23: Jika-Maka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Apa ini? Anak-anak lebih memilih melempar bola salju daripada melempar kepala. Mereka sibuk membuat mainan dan tak ada yang membuat orang mati.

Sebuah nyanyian terdengar ketika Raja dari dunia nightmare memasuki dunia christmas melalui sebatang pohon.

"Apakah kita harus terus menonton tengkorak ini?" Kiera bertanya dengan mulut penuh kunyahan Doritos dan gadis itu segera melarutkannya dengan meminum cola. Lula melirik jijik, lalu pintu kamar terbuka.

"Kau hampir melewatkan setengah dari nyanyian menyeramkan ini," kata Lula, menyambut kedatangan Shad.

"Tidak masalah. Aku sudah pernah menontonnya," jawab Shad santai. Dia menaruh tas dengan asal ke atas meja belajar. Wajahnya lumayan kusam. Adina tahu itu.

"Apa ada masalah?" tanya Lula saat Shad bergabung bersama mereka.

"Masalahnya kau," jawab Ed. Lula segera mendelik tajam, membuat Jory tertawa geli.

"Orang tua. Mereka kadang bertindak seolah tidak pernah punya teman. Aku mengerti." Kiera mulai bertingkah jenius.

Shad tersenyum kecil menanggapinya. Dia menuang cola ke gelas dan menenggaknya dengan cepat. "Jadi filmnya sampai di mana?"

Kiera mengangkat bahu. "Aku tidak memerhatikannya. Selera Adina terlalu buruk."

"Ya. Aku setuju dengan Kiera."

"Setidaknya kita tidak harus menonton drama romantis pilihanmu." Adina mencoba membela diri.

"Dan terhidar dari muntahan Jory karena Final Destination," tambah Ed. Jory melempar bantal dan Ed menerimanya dengan ikhlas.

"Setidaknya film pilihan kami ceritanya tentang anak muda, bukan tentang tengkorak dan, astaga …, kenapa tubuh wanita itu dijahit-jahit?"

"Kiera, bisakah kau berhenti memanggilnya tengkorak? Namanya Jack dan wanita yang tubuhnya dijahit-jahit itu adalah Sally."

Adu argumen tentang film tengkorak itu pun kembali meramaikan kamar Shad. Ed menunduk menepuk-nepuk dahi karena merasa pusing. Berbeda dengan Jory yang kini cekikikan karena ketiga perempuan yang menguasai sofa di kamar itu lebih mampu menghiburnya daripada tontonan yang sekarang mulai terabaikan.

"Oke, cukup. Mataku sakit melihat gambar hitam putih ini. Lebih baik kita bermain permainan," ucap Kiera setelah dengan teganya mematikan DVD player.

Adina ingin membantah karena film yang sedang mereka putar juga menampilkan warna lain selain hitam dan putih.

"Oh, God! Jangan mata medusa lagi," keluh Lula seakan mampu membaca pikiran temannya itu.

"Oke. Truth or dare."

"Tolong, Kiera. Ini bukan perkemahan," protes Ed.

"Ada ide lain?"

Semua diam, malas berpikir.

"Jika-Maka," usul Jory kemudian.

Semua menatapnya tidak percaya.

"Sederhana. Ada dua orang. Satu orang mengucapkan sebuah kalimat dengan awalan jika, lalu yang satunya lagi melengkapi kalimat itu dengan kalimat berawalan maka."

Kiera mengangguk cepat sementara yang lainnya masih mencoba memahami manfaat dari permainan itu. "Oke. Saran diterima. Kita akan—"

"Pulang."

"Diam di tempat, Ed! Tidak ada yang pulang!"

***

Akhirnya, semua menurut. Mereka duduk bersila membentuk lingkaran. Kiera masih berperan sebagai pemimpin. Mereka menggunakan sistem Mata Medusa untuk menentukan siapa yang bermain. Hanya saja kali ini tanpa teriakan heboh. Percobaan pertama berjalan lancar meskipun lumayan berlebihan. Saat itu, Kiera dan Lula saling bertatapan. Lalu, Kiera melontarkan kalimat berawalan jika.

"Jika aku bukan temanmu."

"Maka, detik ini juga, aku memintamu untuk menjadi temanku."

Mereka pun berpelukan dengan sensasional. Inilah bagian yang lumayan berlebihan.

Di putaran kedua, Kiera memarahi Shad dan Ed. "Berhentilah memandang bantal," katanya. Adina mengangguk setuju karena sejak awal sudah menyadari hal itu. Lula dan Jory mendapatkan giliran karena mereka saling bertatapan di putaran ini.

"Jika kau bukan anak yang pintar," kata Lula.

"Aku memang bukan anak pintar," bantah Jory dengan santai.

"Tapi jenius?" Lula terlihat kesal, tetapi tidak terlalu marah. "Oke, aku ganti. Jika kau diberi tiket untuk dua orang, siapa yang akan kau ajak? Shad atau Ed?"

"Lula bukan seperti itu permainannya," potong Adina.

"Dia tinggal menjawab dengan awalan maka," protes Lula.

"Tapi kau seharusnya tidak memberi pilihan," tambah Kiera sambil menarik pelan rambut Lula.

"Oke, oke." Jory menengahi. "Jika aku mendapatkan tiket untuk dua orang, maka aku akan bertanya, untuk apa tiket itu? Apa aku membutuhkannya? Astaga, Lula, kalimatmu tidak terlalu jelas."

Mereka tertawa mengejek Lula yang mulai cemberut, menyadari kalau Jory terlalu pintar untuk diberi pertanyaan bodoh.

"Tidak ada yang menatap bantal atau benda mati lainnya," sindir Kiera ketika hendak memulai putaran ketiga. Shad dan Ed mencebik malas.

Hasilnya, Shad menatap Kiera malas dan tatapan itu disambut Kiera dengan kemenangan penuh. Seperti biasa. Perempuan yang menciptakan masalah dan laki-laki yang menyelesaikannya. Kiera memilih mengajukan pernyataan terlebih dahulu. Matanya melirik Adina ditambah dengan senyuman licik di bibirnya. Adina mulai berpikir untuk segera pergi ke toilet.

"Jika Adina adalah Sally."

Adina mengerang pelan dan menatap Kiera geram. Kenapa harus aku?

"Maka …." Suara Shad terdengar tenang dan dalam, membuat Adina tidak tenang menanti lanjutannya.

"Maka, kita harus melanjutkan tontonan ini—"

"Jangan!" teriak Kiera dan Lula bersamaan ketika Shad hendak menyalakan kembali DVD player.

"Kau tidak ingin menonton temanmu?" lanjut Shad dengan senyum puas.

"Terserah!"

***

Sebelum langit benar-benar gelap, mereka pulang—sebenarnya hanya anak perempuan saja. Jory dan Ed harus membersihkan kamar Shad dari remahan-remahan keripik tortila.

"Sampai jumpa besok!" seru Kiera dan segera melangkah menuju mobil bersama Lula. Shad mengangguk dan menunggu Adina yang masih memakai sepatu di dekat pintu.

"Ayahmu …." Adina memalingkan pandangan ke belakangnya.

"Dia harus pergi lagi. Pekerjaan," jelas Shad.

"Oh."

Adina menyelesaikan ikatan tali sepatu dengan cepat dan segera melangkah menuju mobil. Shad mengikutinya dari belakang. Langkah Adina memelan ketika kembali menyadari kehadiran tumbuhan yang sekarang sudah berhiaskan bunga indah.

"Bunga itu, mm, aku memindahkannya … ke sini," jelas Shad pelan. "Sebenarnya ibuku, dulu, yang merawatnya." Shad membenarkan ucapannya dengan cepat.

Adina mengangguk mengerti tanpa memalingkan pandangan dari kelopak bunga, membuat Shad berhenti dan menghampiri bunga gladiol berwarna merah muda itu. Dengan hati-hati, Shad memetik sebuah tangkai yang memuat dua bunga di ujungnya.  "Selamat untuk lukisanmu." Tangannya mengambil lengan Adina dan meletakkan tangkai bunga itu di genggaman gadis itu.

"O-ow ... Jack sedang memberi bunga kepada Sally."

Lula dan Kiera cekikian dari dalam mobil dengan jendela terbuka penuh. Mendengar bunyi klik dari ponsel yang diacungkan Kiera, seketika Adina ingin ditelan bumi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro