19 : Dansa di Ruang Musik

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Yang akan tampil waktu pensi festival sekolah nanti adalah kelas sebelas ... dan kelas sepuluh."

Ucapan Tiara diikuti riuh anggota padus. Mereka heran dengan keputusan Tiara.

"Kak, bukannya yang tampil di pensi nanti adalah semua anak di kelas sebelas, ya?" tanya seorang cewek berkacamata.

Tiara tersenyum, "Yap. Betul. Tahun-tahun sebelumnya emang selalu kelas sebelas yang tampil di pensi. Tapi tahun ini, kami dari pengurus pengen ngubah sistem itu. Biar kelas sepuluh yang berbakat juga punya pengalaman tampil di festival sekolah."

"Tapi jumlah kita udah banyak, Kak. Apalagi kalau ditambah kelas sepuluh."

"Karena itu aku bakal milih siapa dari kelas sepuluh yang akan ikut tampil dengan kelas sebelas. Jadi, nggak semua anak kelas sepuluh ikut. Kalau kelas sebelas semua wajib ikut. Ada pertanyaan lagi?"

Pandangan Tiara menyapu anggota padus yang duduk di hadapannya. Mereka masih saling berbisik dan riuh. Tiara membiarkan mereka sampai keadaan kondusif dan tak butuh waktu lama, beberapa anggota sudah bisa menerima keputusannya.

"Ada yang masih nggak setuju sama perubahan sistem ini?" Tiara berhenti sejenak untuk menunggu pendapat anggota lain. "Oke, jadi semua aku anggap setuju ya?. Aku dan pengurus lain udah milih siapa yang bakal ikut tampil." Tiara mengambil kertas catatan dari sakunya. "Buat yang namanya kusebutin, minggu depan wajib ngisi formulir yang udah kusiapin. Hera, Fisya, Nana, Siska, Vero, Jesabel, Kristel, Viko, Dido, Neina, Arga, dan Naya." Tiara sejenak melirik Naya dan tersenyum miring.

"Yang namanya kusebutin tadi, kalian akan melakukan latihan padus sama anggota kelas sebelas. Jadwal latihan padus udah aku buatin. Aku dan pengurus lain yang akan melatih kalian langsung. Kita akan rutin latihan dari hari senin sampai kamis sepulang sekolah."

Naya terhenyak, Hah? Serius, nih? Sepulang sekolah aku harus latihan sama kak Ares. Kalau jadwal latihan padus padet gini mana bisa?

"Oke, kalau gitu pertemuan hari ini selesai. Kalian boleh pulang," Tiara menutup pertemuan klub, semua anggota klub berhamburan keluar ruang klub. Pandangan Tiara mengekori Naya sampai ia menghilang ditelan tembok. Tiara melipat tangan di depan dada dan menyeringai singkat.

-----##-----

"A thrilling chase, a wondrous place, for you and me...."

Bait lagu penutup lagu A Whole New World yang dinyanyikan Naya dan alunan piano menggema di ruang musik.

"Bagus, tinggal beberapa latihan lagi, baru kita coba dengan musik orkestra," ujar Ares.

Naya mengangguk, "Oke, Kak."

"Kamu harus mempersiapkan diri. Jaga suara, hindari makanan berminyak, banyak minum air putih," kata Ares mewanti-wanti.

Naya tersenyum, "Tenang aja, Kak. Aku bakal jaga suaraku biar nanti waktu tampil aku bisa persembahin penampilan terbaikku."

Ares tertawa pendek. Pandangan mereka bertemu dan saling mengunci selama beberapa detik. Naya terhenyak ketika Ares mengalihkan pandangannya ke arah tuts. Ia tak sadar menatap mata hitam Ares terlalu lama.

"Mau main piano lagi?" tanya cowok itu kemudian.

"Hah? Eng ..." Naya bergerak kikuk, "enggak, Kak."

Ares menarik tangan Naya dan menggeser posisi duduknya, kemudian menuntun gadis itu duduk di sampingnya. "Ayo, tempatkan tanganmu di atas tuts yang kuajarkan kemarin."

Naya bergerak rikuh, lagi-lagi ia duduk sebangku dengan Ares. Aroma vanili bercampur kayu yang menguar dari tubuh cowok itu membuatnya nyaman, begitu menenangkan. Ia tersenyum tipis, kemudian menempatkan jarinya di atas tuts dengan ragu. Tiba-tiba ia teringat dengan bentroknya jadwal latihan padus dan konser. "Eng, Kak. Sebenarnya aku mau ngomong sesuatu."

"Hmm?" Ares menatap Naya dengan tatapan bertanya.

"Aku kepilih buat tampil di pensi festival sekolah nanti. Jadwal latihanku bakal padat dari hari Senin sampai Kamis sepulang sekolah."

"Oh, ya?" kening Ares mengkerut, "bukannya kelas sebelas yang akan tampil?"

"Iya, Kak. Kak Tiara mengubah sistem itu, jadi, akan ada beberapa anak kelas sepuluh yang ikut tampil bareng kelas sebelas."

Ares manggut-manggut, "Kalau kita latihan setelah selesai latihan padus bagaimana?"

"Eng ... bisa sih, Kak. Tapi nggak bisa lama-lama karena aku ada kerja sambilan."

Alis Ares tertarik ke atas, "Kerja sambilan?"

Naya mengangguk, "Iya, Kak. Aku kerja sambilan di kafe setiap Senin sampai Sabtu mulai jam enam sore sampai jam sepuluh malem."

Ares terpaku, satu lagi hal yang bisa membuatnya kagum dengan gadis itu. Ia tersenyum, tangannya terulur mengusap kepala Naya, membuat Naya bergerak rikuh. "Kamu itu luar biasa, ya."

Detak jantung Naya mulai berpacu cepat mendengar pujian Ares. Apalagi cowok itu mengusap kepalanya. Ya Tuhan, kalau tiap hari kayak gini aku bisa kena penyakit jantung.

"Oh, ya. Satu lagi, Kak. Buat hari Rabu dan Jumat mungkin aku nggak bisa latihan, karena abis latihan padus aku harus bersihin ruang klub sepak bola. Tapi selain hari itu aku bisa."

Kedua alis Ares bertautan, "Bersihin ruang klub sepak bola?"

Naya mengangguk. "Ceritanya panjang. Gara-gara aku nglakuin kesalahan, seseorang menghukumku begitu."

Ares berpikir sejenak, ia teringat bahwa Tiara pernah melihat Elang menemui Naya dan cewek itu juga pernah dipermalukan Elang di kantin. "Apa Elang yang menyuruhmu?"

Naya mengangguk, "Iya. Kok tahu, Kak? Kak Elang itu benar-benar psikopat, tahu. Masa gara-gara hal sepele aja bisa nglakuin kayak gitu."

Ares tersenyum tipis, "Dia nggak seburuk yang kamu pikir, Naya."

Menyadari apa yang baru saja dikatakannya, Naya menutup mulutnya dengan tangan. Ia baru ingat bahwa Ares adalah kakak Elang dan menyebut cowok itu sebagai cowok psikopat di hadapan kakaknya benar-benar hal yang memalukan.

"Kak, aku...."

Ares tersenyum, "Maaf, gimana bisa aku bilang begitu sama orang yang udah dibuatnya kesal. " Ia tertawa.

Naya tertawa kikuk. "Maaf, aku juga nggak maksud mengganggap kak Elang benar-benar seorang psikopat."

"Dia hanya nggak tahu bagaimana harus melampiaskan rasa kesepiannya. Tapi emang kuakui kalau kadang kelakuannya emang keterlaluan."

Ares menatap Naya yang masih menampilkan raut muka bersalah.

"Aku akan menasihatinya, kamu jangan khawatir."

Suasana hening sejenak, Naya sibuk menyesali diri dalam hati.

"Aku jadi ingat kejadian lucu." Ucapan Ares memecah keheningan. Naya menatap cowok itu dengan tatapan bertanya. "Elang juga sering kukerjain, lho," ucap Ares sambil tersenyum jenaka.

"Keluarga kami sering mengadakan pesta. Pesta itu dihadiri kolega-kolega ayah. Mereka yang punya anak perempuan sering meminta kami mengajak anak mereka berdansa dan kau tahu siapa yang berakhir menemani mereka dansa?" Ares berhenti sejenak, "siapa lagi kalau bukan Elang?"

Naya tertawa, "Kalau Kakak nggak nemenin mereka dansa?"

Ares menggeleng keras. "Aku selalu beralasan dan menyelamatkan diri dengan mengajak ibuku berdansa. Jadi, mereka nggak akan berani mengganggu. Tapi Elang jadi kewalahan melayani cewek-cewek yang pengen dansa sama dia."

Ares tertawa mengingat momen-momen Elang terlihat sebal karena ia malah mengajak dansa ibunya. "Dia selalu protes padaku setelah selesai pesta. Pernah sekali dia benar-benar menahan ibu buat berdansa denganku, tapi akhirnya dia tetap berakhir menemani berdansa anak kolega ayah."

Melihat Ares yang bercerita dengan ceria, Naya tersenyum. Ia menyukai cara cowok itu bercerita, ia menyukai senyum yang menghiasi wajah cowok itu, ia menyukai ... Astaga! Kenapa aku jadi salah fokus gini?

"Kamu bisa dansa, Nay?" tanya Ares tiba-tiba.

Naya terhenyak, "Hah? Eng ... nggak bisa. Aku nggak pernah dansa, Kak."

Ares berdiri dan mengulurkan tangannya, "Mau coba belajar?"

"Hah? Belajar dansa di ruang musik?"

"Mencoba nggak ada salahnya, kan? Lagipula, biar nggak bosan abis latihan."

Perlahan Naya menyambut uluran tangan Ares, cowok itu menuntun Naya menjauhi piano. Ia menempatkan tangan kiri Naya di bahu kanannya dan menarik pinggang gadis itu lebih dekat. Ia melihat Naya hanya menunduk dan tidak berani menatapnya. Ia berpikir sejenak, kemudian tersenyum tipis, ia mendapatkan ide.

"Ada beberapa aturan dalam dansa dan aturan pertama adalah kau harus menatap pasangan dansamu."

Naya menelan ludah dan memberanikan diri menatap Ares. Ia berpikiran pasti Ares sudah melihat pipinya yang sudah merah seperti kepiting rebus sekarang, apalagi posisi mereka sangat dekat. Cowok itu tersenyum, "Kalau kau tak menatap pasangan dansamu, kau bisa dianggap nggak sopan." Naya mengangguk tanda mengerti.

"Aturan kedua, buat dirimu senyaman mungkin. Jangan berdiri dengan kaku, rileks aja. Dengan begitu, pasangan dansamu juga akan nyaman dansa sama kamu."

Naya menurut dan bergerak kikuk membuat badannya rileks, Ares tertawa dalam hati, Dia lucu banget.

"Aturan ketiga ..." Ares mendekatkan bibirnya ke telinga Naya, "jangan sampai menginjak kaki pasangan dansamu."

Naya tertawa, "Kayaknya untuk aturan ketiga aku nggak bisa deh, Kak."

Ares ikut tertawa, "Aku rasa juga gitu. Sekarang ikuti aja gerakanku, jangan terlalu berfokus sama gerakan kaki, biar saja mengalir."

Ares menggerakkan kakinya melebar ke kiri, kemudian perlahan bergerak ke kanan. Naya mengikuti gerakan Ares dengan gerakan berlawanan.

"Ini gerakan dasar. Mudah, kan?"

Naya mengangguk, ia masih bergerak kaku. Selama beberapa waktu ia membiasakan diri.

"Kita coba gerakan depan dan belakang, ya? Kau harus tetap melakukan gerakan berlawanan. Kalau aku mundur dengan kaki kanan, kau harus maju dengan kaki kiri."

Naya mengimbangi gerakan Ares, sesekali ia menginjak kaki cowok itu dan mengundang tawa pasangan dansanya.

"Sekarang coba muter, ya?"

"Hah?"

Belum sempat Naya mencerna kata-kata Ares, cowok itu menjauh, mengangkat tangan Naya, dan membimbingnya untuk berputar. Naya merasa seperti tuan putri dalam kisah dongeng yang sedang menari dengan pangeran istana. Ia berputar, bergerak ke kanan dan ke kiri, lalu ke depan dan belakang, ia mulai bisa mengimbangi gerakan Ares. Mereka berdansa tanpa iringan musik, tapi gerakan mereka seirama. Ares memandu Naya dengan tempo gerakan yang konstan. Pandangan mereka pun saling mengikat.

"Apa aku boleh bilang sesuatu?" tanya Ares di tengah dansa mereka.

"Tentu."

"Kamu adalah perempuan kedua yang kuajak berdansa, setelah ibu."

Mereka berhenti bergerak, tapi posisi mereka masih tetap sama. Naya merasakan aliran darahnya benar-benar mencepat dan memuncak ke ubun-ubun. Ia yakin bahwa nanti malam ia akan susah tidur.

-----##-----


Akhirnya bisa nambah jumlah kata lagi di event MWM :D.. gimana menurut kalian part ini? Cukup memuaskan? 

Kalau pengen tahu lagu A Whole New World bisa puter video di mulmed. Jangan lupa drop kritik dan saran di komen yak. Love u all..

6 Mei 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro