25. Class Meeting Dimulai!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana mendadak canggung seketika Mbay datang. Bukan, bukan karena tidak nyaman, tetapi siapa pun tahu bahwa Kala dan Mbay masih terlibat aksi diam-diaman. Kini mereka tengah menikmati acara pesta ulang tahun kecil-kecilan milik Binar.

Tampaknya Binar tak mau ambil pusing masalah Kala dan Mbay. Gadis itu terlihat mengajak Mbay untuk bergabung dan menemaninya mengobrol. Sementara ketiga cowok dan Anye, kini menatap mereka seraya menghela napas kompak.

"Kenapa mereka bisa jadi temen?" gumam Kala.

"Gue juga nggak tahu. Kenapa tiba-tiba Binar temenan sama Mbay?"

Jiwa mengangguk setuju, pun tidak dapat menemukan jawaban apa pun. Hanya Anye yang menggigit bibir. Sebab, dia ingat pertemuan waktu itu ketika mengamati ketiga pemuda tersebut di halaman belakang. Anye memang tidak ikut mengobrol dengan Binar dan Mbay, jadi tidak terlalu tahu mengapa mereka akhirnya bisa dekat.

"Woy, kalian bertiga nggak mau gabung? Kenapa diam aja di situ?" tegur Binar.

"Wah! Iya, gue mau ambil macaron, tadi Papa nyuruh ke dapur." Raga dengan cepat membuat alasan untuk kabur dari canggung. Lantas bergegas masuk rumah.

Kini Kala, Jiwa, dan Anye kompak nyengir lebar. Kaku sekali. Anye menyikut Jiwa untuk segera bergabung, mau tak mau mereka akhirnya mendekat. Kala menyusul duduk di samping Jiwa dengan kecanggungan yang luar bisa.

"Nah, ini gue potongin kue buat kalian satu persatu. Dimakan, ya! Ini enak banget. Kalau Raga yang bikin, nggak usah diragukan," ungkap Binar seraya membagikan potongan kue. "Nih, Mbay. Dimakan, ya. Nggak usah sungkan, anggap aja lo lagi di rumah gue. Soalnya rumah Raga udah kayak rumah gue sendiri."

Ucapan Binar mendapat celetukan dari Anye. "Kalau udah ngerasa begitu, buruan diresmikan. Kalian nggak capek apa temenan terus?"

"Woy!" Kala menyikut lengan Anye. Apalagi saat Binar hanya mampu tersenyum sumir.

"Apaan, sih? Nggak usah nyikut gue, Kala!"

Terjadilah aksi saling dorong antara Kala dan Anye. Jiwa yang duduk di tengah-tengah mereka menjadi korban dorong keduanya. Saat mereka sibuk bertengkar saling mendorong, sepasang mata Mbay mengamati. Gadis berpipi tembam menggigit sendok kecil saat menikmati potongan kue ulang tahun Binar.

Sengaja banget, sih? Dipikir aku bakal cemburu? Mbay membatin, lalu melengos saat Kala tidak sengaja menatapnya.

"Mbay, Mbay, katanya lo ikut bimbel, ya? Bareng Jiwa?" tanya Binar seraya menopang dagu menatap Mbay yang tengah mengambil potongan kue dengan sendok kecil.

"Iya, kamu mau ikut bimbel juga?"

"Nggak. Kalau gue belajar di sekolah aja cukup, kok. Tapi, adik gue yang butuh. Di tempat lo nggak cuma anak SMA aja, kan?"

Jiwa yang mendengar obrolan itu pun menyeletuk. "Ada, kok. Kenapa nggak tanya ke gue aja, Bin?"

"Nggak sempet. Mumpung Mbay di sini dan gue baru inget." Kedua mata Mbay menatap mereka bertiga bergantian. "Kalian nggak mau ikut bimbel? Gue lihat Kala, Jiwa, dan Raga sering belajar bareng. Lo nggak mau gabung bimbel, Nye?"

Anye mengibaskan tangan dengan jemawa. Jemarinya lentik nan panjang dengan kuku yang dihiasi kuteks biru langit, kini meraih potongan donat di atas piring. Saat itu pula, Raga datang membawa sepiring macaron warna-warni.

"Gue males, sih." Kini Anye melirik Mbay. "Lo nggak bosen belajar terus?"

"Nggak. Dari pada gue nggak ada kerjaan dan cekikian nggak jelas. Mending gue belajar."

"Wah, wah!" Anye menelan kunyahan donat di mulutnya. "Lo sewot banget sama gue. Kenapa, ya? Lo ada masalah, kah, sama gue? Giliran ngomong sama Binar, lo lembut banget. Sama gue, kok, ngegas?"

"Siapa yang ngegas."

"Lo! Bukan gue."

Jiwa buru-buru menengahi, sebelum suasana mendadak kacau. "Udah, nggak usah ribut. Kita ke sini mau ngerayain acara bahagianya Binar. Kalian berdua nggak usah ribut."

"Siapa yang sewot duluan?" Anye melipat tangan di depan dada. Benar-benar jengkel dengan sikap Mbay. Diliriknya Kala yang sejak tadi diam memindai gerak-gerik Mbay. "Haduh! Capek, deh." Gadis itu bangkit dan beralih membantu Raga yang sedang menyusun piring, tepat di meja yang lain.

Acara ulang tahun Binar pun kian malam, kian terasa ramai. Meski sempat ada percekcokan kecil antara Anye dan Mbay, tetapi mereka seakan-akan melupakan itu. Sayangnya, Kala tidak mendapatkan momen terlalu banyak untuk mendekati Mbay. Ia masih ingat bagaimana unggahan Mbay di sosial media.

Setelah jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam, mereka kompak untuk pulang. Sebab, orang tua masing-masing, pasti tidak akan memberikan izin. Akhirnya merela bubar dari rumah Raga. Kecuali Binar yang masih ingin ada di sana.

"Duluan, ya! Jangan keluyuran kalian!" kata Anye memperingati Jiwa dan Kala.

Alih-alih meminta Jiwa mengantarnya, Anye memilih memesan ojek online. Jiwa dijemput seperti biasa. Sedangkan kini Kala dan Mbay berdiri di depan rumah Raga. Si pemilik rumah keluar dan menatap mereka yang terlihat sangat canggung.

"Mbay, balik sama siapa?" tanya Raga. Tak hanya mengalihkan tatapan Mbay, tetapi Kala juga. "Kalau nggak ada, balik sama Kal aja."

"Nggak usah, aku dijemput."

Belum sempat Raga dan Kala berucap, Honda Civic Hitam meluncur dari arah barat. Kemudian berhenti tepat di depan Mbay. Seorang cowok berperawakan tinggi dengan jaket jins, keluar dari sana. Kala mengejap sesaat. Cowok itu, kan ... ya, tidak salah lagi. Cowok yang waktu itu ada di postingan Mbay.

Senyum ramah terlukis di bibir Si Cowok. Sementara Kala dan Raga saling pandang heran. Seakan-akan pikiran mereka terkoneksi.

"Raga, Kala, aku duluan, ya. Udah dijemput," tukas Mbay.

"O-oh, hati-hati, Mbay." Raga yang berucap. Sedangkan Kala hanya mengulas senyum tipis.

Mbay benar-benar masuk mobil dan Si Cowok menyusul. Kala tidak mengenal cowok itu, tetapi barangkali teman kuliah sepupunya Mbay. Atensi Kala tak beralih dari mobil yang perlahan menjauh.

"Sabar, Bro!" Raga menepuk-nepuk pundak Kala.

"Yang bener aja? Gue udah move on kali. Lebih baik lo pikirin nasib lo dan Binar."

"Lah, bukannya kita punya misi? Tenang aja, gue nggak akan jadi pengkhianat. Masa iya, lo jomblo, gue dan Jiwa malah punya pacar?"

Tawa Kala terdengar sesaat. "Nggak usah lebay. Justru kalau lo berdua punya pacar, gue yang seneng. Kenapa? Karena gue tahu Anye dan Jiwa masih punya perasaan satu sama lain. Begitu juga lo dan Binar, cuma di antara kalian belum ada yang mau ngaku."

"Sok bijak. Sono, balik!"

Kala tergelak pelan dan segera menjauh dengan motornya.

—oOo—

Mbay punya cowok baru?

Kala menggeleng mengingatnya. Fakta itu masih terlalu baru. Namun, ia harus tetap menerimanya. Kala menggeleng lagi, tak mau terlalu memikirkannya. Kalau memang Mbay sudah punya pacar, biarlah. Tak ada urusan dengannya.

"Kal, gabung futsal, ya? Gue udah daftarin kelas kita," kata Heksa yang mendekati Kala. Mereka duduk di emperan kelas untuk menyaksikan penampilan karaoke pembukaan class meeting.

"Lah, kita main? Emang siapa aja yang gabung? Tahun lalu juga IPA kalah mulu dari IPS."

Riki menyedot habis susu pisangnya dan membuang ke bak sampah. "Bro, janganlah berkecil hati. Mana tahu semester ini kita menang. Lo ikut nggak?"

"Ikutlah. Mau gue bales, tuh, anak-anak IPS." Ia berapi-api, mengingat kemenangan rival mereka tahun lalu.

Teman-temannya tergelak melihat semangat Kala. Hari itu class meeting dimulai. Banyak yang menunggu acara tersebut. Maka tak jarang, sekarang banyak siswa yang datang lebih pagi karena tidak ada hari belajar pasca PTS. Paling nasib sial buat yang ikut remedial.

Ah, remedial! Kala baru ingat, nilai ulangan beberapa mata pelajaran sudah dipasang di papan pengumuman. Ia bergegas pamit kepada teman-temannya dan berlari ke arah papan pengumuman di ruang guru.

Degup jantung Kala malah terdengar berisik. Dahulu ia mana peduli mau remedial atay tidak. Sekarang berbeda. Bali terus terngiang-ngiang dalam ingatannya. Hasil belajarnya selama ini, semoga tak sia-sia. Kala menghalau beberapa orang di depan papan pengumuman, mengecek daftar demi daftar yang ada di sana.

"Yosh!" Kala mengangkat tinju sesaat. Senyum lebar terlukis di bibirnya. "Tiga pelajaran lolos. Sisanya semoga lolos."

Saat hendak keluar dari kerumunan karena sudah puas melihat nilainya, Kala nyaris saja menabrak seseorang. Siapa lagi kalau bukan Mbay, ia menarik tangan gadis itu agar tidak terjatuh. Lantas, melepasnya karena merasa agak canggung.

"Kamu nggak apa-apa, Mbay?"

"Nggak, aku baik-baik aja. Makasih."

Kala menggaruk lehernya karena merasa sangat canggung. Saat hendak pergi, ia mendengar seseorang meneriaki namanya. Anye melambai dari kejauhan, bersama Jiwa dan Raga yang berdiri di sisi kanan dan kiri.

"Aku pergi dulu," kata Kala berpamitan. Mbay melengos, alih-alih menjawab. "Oh ya, aku lihat nama kamu tadi. Nilaimu bagus, seperti biasa selalu jadi nomor satu. Selamat, ya! Harus tetap rajin belajar, jangan pacaran terus nantinya."

"Siapa yang pacaran? Bukannya kamu, ya?"

"Loh, kemarin kan dijemput pacarmu." Seketika Mbay terdiam mendengar perkataan Kala. Lagi, ia melengos dan bergabung dengan gerombolan. Dugaan Kala pasti tak salah. Mbay punya pacar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro