampilan arogan.

"Nggak mau! Lo siapa, Bran? Berani-beraninya ngusir gue?!" Lisa menolak keras.

"Aku mau bicara sama Ari!" Siswa itu terdengar kesal. Dia kesal dengan Lisa karena lebih memilih dekat dengan Ari daripada dengannya. Sebelum Ari masuk SMA Taruna, Lisa dekat dengan Gibran, lebih dari kata 'dekat'. Kedatangan Ari di SMA Taruna membuat kedekatan Lisa dan Gibran merenggang. Bukan hanya merenggang, bahkan mereka telah sah putus yang awalnya pacaran.

"Palingan lo mau cari masalah kan sama Ari?! Gue udah paham lo, Gibran!" Lisa memicingkan mata pada Gibran, siswa yang terkenal dengan keangkuhan, sombong, dan kasar.

"Kamu keluar aja, Lis. Aku nggak akan kenapa-napa." Ari angkat suara. Sudah beberapa kali dia menghadapi Gibran. Baru kali ini Gibran berani terang-terangan cari masalah pada Januar.

Gibran menarik tangan Lisa. Lisa menolak, tapi cekalan tangan Gibran lebih kuat dari tenaganya. Gibran mengunci pintu kelas setelah Lisa keluar dari dalam ruangan itu.

"Gibran!!! Lo bakal nyesel kalau sampai terjadi masalah lagi!!! Gue bakal laporin elo ke bokap lo!!!" seru Lisa dari luar pintu.

Gibran mendekati Ari. Dia menatap Ari dengan tatapan ingin memangsa. Sejak kedatangan Ari di sekolah itu, pamor Gibran menurun. Sebelum Ari masuk ke SMA Taruna, Gibran-lah yang menjadi idola karena ketampanannya, bukan karena kepintarannya. Gibran merasa tersaingi dengan hadirnya Ari di SMA Taruna. Gibran yang terlahir dari keluarga terpandang pun merasa terhina ketika harga dirinya tak lagi dianggap oleh siswi-siswi SMA Taruna termasuk Lisa.

"Sekarang aku tau kalau kamu anak haram." Gibran membuka suara. Dia menaikkan satu kakinya ke atas bangku. Tatapannya menyeringai.

Ari tak menanggapi. Dia sibuk dengan buku yang ada di depannya. Ari menyadari alasan Gibran mencari masalah dengannya secara terbuka.

"Ternyata kamu bukan anak Pak Damian. Kamu anak pungutnya. Dulu kamu di panti asuhan sebelum dipungut jadi anaknya Pak Damian. Ibumu PSK, sama seperti kakakmu yang sekarang naik jabatan jadi istrinya Pak Alex, asisten pribadinya Pak Jordan, kakak tiri Pak Damian. Ternyata kamu tak jauh berbeda dengan kehidupan orang-orang yang dekat denganmu. Sama-sama nggak jelas!" Gibran mengejek. Lebih tepatnya menghina Ari. Bukan hanya Ari, tapi ayah angkatnya beserta keluarganya.

Ari mengeratkan gigi-giginya. Dari mana dia tahu semua itu? Apa dia memata-matai rumah Ayah? Apa dia-

"Kenapa?! Kamu kira aku takut?!" Gibran lalu tertawa.

Ari beranjak dari kursi. Dia akan meninggalkan Gibran, tapi Gibran menjegal langkah Ari dengan kakinya, dan Ari pun tersungkur ke atas lantai. Ari memejamkan mata sejenak sambil menghela napas untuk menenangkan hatinya. Ini bukan pertama kali Ari mendapat perlakuan seperti itu dari Gibran, tapi sudah berkali-kali Gibran menghajarnya.

"Kenapa?! Marah?! Kesal?! Aku sudah tau semuanya tentang kamu! Kenyataan kalau kamu itu anak haram!" Gibran kembali tertawa setelah mengejek Ari.

Ari akan beranjak, tapi Gibran menginjak punggungnya. Ari mengurungkan niatnya untuk bangkit. Selama ini dia tak pernah melawan Gibran karena dia tak mau memiliki masalah di sekolah terutama pada Gibran. Dia sudah berjanji pada Damian dan Aisyah jika tidak akan terlibat masalah dengan siapapun di sekolah. Di sekolah sebelumnya Ari sudah mendapat hukuman karena berkelahi dengan teman kelasnya karena temannya sering mengejek dengan hal sama, anak haram.

Ari menyentuh kaki Gibran, lalu membalikan tubuh dan menghempaskan kaki Gibran. Gibran menatapnya murka.

"Berani sekali kamu menyentuh kakiku, Anak Haram?!" ucapnya penuh amarah.

"Kamu boleh menghina aku dengan sebutan apa pun. Tapi kalau kamu sudah menyebut nama Ayahku, maka aku nggak akan tinggal diam dengan ejekanmu!" Ari pun bersuara dengan nada tegas. Dia menatap Gibran tajam. Ari beranjak dari lantai.

Gibran melayangkan pukulan pada Ari, tapi Ari menghindar. Gibran pun akan menendang Ari, tapi Ari bergegas meraih kursi sehingga tendangan Gibran mengenai kursi. Gibran merebut kursi itu dari Ari. Dia melayangkan pukulan pada Ari dan berhasil mengenai pipi Ari. Ari akan membalas, tapi ia urungkan ketika ingat janjinya pada Damian.

"Jangan cari masalah atau berkelahi di sekolah. Tujuan kamu sekolah untuk belajar, bukan untuk cari masalah."

Ari kembali mendapat pukulan dari Gibran. Gibran berulang kali memukul wajah Ari hingga pelipisnya mengucurkan darah.

"Kamu nggak pantas sekolah di sini! Kamu anak PSK! Kamu anak haram! Seharusnya kamu sekolah di sekolah biasa atau lebih baik kamu sekolah di jalanan!"

Ari mendorong tubuh Gibran. Kali ini dia tidak terima ketika Gibran kembali mengejeknya dengan sebutan itu. Ari membenturkan tubuh Gibran pada dinding.

"Kalau saja aku nggak janji dengan Ayah, mungkin kamu sudah kukirim ke rumah sakit!" Januar melepas cengkraman dari pakaian Gibran dan berlalu dari hadapan Gibran.

Gibran pun geram. Dia berjalan menghampiri Ari dan akan melakukan pukulan, tapi niatnya terhadang ketika melihat seorang guru masuk ke dalam ruangan itu.

"GIBRANNN!!!"

Gibran menurunkan tangan sambil menelan ludah.

"Kalian berdua ke ruang BP sekarang!" seru guru itu.

Ari berjalan meninggalkan ruang kelas. Dia mematuhi perintah guru untuk menuju ruang BP. Ia sudah berulang kali mendatangi ruangan itu dengan masalah yang sama. Dia tak pernah membalas perbuatan yang telah Gibran lakukan. Ari masih bisa sabar karena dia telah berjanji untuk tidak membuat masalah. Jika saja dia tidak berjanji pada Damian, mungkin Gibran akan mengalami luka yang sama seperti musuh Ari di sekolah yang lama.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro