24: Sebuah Ikatan Persahabatan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gerbang sekolah terbuka lebar seolah tengah menanti kedatangan para murid dengan sungguh-sungguh. Namun, para murid masuk ke dalamnya dengan langkah tidak selebar gerbang itu. Mungkin mereka tidak terlalu antusias ataupun tidak ingin buru-buru tiba ke dalam kelas. Adina juga tidak sedang buru-buru. Sebelum melangkah menuju kelas, terlebih dahulu dia mengunjungi loker untuk menyimpan baju olahraga dan mengambil beberapa buku. Beberapa kali dia tersenyum untuk menyahut sapaan dari murid lainnya. Keadaan sekarang cukup mengejutkan. Hanya karena acara Golden Art Week itu, dirinya kini lebih terlihat.

Sebelum memutar sandi di pintu loker, pandangan Adina menangkap sesuatu yang langka. Ed berjalan sendirian di lorong, tanpa Shad atau Jory dan tanpa satu pun pemain baseball lainnya.

"Hai." Adina mencoba untuk berasahabat saat Ed berhenti di depan kotak lokernya. Bahkan Adina baru mengetahui kalau letak kotak loker mereka bersebelahan.

Ed tidak menanggapi dan membuka pintu loker dengan cepat.

Adina tidak tahu harus diam atau harus bertanya lagi. Terakhir kali, saat pertemuan mereka di rumah Shad, semua terasa baik-baik saja. Tidak ada keributan yang berarti. Semua terasa menyenangkan, kecuali jika Ed memang manusia labil akut.

"Kau sendirian," ucap Adina pelan sambil melanjutkan memutar sandi loker.

"Kenapa? Terlihat menyedihkan?"

"Bukan. Astaga, kenapa kau selalu berpikiran negatif?"

Ed menutup pintu loker dengan kasar lalu menoleh ke Adina. Adina bertanya-tanya, apakah ucapannya terdengar seperti sebuah ajakan untuk berperang?

"Kau senang telah mendapatkan segalanya?" tanya Ed.

"Apa maksudmu?"

"Pikirkan sendiri, Penghasut," ucap Ed lirih namun terdengar begitu tajam di telinga Adina. Laki-laki itu menyampirkan jaket baseball-nya di pudak dan segera melenggang pergi.

Adina tidak membiarkannya. Dengan gerakan cepat, dia menutup pintu loker dan berlari kecil menyusul Ed. "Apa maksudmu dengan 'Penghasut'?" Gadis itu mencegat langkah Ed, masih tidak terima dengan perkataan yang baru saja didengarnya.

Kedua teman yang tidak terlalu berteman itu saling menatap sejenak, membuat Adina mengerti tentang kerisauan Ed yang sebenarnya.

"Ed, bisakah kau dewasa sedikit? Semua akan tetap sama, jalan atau tidaknya rencana idiotmu itu." Adina menajamkan suaranya.

Ed tertawa sinis dan menatap Adina rendah. "Semua juga akan tetap sama jika kau tidak ikut campur," balasnya.

"Aku tidak ikut campur. Kau lupa? Aku telah berteman dengan Shad lebih lama dari kau. Dan kau, kau tidak tulus berteman dengannya. Kau memanfaatkan Shad dengan menyuruhnya melakukan kejahatan hanya untuk memuaskan kekecewaanmu terhadap Ayahmu—"

"Tahu apa kau!" Ed mencengkeram lengan Adina tanpa ampun.

"Shad hanya akan dihukum sendirian, sementara kau akan bebas untuk merencanakan hal idiot lainnya. Kau hanya memanfaatkan persahabatan kalian. Kau hanya memanfaatkan keadaannya sekarang. Jika kau adalah temannya, seharusnya kau tidak memanfaatkan kekacauan di batinnya akibat perceraian orang tuanya. Seharusnya kau—"

"Berhentilah sok tahu, Sialan!"

"Kau yang sialan!" Adina tidak ingin menghentikan serangannya meskipun merasakan nyeri di lengan kirinya. Akibatnya, tatapan Ed semakin berang dan cengkeramannya semakin kencang. Beberapa murid yang lewat tidak terlalu penasaran dengan percakapan mereka karena jam masuk kelas akan dimulai lima menit lagi. Namun, ada seseorang yang cukup peduli. Shad yang melihat kemarahan di wajah Ed segera mendekat.

"Seharusnya kau tidak kasar dengan perempuan." Shad melepaskan cengkeraman Ed dengan paksa. Tatapan mereka tidak lagi bersahabat seperti  biasanya. Semua terlihat berbeda hanya dalam waktu satu malam.

"Pahlawannya sudah hadir," sindir Ed, lalu segera meninggalkan tempat itu. Shad tidak ingin itu terjadi. Dia segera mencegahnya dengan mencegat Ed. Adina menyadari kalau wajah Shad terlihat pucat. Matanya tampak lelah dan redup.

"Jory …," ucap Shad, lemah.

***

Malam sebelumnya.

Setelah mobil Kiera meninggalkan pekarangan rumahnya, Shad segera masuk dan naik ke kamarnya.

"Mereka sudah pulang?" tanya Jory dari tempat tidur. Tubuhnya berbaring santai dengan tangan mengangkat ponsel.

Shad mengangguk dan memeriksa ke sekeliling. Semua sudah rapi seperti semula.

"Kau masih berniat melaksanakan rencana itu?"

"Ed, bisakah kita tidak membicarakan itu sekarang?" Jory menegakkan punggungnya, bersandar ke dinding di sampingnya. Shad ikut duduk di tepi tempat tidur, menghadap ke arah Ed yang tengah duduk di meja belajar.

"Mungkin ..., tidak mesti terburu-buru." Suara Shad terdengar lemah dan meragukan. Jory mengangguk setuju.

Ed tertawa dengan nada mengejek. "Jadi, kau goyah hanya karena perempuan?"

"Adina juga temanmu, Ed."

"Dan sekarang dia juga berhasil menghasutmu?" Ed menatap tajam Jory.

Jory mulai gemetar dan tidak menjawab apa pun. Shad beranjak dari duduknya dan mencoba menghentikan Ed. Dia mendekati sahabatnya itu dan berujar pelan, "hati-hati dengan ucapanmu."

Ed pun ikut berdiri dan membalas tatapan Shad tanpa gentar.

"Aku tidak bilang akan membatalkannya dan berhentilah menyalahkan siapa pun."

"Kalau begitu kita harus melakukan secepatnya."

"Astaga, ada apa denganmu, Ed?" Shad mengguncang-guncang bahu Ed, mencoba menyadarkannya. "Apakah kau setega itu?"

" 'Ada apa denganku?' Jadi, sekarang aku yang bersalah? Kau yang berjanji akan melakukannya! Dan hanya karena Adina sialan itu—"

Brak!

Ed terdorong menabrak meja di belakangnya. Beberapa barang di atas meja terjatuh. Jory berteriak berhentilah berulang-ulang, tetapi suaranya terlalu pelan untuk didengar.

"Baiklah." Ed mencoba mengembalikan keseimbangannya dan kembali berdiri tegak. "Aku tidak membutuhkan bantuanmu. Aku yang akan melakukannya," ucapnya sinis sebelum menjauh pergi meninggalkan rumah Shad dan sebuah ikatan persahabatan.

***

"Apa yang terjadi?!"

Ed mencekak leher Shad, membuat wajah temannya itu tidak lagi sepucat sebelumnya.

"Hentikan, Ed! Kau bisa membunuhnya!" Adina berusaha melepaskannya dan memandang ke sekeliling, berharap ada seseorang yang memiliki kuasa untuk melerai pertengkaran di hadapannya.

Shad mengatur napasnya ketika tenggorokannya kembali berfungsi normal.

"Kenapa Jory?" tanya Ed lagi. Kini tanpa kekerasan apa pun.

"Dia OD."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro