37. Dia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nandara merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk. Lelah sudah tubuhnya akibat seharian penuh berjalan-jalan di Kuala Lumpur. Entah kenapa, ia merasa sangat bahagia.

Tidak, bukan karena orang tuanya tidak mau mengajak liburan. Hanya saja, Nandara tidak pernah merasa sebahagia dan sebebas ini. Entahlah, ia mencoba melupakan semua kerumitan yang telah terjadi.

Namun, rasa senang itu berganti dengan perasaan gugup begitu ia mendapat pesan dari kakak sepupunya. Zuma.

Malam ini, ia akan bertemu dengan seseorang yang sedikit daripadanya berhubungan dengan kerumitan yang Nandara rasakan. Dia tidak tahu siapa orang itu. Dan Zuma sudah memperingatinya untuk siap-siap malam ini.

"Kak Nanda."

Nandara menoleh ke arah pintu. Di sana sudah berdiri adiknya dengan membawa sebuah kotak. Gadis itu mengernyit lalu bangkit dari baringannya.

"Ada apa?" Nandara penasaran dengan kotak yang dibawa oleh Oktan.

Oktan duduk di sebelah Nandara dengan kotak berukuran sedang yang diletakkan di atas pahanya.

"Itu apa?" tanya Nandara tidak bisa menahan rasa penasarannya.

"Rahasia-rahasia lo."

Nandara menegang. Ia membenarkan posisi duduknya agar nyaman. Oktan sepertinya akan menyampaikan sesuatu.

Oktan membuka tutup kotak berwarna krim itu lalu meletakkannya di atas pangkuan kakaknya. Nandara mengernyit begitu melihat beberapa lembar foto yang terlihat asing. Lebih kaget lagi saat ia menemukan secarik foto. Itu adalah potret dirinya sendiri dengan seorang anak lelaki.

Nandara mencoba mengingat anak lelaki yang ada di foto. Namun, ia tidak mengenal siapa itu. "Ini siapa, Tan?"

Oktan menarik napas panjang lalu mengembuskannya.

"Namanya Laksa. Putra Sega Azadirachta dan Meriana."

Baik Nandara dan Oktan sama-sama memandang ke arah pintu, di mana sumber suara berasal. Ada mama dan papanya di sana. Kedua orang itu menghampiri putra dan putri mereka.

Sagitta duduk bersimpuh di lantai, sedangkan suaminya berdiri di sebelah Oktan.

"Jadi ... Sega Azadirachta memang ada?" tanya Nandara tidak percaya.

"Ada. Dulu Manda pernah cerita tentang Tante Mauryn, kan? Dia juga ada. Dia membunuh adiknya sendiri?" Nandara mengangguk.

"Manda dan Panda baru tahu beberapa hari yang lalu dari Zuma. Dia yang udah bantu cari info. Lalu, semuanya mulai sedikit terjawab."

***

Nandara merasa gugup karena ia akan bertemu dengan seseorang. Zuma yang tahu kekhawatiran adiknya langsung mengenggam tangan gadis itu. Nandara sontak memandang Zuma.

"It's okay."

Nandara berharap seperti itu. Namun, langkahnya mendadak melemah begitu tiba di depan pintu sebuah rumah yang elegan itu.

Setelah diketuk beberapa kali, pintu rumah tersebut terbuka menampilkan sosok wanita cantik yang mungkin berumur sama dengan Nandara.

"Zuma ... dan Nandara?" tanya wanita itu memastikan.

Zuma mengangguk.

Sementara Nandara terpaku, dia pernah melihat wanita itu. Kak Zea! Jika wanita itu asli adanya, apakah Xilon juga?

Dengan senyuman manis, wanita itu menyuruh kedua manusia itu untuk masuk ke rumahnya. Mereka disuguhi minuman dan cemilan. Sementara Zuma berbincang basa-basi dengan wanita bernama Mika itu, Nandara memutari bola matanya hanya untuk memandangi isi rumah itu.

"Mama makan dulu, bentar lagi bakal datang."

Semakin guguplah Nandara. Ia meremas jari tangannya, berharap waktu akan berputar lebih lama. Namun, harapannya jatuh tatkala muncul seorang wanita muda dengan membawa wanita tua di kursi roda.

Nandara sangat kaget saat melihat wanita tua di kursi roda itu. Lututnya melemas seketika. Hampir saja ia tumbang jika Zuma tidak menahan tubuhnya. Dengan segenap sisa tenaga yang ada, Nandara menghampiri wanita tua dengan pandangan kosong itu.

Nandara bersimpuh di depan wanita itu. Lantas ia langsung menangis. Hal itu membuat Mika dan Zuma merasa khawatir.

"Mbak ...," panggil Mika lirih. Nandara benar-benar menangis sesegukan.

"Ba-bagaimana bisa aku ben-ci dengan wanita ini? A-aku malah merasa kasihan," isak Nandara terputus-putus. Mika ikut menangis mendengarnya. Awalnya ia kira Nandara akan memaki ibunya, tapi di luar dugaan malah merasa kasihan.

"Mama udah lama kayak gini, Mbak. Rasa bersalahnya yang ngebuat Mama begini," ucap Mika di tengah-tengah isakannya.

"Nda, baik-baik aja?" Giliran Zuma yang bertanya. Ia khawatir, karena bagaimana pun dirinyalah yang membawa Nandara menemui wanita itu.

"Ma-madam ... masih ingat Nandara?" tanya Nandara dengan lirih, tetapi wanita tua itu tidak meresponnya. Masih dengan pandangan kosong.

Ya, wanita itu mirip dengan Madam. Tak disangka dialah pengasuhnya sekaligus ibu dari Laksana.

"Saya mewakili Mama mau minta maaf atas apa yang udah Mama lakuin ke Mbak dulu. Tapi, tolong jangan benci Mama."

Mika sampai ingin bersujud di depan Nandara, tetapi gadis itu menahannya. Ia tidak pantas mendapatkan hal itu. Ia manusia, yang juga memiliki kesalahan.

Karena tidak tega melihat kedua wanita itu menangis, Zuma membawa mereka kembali ke ruang tamu. Lalu menyuruh sang penjaga Tante Meriana--Mama Mika untuk membawa wanita tua itu ke kamarnya.

"Kita selesaikan di sini," ucap Zuma membuat Nandara mengangguk.

"Lima belas tahun yang lalu, Nandara adalah anak yang sering sakit-sakitan. Lalu, mamanya membawa pengasuh yaitu Mama kamu. Anehnya, Nandara mulai jarang sakit sejak saat itu. Dan ia juga mendapat teman main yaitu Kakak kamu, Laksana. Semua orang berpikir Mama kamu menjaga Nandara dengan baik, hingga akhirnya dia menjadi penyebab traumanya Nandara," jelas Zuma mengawali. Mika mengelap pipinya yang basah.

"Mika udah banyak dengar cerita itu. Mama punya banyak kesalahan. Mama hanya depresi karena Papa sering mukulin Mama. Mama merasa ditinggalin karena ia punya penyakit, baiknya Papa mau ngobatin Mama. Tapi sebagai balasan, Papa nyuruh Mama untuk pura-pura kerja di keluarga Granitama sebagai pengasuh hanya karena dendam pada Om Ren. Papa ingin menjatuhkan pesaingnya dengan cara licik. Mika benar-benar minta maaf akan semuanya. Bahkan hanya karena obsesi Mama dan Papa, Laksana harus meninggal."

Mika menarik napas pelan sebelum melanjutkan, "Mama memang salah karena udah tinggalin Mbak Nandara saat kebakaran terjadi. Mama pernah ngaku ia merasa bersalah karena kejadian itu. Mama ngelakuin itu karena enggak terima Laksana meninggal akibat nolongin Mbak Nandara."

Mendengar cerita Mika, bayangan-bayangan aneh muncul di kepala Nandara. Tawa dan teriakan terngiang-ngiang di kepalanya. Wajah anak lelaki di dalam foto yang ia lihat tadi pun mulai terbayang.

Dimulai dari pertemuannya dengan anak lelaki itu di sebuah toko.

***

"Nandara? Nama kamu Nandara Jasmine Granitama, kan? Cariin kalung berbandul bulan sabit, dong."

"Kalungnya punya mamaku. Tadi jatuh di sini. Nanti aku kena marah."

"Kamu lupa sama aku? Namaku Myroxilon Laksana Azadirachta."

"Aku memang ganteng ...."

"Loh, ternyata kamu yang majikannya Mama aku?"

"Mau jadi temenku?"

"Kamu mau punya temen cewek? Hmm ... tapi kembar? Aku pernah baca cerita anak, nama anak kembarnya Valeria dan Camellia. Tapi aku jarang nemu temen kembar yang cewek. Temenku cowok semua."

"Papa kamu pembuat parfum, kan? Sama kayak Papa aku. Kalau kita udah gede, buat parfum dari bunga melati, yuk?"

"Bunga melati di rumah kamu banyak banget. Kita curi dikit biar buat parfum baru."

"Yeay! Parfum buatan kita udah jadi!"

"Main penyihir-penyihir, ya?"

"Nenek aku udah meninggal. Nenek kamu belum meninggal?"

"Kamu jadi putri kerajaan, ya? Dikutuk sama penyihir jahat. Kamu bisa cium bau kematian seseorang."

"Penyihir jahatnya Mauryn? Nama siapa, tuh?"

"Aku jadi pangerannya yang nolong kamu saat kamu mau mati. Biar seru aku aja yang mati, ya?"

"Mainnya ke kolam, yuk?"

"Kolamnya dalam, jangan masuk."

"Nandara!!!"

***

Nandara mencengkram rambutnya. Lalu ia melihat sebuah bayangan lain. Seorang gadis muda yang mirip dengannya berdiri tanpa kata di pinggir kolam. Menyaksikan anak lelaki yang mengap-mengap karena tenggelam. Bahkan kata 'tolong' pun tidak diresponnya. Ia kemudian jatuh pingsan.

Nandara merasa kepalanya sakit luar biasa. Sekujur tubuhnya sakit, seolah-olah ada yang mengambil alih secara paksa. Di sisa-sisa kesadarannya, ia sempat mendengar suara lelaki dan wanita yang memanggil namanya. Lalu, semuanya gelap.

❤❤
Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro