32 : Debaran di Dada

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bruk!

Naya menaruh sekardus air mineral di bangku penonton pinggir lapangan. Ia bernapas lega setelah tangannya terbebas dari beban berat, harus membawa sekardus air mineral dari kantin ke lapangan sepak bola. Dilihatnya Elang bersama kawan-kawannya yang masih berlatih di tengah lapangan. Naya baru saja beranjak duduk ketika ia merasakan getaran ponselnya dalam saku.

Kak Ares

Online

Hai, hari ini ke cafe?

Iya, Kak. Kenapa, Kak?

Oke, sampai jumpa nanti. :)

Naya tersenyum kecil membaca chat dari Ares. Perhatiannya kembali beralih ke arah lapangan, matanya kemudian menangkap ekspresi kegembiraan Elang karena berhasil membobol gawang. Mata mereka sejenak bertemu, membuat Naya segera mengalihkan pandangan. Ia jadi teringat kejadian di ruang klub tempo hari ketika jatuh menimpa cowok itu, membuatnya menatap sepasang bola mata jernih Elang, berbeda dengan tatapan tajam yang biasanya ia terima. Naya menggeleng keras, tak mau mengingat hal yang membuatnya malu itu.

"Mal! Mana minumnya?"

Naya terhenyak karena tak menyadari kehadiran Elang. Naya gelagapan membuka kardus dan segera menyerahkan sebotol air mineral pada cowok itu.

"Mendingan keluarin semua, sekalian sama kuenya biar nanti yang lain bisa langsung ambil."

Naya mengangguk, kemudian melakukan sesuai permintaan Elang. Elang meneguk minumannya sambil mengamati timnya yang sedang berlatih. Dilihatnya Bimo yang berlari ke arahnya.

"Nah, ini dia yang ditunggu-tunggu. Haus, Coy!" ujar Bimo sambil meraih sebotol air. "Pasti berat, ya. Harusnya minta tolong Kak Bimo aja, Dek."

Elang memutar bola mata mendengar rayuan Bimo. Beberapa waktu berlalu, dilihatnya kawannya itu masih mengobrol dengan Naya. Gadis itu tertawa mendengar kelakar Bimo. Elang tertawa pendek, Sejak kapan mereka akrab?

Elang mengamati gadis berlesung pipi yang sedang tertawa itu. Angin berhembus, menerpa rambut panjang terurainya. Helai rambutnya terombang-ambing, membuat gadis itu beberapa kali mengaitkan rambut ke belakang telinga.

"Woi, Lang!"

Elang terhenyak.

"Malah ngelamun, dipanggil Natha daritadi, noh!" Bimo menunjuk Natha di tengah lapangan.

Elang melihat Natha melambaikan tangan, menyuruhnya segera bergabung berlatih. "Yoi, Nath!" Ia melempar botol minumannya ke tanah dan segera berlari ke lapangan.

Pandangan Bimo mengekori temannya itu, kemudian pandangannya beralih ke arah Naya yang menatapnya penuh tanya. Naya bergerak rikuh dipandang Bimo dengan tatapan aneh, "Kak Bimo kenapa, sih? Kok ngeliatin aku kayak gitu?"

Bimo berdecak, kemudian menggeleng pelan, "Nggak bisa dipercaya," cowok berambut keriting itu menatap Naya skeptis, "jangan sering-sering nglakuin itu di depan Elang."

"Nglakuin itu?"

Bimo memberi gestur mengibaskan rambut seakan ia mempunyai rambut panjang bak iklan sampo, kemudian mengaitkan rambut 'bayangannya' ke belakang telinga. Naya tertawa geli melihat Bimo.

"Emangnya kenapa, Kak?" tanya Naya sambil menahan tawa.

Ekspresi Bimo berubah serius, ia termangu sejenak menatap Naya. Ia paham bahwa Elang gampang terpesona dengan cewek berambut panjang. Ia hapal betul tingkah laku cewek yang bisa membuat Elang susah konsentrasi. Tapi kemudian ia berpikir lagi, Mungkin cuma perasaanku aja. Mana mungkin Elang suka sama cewek kayak dia. Bukan tipenya deh kayaknya. Miskin lagi.

"Nggak papa. Udah, lupain aja. Oh, ya, Elang udah bilang belum? Kamu dimintai tolong bantu dia revisi proker. Tenang aja, kamu tinggal gambar diagram sesuai yang dia bilang, kok. Biasanya cewek kan gambarannya rapi. Habis latihan ini, kamu ditunggu di ruang klub."

Naya mengangguk, ia memang sering dimintai tolong Adit atau Bimo membantu mereka menyusun proker. Mulai dari mengetikkan dokumen di laptop Adit sampai membantu mencarikan data-data lama.

Tak terasa hari sudah menjelang sore. Tak butuh waktu lama bagi Naya menunggu Elang di ruang klub, cowok itu muncul bersama Adit. Selama beberapa waktu Elang dan Adit terlibat diskusi tentang klub, sedangkan Naya hanya mendengarkan sambil melakukan tugasnya. Diskusi itu pun berhenti sejenak saat Adit harus mengangkat telepon.

"Duh, sorry banget, Lang. Aku lupa kalau kudu nganter Hara les."

"Oh, ya udah nggak papa tinggal aja, besok kita diskusi lagi."

Naya terhenyak, ia tak berani mengangkat kepala dan tetap fokus menggambar, Jadi, aku bakal di sini sama kak Elang doang, nih? Ia masih merasa tak enak mengingat kejadian beberapa waktu lalu.

"Oke. Sorry banget, yak," ujar Adit diikuti anggukan Elang.

Sepeninggal Adit, tak ada obrolan selama beberapa menit.

Elang hendak melihat hasil pekerjaan Naya, tapi karena Naya menggambar di atas lantai dengan posisi bersila dan terlalu menunduk, ia harus mendekatkan kepalanya agar dapat melihat.

"Kayaknya lebih bagus diberi warna sekalian, deh."

Naya mengangkat kepala dan terhenyak ketika menyadari wajah Elang berada begitu dekat dengannya. Pandangan mereka bertabrakan, seperti ada sengatan kecil di dadanya, jantung Naya tiba-tiba saja berdebar-debar. Pandangan mereka terputus ketika mendengar suara obrolan beberapa gadis di luar dan semakin mendekat.

Elang cepat-cepat membereskan dokumen dan alat tulis yang tergeletak di lantai lalu menyerahkannya kepada Naya, kemudian ia menarik tangan gadis yang masih terlihat bingung itu dan mengajaknya bersembunyi di belakang lemari. Ada area cukup lebar di belakang lemari kayu yang biasanya digunakan untuk menyimpan matras dan Elang biasa menggunakan area itu untuk tidur. Namun, ia lupa bahwa area itu sudah berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan berkas-berkas lawas yang sudah tak terpakai. Terpaksa ia dan Naya harus berdiri berhadapan karena tak ada cukup ruang.

"Ada apa, sih, Kak?"

Elang meraih pundak Naya dan mencegah gadis itu bergerak.

"Ssstt, ada Zizi dan teman-temannya," ujar Elang setengah berbisik.

Hah? Emangnya kenapa? Kenapa aku juga dipaksa ikut sembunyi?

Seakan tahu pikiran Naya, Elang melanjutkan, "Kalau dia tahu cuma ada kita di sini, kamu bisa habis dibantai sama dia. Kalau kamu nggak mau berurusan sama dia, mending diem di sini."

Naya hanya mengangguk samar, posisi mereka begitu dekat hingga ia bisa mencium aroma musk dari tubuh Elang. Naya mengeratkan pegangan dari dokumen yang dipeluknya, Kenapa aku jadi grogi gini?

"Elang ke mana? Kata Adit tadi lagi revisi proker?" ujar Zizi begitu memasuki ruang klub.

"Mungkin udah selesai kali, Zi," kata Tiara.

"Emangnya Elang nggak kasih kabar ke kamu, Zi?" tanya Arlin.

Zizi tertawa pendek, "Cowok macam dia mana mau kasih kabar? Chat aku aja nggak pernah dibales."

"Nggak heran, sih. Kalau kulihat, Elang tuh tipe cowok cool dan nggak bakal mau dikekang," ujar Ayu.

Elang memutar bola mata, cewek-cewek itu masih mengobrol di ruang klubnya dan tak ada tanda-tanda akan pergi. Ia bergerak mengambil ponsel di saku celana olahraganya kemudian mengirim chat ke Bimo, menyuruhnya agar menelepon Zizi dan memberitahu bahwa Elang sedang bersamanya. Ia mengumpat tertahan ketika chat yang ia kirim hanya centang satu, pertanda bahwa pesannya belum terkirim.

"Gimana persiapan klub padus buat tampil minggu depan, Kak?" tanya Zizi.

"Beres. Jadwal latihan kukurangin sejak cewek miskin itu ngundurin diri. Aku nggak mau ambil resiko kalau timku drop karena jadwal latihan padet."

Arlin tertawa, "Iya, kan kamu nambahin jadwal cuma buat forsir suara Naya."

Deg! Mendengar namanya disebut, Naya terhenyak.

"Aku sempet khawatir kalau usahaku nggak bakal ngaruh ke suara dia dan dia bisa tampil di konser Ares. Aku udah ngorbanin tim juga. Bayangin, waktunya bener-bener mepet banget," ujar Tiara.

"Iya, kalau jauh-jauh sih kayaknya kita bakal berhasil tanpa harus jalanin rencana Zizi."

Elang memutar bola matanya, Dasar tukang gosip! Ia melirik Naya yang hanya diam mendengar obrolan Zizi dan teman-temannya. Keningnya mengkerut ketika ia melihat badan Naya gemetar. Apa dia baik-baik aja?

"Emang rencana Zizi itu terbaik, dapet ide brilian dari mana, sih?" tanya Vira.

"Ide itu nggak bakal berhasil kalau dia nggak bego. Kita untung karena kebegoan dia, masa dia mau-maunya minum minuman yang tiba-tiba muncul di loker dia, mentang-mentang ada inisial nama kak Ares."

"Namanya juga cewek bego, Zi." Tawa mereka meledak.

"Yah, yang penting rencana kita udah bikin aku berhasil tampil di konser Ares."

"Yaps, Ti. Aku nggak bisa bayangin kalau bukan kamu yang tampil, aku bakal mengiringi cewek kampung itu," ujar Ayu.

"Aku juga nggak sudi mengiringi dia di konser Ares," sambung Vira.

"Akupun nggak sudi mengiringi cewek bego," tukas Arlin. Tawa mereka meledak, serangkaian ejekan kepada Naya kembali mereka lontarkan.

Elang memperhatikan Naya, bertanya-tanya bagaimana perasaan gadis itu setelah mendengar dirinya diolok-olok. Gadis itu tetap menunduk meskipun badannya bergetar, membuat Elang tak bisa menebak ekspresinya sekarang. Kedua tangannya tiba-tiba terulur, menangkup kedua telinga Naya dan membuat gadis itu menatap kedua netranya. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut gadis itu, tapi matanya menunjukkan luka. Elang mengeratkan tempelan telapak tangannya ke telinga Naya, berharap bisa mengurangi pendengaran gadis itu.

Tak lama, ponsel Zizi berdering nyaring. Mendengar informasi bahwa orang yang dicarinya bersama Bimo, ia dan teman-temannya pun bergegas pergi, tanpa sadar meninggalkan dua orang yang saling memandang namun tak dapat berucap.    

-----##-----

Naya mengutuk dirinya sendiri saat berjalan menuju cafe ketika mengingat bahwa ia langsung berlari pergi begitu saja dari ruang klub sepak bola setelah Zizi dan teman-temannya pergi. Ia memang kecewa, sedih, dan tak menyangka bahwa penyebab ia tak bisa tampil di konser Ares adalah Tiara dan teman-temannya. Ia juga tak menyangka akan mengetahui kejadian yang sebenarnya dengan cara yang tidak terduga. Masih jelas di ingatannya ketika tiba-tiba Elang menarik tangannya dan membuatnya bersembunyi di belakang lemari.

Berhadapan dengan cowok itu apalagi dengan posisi yang sangat dekat entah kenapa membuat Naya berdebar-debar. Bahkan ketika hatinya hancur saat mendengar olok-olokan Zizi dan teman-temannya, tiba-tiba terasa tenang ketika ada sentuhan hangat yang menutupi telinganya, seakan mencegahnya untuk mendengar sesuatu yang lebih buruk.

"Duh, malu-maluin, udah nggak ngucapin terimakasih, malah pergi gitu aja."

Tapi kalau nggak pergi, nih jantung bisa copot saking cepetnya berdetak. Suara dalam pikirannya nyeletuk. Naya mendesah panjang, tak mengerti arti debaran di dada yang melandanya.

"Arrgh!!" Naya mengacak-acak rambutnya dengan kesal. Lamunannya terbuyarkan ketika ia membuka pintu cafe dan sapaan Tama menyambutnya.

"Hai, Nay. Kau sudah datang?"

Naya tercengang, bukan karena sapaan ramah bosnya, melainkan keberadaan seseorang di samping Tama.

"Kak Ares? Kukira kita ketemu nanti waktu pulang kerja."

"Udahlah, Nay, kau tak perlu khawatir. Hari ini habiskan waktumu dengan Mas Ares."

Naya mengerutkan kening, "Terus cafe gimana, Paman?"

"Tenang, khusus hari ini ada orang lain yang menggantikanmu membantu paman Tama," ujar Ares sambil mengedikkan kepala ke arah dua orang yang sedang membersihkan meja. Naya melemparkan tatapan tersirat kepada Tama dan dijawab dengan anggukan.

-----##-----

"Bersulang untuk keberhasilan konser teman kita Ares!"

"Bersulang!!"

Dentingan gelas dan derai tawa terdengar riuh. Naya memperhatikan teman-teman Ares yang sedang menikmati kudapan di atas meja. Ada sekitar delapan orang teman Ares. Ia tak menyangka Ares membawanya ke perayaan bersama teman-teman cowok itu di ruangan yang disewa di sebuah cafe elit. Naya bergerak rikuh, ia tak mengenal satu pun di antara mereka, Kayaknya semua dari sekolah lain, tebaknya.

"Hai, kamu Naya, ya?"

Naya mengamati seorang pemuda peranakan Asia yang tiba-tiba duduk di sampingnya. "Aku Simon." Pemuda itu mengulurkan tangan.

"Naya," ujar Naya sambil menyabut tangan Simon.

"Kudengar suaramu bagus banget, kapan-kapan boleh aku mendengarmu menyanyi?"

Naya tersenyum, "Boleh, Kak."

Simon mengajak mengobrol selama beberapa waktu, kemudian kembali bergabung bersama teman-temannya. Naya menyimak obrolan teman-teman Ares tapi ia bosan karena tak memahami topik obrolan mereka, kebanyakan tentang musik dan OSIS. Entah kenapa ia tak begitu nyaman sekarang, suasana berkumpul teman-teman Ares sangat berbeda dengan teman-teman Elang. Bersama para anggota klub sepak bola, Naya tidak pernah merasa bosan, bahkan selalu tertawa karena tingkah laku mereka.

Naya menguap, Ares yang duduk di samping Naya menyadarinya.

"Ngantuk?"

"Hmm? Enggak, Kak."

Ares tersenyum, "Bosen, ya? Daritadi kamu juga cuma ngaduk-ngaduk es krim."

Naya menggeleng keras, "Nggak, kok. Malah aku ngerasa nggak pantes aja ada di sini. Aku kan nggak punya kontribusi apapun di konser Kakak."

Ares tersenyum, lalu meraih tangan Naya dan menggandeng gadis itu pergi menaiki tangga ke lantai atas, mengabaikan ledekan teman-temannya di belakang. Ares membawa Naya ke lantai teratas cafe yang didesain outdoor. Naya tak melihat ada seorang pun di sana, sepi, namun pemandangan yang disuguhkan sangat indah. Ia bisa melihat bintang-bintang dan lampu-lampu gedung. Ia beranjak ke pagar beranda, melihat kendaraan yang berlalu lalang di jalanan.

"Pemandangan di sini nggak bikin bosen, kan?"

Naya tersenyum rikuh, ia malu sudah tertangkap basah terlihat bosan di pesta Ares, "Maaf, Kak. Tapi aku seneng kok diajak ke sini."

"Harusnya aku yang minta maaf, aku terlalu mendadak, ya?"

Naya menggeleng, pandangannya kemudian beralih ke arah jalanan di bawah. Ares memperhatikan gadis itu dengan seksama, pikirannya melayang saat menemukan banyak fotonya bersama gadis itu di memori kamera paparazi yang disewa ayahnya. "Ayahmu nggak ingin mengambil resiko, Res. Dia khawatir kalau kau punya kedekatan dengan teman perempuan, kau tak akan mau ditunangkan dengan gadis pilihannya."

Kata-kata Yanu terngiang di kepala Ares. Ia termangu sejenak, kemudian meraih sesuatu berbentuk kotak panjang di saku jas seragamnya.

"Ada sesuatu yang pengen kuberikan ke kamu." Ares mengulurkan kotak itu.

Naya memandang kotak itu dan Ares bergantian, "Apa ini, Kak?"

"Benda ini kuberikan untukmu sekaligus ada sesuatu yang pengen aku sampaikan."

Naya menatap Ares dengan tatapan bertanya, sedangkan Ares memandangnya dalam, "Aku rasa, aku udah jatuh cinta sama kamu, Nay."

-----##-----

Eaaaaa,, ada yang nembak nih :p

Diterima atau ditolak?

Maaf ya aku lama banget apdetnya, sibuk banget apalagi musim semesteran kemarin. Ini karena libur aku sempetin ngetik. Semoga kalian nggak bosen yak.  Eh, nggak bosen kan?

21 Desember 2018

21:57   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro