21 : Basah Kuyup

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Gimana persiapan festival sekolah di klub kalian?" tanya Dini kepada ketiga temannya. Mereka mengobrol di dekat jendela kelas yang menghadap halaman utama sambil menunggu bel masuk berbunyi.

"Aku udah mulai latihan drama, jadwal latihan bakal padet," ujar Eli.

"Aku juga kok, Din. Tahun ini kelas sepuluh ikut pensi, jadi ya ikut latihan sama anak kelas sebelas. Padahal tahun sebelumnya cuma ngisi acara waktu pembukaan," ujar Naya.

"Enakan klubmu dong, Din. Nggak ada persiapan apa-apa," sahut Eli.

"Emang klub voli nggak ada persiapan apa-apa. Tapi kalau ntar ada turnamen kita juga sibuk wakilin sekolah."

Eli mendesah panjang, "Aku kudu latihan tiap hari. Mana ceritanya berat banget pula, pementasan Ramayana."

"Cerita Ramayana itu bagus, tau. Kamu harusnya bangga dong," hibur Naya.

"Meskipun peranmu nggak asyik banget, ya," celetuk Dini sambil menahan tawa.

Eli tertawa kecut, "Udah adegannya dikit, tapi harus tetep nunggu latihan dari awal sampai akhir."

Dini dan Naya tertawa melihat bibir Eli manyun.

"Nah, kalau kamu, Ra?" perhatian Dini beralih ke arah Hara. Dilihatnya Hara sedang sibuk bermain ponsel sambil senyum-senyum sendiri. Dini, Eli, dan Naya saling berpandangan melihat tingkah laku Hara. Mereka baru sadar Hara tidak nimbrung dari tadi. "Woi!" Dini menepuk pundak temannya itu, membuat Hara tersentak.

"Duh, ngagetin aja sih, Din?"

Eli terkikik, "Lagi stalking siapa sih, Ra? Daritadi senyam-senyum sendiri, sampai ditanya nggak nyahut."

"Iya, nih. Stalking gebetan, ya?" goda Dini.

Hara menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia jadi kikuk. "Eng... apaan sih, ya nggak lah. Ngelihatin feeds IG aja, banyak akun yang ngepost berita lucu-lucu."

Naya, Dini, dan Eli mencebik dan saling berpandangan. "Aih, Ra. Kalau punya gebetan kita-kita ini diceritain dong," Dini menyenggol lengan Hara sambil menaik-turunkan alisnya. Hara yang melihat tingkah Dini memutar bola mata.

"Duh, gebetan apaan sih? Nggak ada beneran, deh. Suer!" Jari Hara membentuk victory, tapi ketiga temannya tampak masih tidak percaya dan memandang Hara dengan curiga. "Udah, deh." Hara melambaikan tangannya rendah, "tadi kalian nanya apaan sih?" tanyanya mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Tadi Dini nanya, gimana persiapan klubmu buat festival sekolah nanti?" ujar Naya.

"Oh, itu. Kalau klubku sih harus siap sedia meliput kegiatan-kegiatan buat festival. Ntar pasti dimintai dokumentasi, kalau bagus bisa dipajang di mading."

"Eh! Bukannya itu kak Ares?" Eli menunjuk ke arah halaman utama di bawah yang langsung mendapat perhatian ketiga temannya. Mereka melihat Ares yang sedang berjalan santai melewati halaman utama bersama dengan Tiara. "Kayaknya emang bener ya mereka pacaran?"

"Iya, tuh. Tapi emang cocok, sih," ujar Dini.

Naya bergeming, ia tahu bahwa Ares digosipkan dekat dengan Tiara, tapi baru kali ini ia melihat mereka jalan bersama. Entah kenapa ia sedikit kecewa. Jadi bener ya mereka pacaran. 

-----##-----

"Stop!"

Ucapan Tiara menghentikan anggota padus yang sedang berlatih menyanyi.

"Kacau! Kalian bisa baca partitur nggak sih?" bentaknya, "kita udah berlatih beberapa hari, lho, masa salah terus? Tempo kalian terlalu lambat, artikulasi nggak jelas. Kalian di rumah latihan nggak, sih?!"

Beberapa anggota padus saling berpandangan. Sudah beberapa kali ketua klub mereka itu marah-marah dan menghentikan latihan mereka.

"Kalau nyanyi buka mulut yang lebar biar artikulasi jelas! Semakin hari kok kemampuan kalian semakin menurun, sih?!"

"Maaf, Kak. Ini udah hampir sore, kita juga udah capek. Beberapa hari kita udah latihan sampai sore, kemarin juga kak Tiara nambahin lagu yang bakal ditampilin." Seorang siswa kelas sebelas memberanikan diri bersuara setelah beberapa saat hening.

Tiara menghela napas panjang, "Ya udah deh, aku juga mau persiapan rapat Osis. Latihan hari ini kita akhiri aja. Besok kita latihan lagi dan jangan ada yang terlambat."

Anggota padus berhambur keluar termasuk Naya. Ia bergegas ke toilet tanpa sadar ada tiga cewek yang membuntutinya. Ketika Naya sudah masuk ke toilet, cewek-cewek itu mencegah beberapa anggota padus yang akan masuk ke toilet.

"Cari toilet lain sana!" seorang cewek berambut ikal mendorong pergi seorang anggota padus. Setelah itu dia dan kedua temannya masuk ke toilet dan menguncinya.

"Udah Yu, kamu nyiapin krannya, aku yang menahan pintunya tuh bocah biar nggak bisa keluar," bisik cewek berambut ikal. Ayu mengangguk kemudian sibuk memasang selang pada kran wastafel, sedangkan kedua temannya menahan pintu toilet yang dipakai Naya dengan badan mereka.

Mereka saling berpandangan sejenak, kemudian Ayu menyalakan kran dan mengarahkan selang ke atas toilet yang tak beratap. Naya tersentak kaget ketika ada semprotan air dari atasnya. Ia tidak bisa menghindar, ia berusaha membuka pintu tapi tak bisa karena ada yang menghalangi. Naya berteriak dan menggedor-gedor pintu, bukannya ada yang menolong ia malah mendengar suara beberapa cewek tertawa.

"Rasain tuh!"

"Dasar cewek ganjen!"

"Kamu kira suara kamu itu sebagus apa?"

"Sombong!"

Naya tidak tahu siapa cewek-cewek itu dan kenapa menjahilinya, ia merasa tidak mempunyai masalah apapun kecuali dengan Elang. "Siapa kalian? Apa salahku?"

"Salahmu? Kasih tahu nggak, ya?"

"Udah, kasih tahu aja Vir."

"Eh, entaran aja, biar dia mandi dulu, abis itu kasih tahu."

Tawa mereka meledak, membuat Naya semakin tidak mengerti apa yang membuat mereka membencinya. Ia sudah basah kuyup sekarang, ruang geraknya terbatas, sedangkan kucuran air terus mengenainya, ia mulai kedinginan.

"Eh, Naya! Kamu punya kaca nggak sih di rumah? Sok-sokan banget mau tampil di konser Ares. Emang kamu ngrasa kamu itu pantes?"

"Dih, aku nggak bisa bayangin aku harus mainin biola mengiringi bocah pemula kayak dia," pandangan Ayu beralih ke arah Vira. "Kalau kamu gimana Vir?"

"Dih! Jijik banget, lah. Mending aku mengiringi Tiara. Tiara lebih pantes tampil di konser Ares. Dia lebih cantik dan berprestasi, nggak kayak yang ini, ya nggak, Lin?" Vira mengeraskan volume suaranya.

"Masa panggung orkestra sekelas konser Ares penyanyinya model begini, sih? Nggak rela banget!" celetuk Arlin.

Mendengar celotehan cewek-cewek yang menjahilinya itu, ia mulai mengerti bahwa mereka mempermasalahkan keterlibatannya di konser Ares. "Apa mau kalian, hah?" Naya memberanikan diri bersuara.

"Eh! Kalau ngomong sama kakak kelas yang sopan, dong!"

Ayu berdecak sebal, "Apa sih yang dilihat Ares dari nih cewek? Udah nggak punya sopan santun, belagu!" ia mematikan kran, "Kita nggak sudi mengiringi musik kalau kamu yang nyanyi di konser Ares," ujarnya dekat dengan pintu, "Kamu nggak mau konser Ares hancur, kan? Kalau gitu mending mundur."

Naya tak habis pikir, ada lagi orang-orang selain Elang yang tidak suka ia tampil di konser Ares. Ia ingin menyanggah, ia tidak ingin mundur di konser Ares, ia tidak ingin Ares sedih kalau ia mundur, tapi lidahnya seakan kelu untuk berucap.

Tak ada tanggapan dari Naya, Ayu semakin sebal, "Kayaknya dia nggak punya mulut, deh. Tapi kuanggap dia punya telinga. Denger ya, Naya, kita bakal kasih kamu waktu. Aku dan tim orkestra lain tetep latihan bareng Ares, tapi kalau kamu nggak mundur sampai hari konser nanti, akan kupastikan tim orkestra nggak akan hadir di konser Ares..." Ayu berhenti sejenak untuk menarik napas, "ayo, guys kita cabut."

Ketiga cewek itu bergegas pergi. Naya termangu memikirkan kata-kata Ayu. Kenapa mereka nglakuin hal kayak gini?

Naya menggigil kedinginan, ia bergegas keluar dari toilet dan disambut kaca lebar wastafel di depannya. Penampilannya kacau, air menetes dari rambut panjangnya yang basah. Ia tak mengacuhkannya lalu bergegas keluar. Ia melewati lorong GKS dan berpapasan dengan beberapa murid yang lewat, mereka memandanganya aneh dan berbisik-bisik. Naya merasa malu, ia berlari menghindari mereka, ia bisa mendengar derai tawa mereka di belakang. Naya menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.

Ia berlari tanpa melihat ke belakang lagi, ketika berbelok di ujung lorong, ia menabrak seseorang dan jatuh terduduk.

"Naya?"

Ketika mengangkat kepala, Naya melihat Ares bersama Faizal yang menatapnya kaget. Ares membantunya berdiri, "Kamu kenapa sampai basah kuyup begini, Nay?"

Naya tak mengucapkan sepatah katapun, hanya menunduk menahan malu karena Ares harus melihatnya dengan keadaan kacau. Ares melepas jas seragamnya dan menggunakannya untuk menyelimuti Naya.

"Aku antar kamu pulang," pandangan Ares beralih ke arah Faizal, "suruh Tiara handle rapat sampai aku balik."

Faizal mengangguk. Ares merangkul Naya dan membawanya pergi sedangkan Faizal menuju ruang Osis.

Di sisi lain di ruang Osis, Tiara tertawa puas ketika Ayu, Vira, dan Arlin menceritakan kejadian di toilet.

"Duh, kok pas banget ya dia lagi mau ke toilet?" ujar Tiara di tengah tawanya.

"Iya. Rencananya kita malah nyulik dan ngedamprat dia di ruang klub musik. Eh, dia malah belok ke toilet, jadi itu bener-bener di luar rencana, tapi seru banget bikin dia mandi pake air kran," tawa Arlin meledak.

"Tenang aja, Ti. Pasti dia bakal mundur dari konser Ares, Ayu udah ngancam dia, kok," ujar Vira diikuti anggukan Ayu, cewek berambut gelombang itu.

"Ya udah, deh. Kalau gitu kita balik dulu ya, habis ini kamu kan rapat." Ayu melambaikan tangan ke arah Tiara. Tiara mengangguk, "Makasih, ya."

Ayu, Vira, dan Arlin bergegas pergi. Beberapa waktu kemudian Faizal memasuki ruang Osis dan langsung sibuk menuju rak berkas-berkas. Tiara bertanya-tanya kenapa Faizal datang sendiri, selama beberapa waktu pandangannya mengarah ke pintu masuk, tapi Ares tak kunjung masuk.

"Ares mana, Zal?"

"Hmm?" Faizal mengalihkan perhatian padanya, "Lagi nganter pulang anak kelas sepuluh, yang akan tampil di konsernya itu."

Tiara terkejut, "Hah? Dia nganter Naya pulang?"

"Iya. Kasihan. Nggak tahu tuh dia kenapa, tadi basah kuyup kayak abis ujan-ujan."

Kening Tiara mengkerut, wajahnya tampak kesal. "Kok bisa?!"

Faizal mengedikkan bahu, "Tadi papasan di lorong," ujarnya tak acuh sambil berkutat dengan berkas-berkas di tangannya.

Tiara berdecak sebal, Kok jadi gini, sih? 

-----##-----

Naya turun dari motor Ares ketika sampai di depan gerbang asrama.

"Makasih, Kak."

Ares tersenyum, "Ya, udah. Cepet masuk, keburu dingin."

Naya mengangguk, ia hendak melepas jas seragam Ares yang dipakainya, tapi Ares mencegahnya.

"Nggak usah dibalikin dulu, pake aja, udaranya dingin."

"Lah? Besok Kakak pake seragam apa? Nggak papa kok, Kak. Kan udah sampai asrama juga."

"Lihat tuh, bajumu kelihatan basah banget gitu. Kamu nggak malu kalau nanti dilihatin sama penghuni asrama lain? Pake aja, aku ada seragam lain, kok."

Naya memperhatikan baju dan roknya yang basah. Ares benar, paling tidak, jas Ares bisa menyamarkan bajunya yang basah dan bisa membuatnya hangat.

Naya tersenyum, "Makasih ya, Kak."

Ares mengangguk, "Ya sudah, cepat masuk."

Naya tersenyum, kemudian berbalik menuju asrama. Ares menatap punggung gadis itu sampai menghilang di lobi asrama. Ia termangu sejenak, menggenggam stang motornya lebih erat, kemudian memacu motornya dengan cepat.

Ares tak sadar, di sisi lain seseorang bersembunyi di balik tembok bangunan di seberang jalan sedang melihat hasil jepretan dari kamera yang dibawanya. Foto-foto Ares dan Naya di depan asrama.


-----##-----

To Be Continue

-----##-----


22 Juni 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro