26. Super Deg-Degan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Raga! Dikit lagi, Ragaaa! Ah, sialll!" teriak Heksa di sisi lapangan.

Bola yang dibawa Raga ke arah gawang lawan ternyata meleset keluar dari garis lapangan. Kelas Kala sejak tadi berada di pihak kelas Raga. Permainan antara kelas Raga melawan kelas sebelas pun berakhir dengan skor 2-1. Dua untuk kelas Raga dan 1 untuk adik kelas.

Dari tempatnya berdiri, Kala bisa melihat Jiwa dan teman-temannya berteriak heboh karena kelas mereka berhasil melaju ke babak semi final. Setelah kedua kelas bertanding, selanjutnya giliran kelas Kala yang akan melawan kelas Bahasa. SMA Garuda sudah tiga hari heboh karena class meeting. Terlebih saat pertandingan futsal antar kelas.

Bahkan Kala tak tahu dari mana pom-pom kuning yang selalu dibawa oleh gadis-gadis di kelasnya untuk mendukung mereka. Sudah pasti Yumna dan Gadis yang menjadi pemimpin pemandu sorak dadakan. Sayangnya, Kala tak melihat Mbay bergabung dalam kelompok itu.

"Giliran kita, nih, lima menit lagi. Semangat, Guys!" Yumna mengangkat pom-pom. Pun diikuti oleh cewek-cewek yang lain.

"Biar makin semangat, boleh dikasih pelukan dulu nggak, Dis?" tanya Riki saat melihat Gadis yang duduk di samping Yumna.

Cewek berseragam olahraga langsung melotot padanya. "Nih, gue kasih ciuman dari sepatu gue aja gimana?"

"Sadis amat. Anggap aja itu bentuk dukungan lo."

Gadis kembali memelototi Riki. "Bocah Jepang, gue tendang juga punya lo, ya!"

Riki tergelak lepas saat ditarik oleh Juan untuk segera ke tepi lapangan. Sebab, kelas mereka akan segera bertanding. Hari itu tim kelas Kala mengenakan jersey berwarna hitam dengan perpaduan merah. Sembari menunggu permainan dimulai, mereka melakukan pemanasan sebentar.

Dari tempatnya berdiri, Kala mengamati lapangan. Jiwa dan Raga ada di tepi seberang. Tentu saja untuk mengamati jalannya permainan. Di sisi lain, terlihat Anye bergabung dengan teman-teman kelasnya untuk memberi dukungan, meski bukan kelasnya yang bertanding.

Saat Kala melirik ke pojok kanan lapangan, terlihat Miko tengah bersiap-siap dengan jersey hijau gelap. Rupanya kelas Miko adalah lawannya hari itu. Kala mengedarkan pandangan lagi, tetapi sosok yang dicari tidak terlihat batang hidungnya. Tak ada tanda-tanda keberadaan Mbay di lapangan.

"Baiklah, Teman-teman? Apa masih semangat? Sebentar lagi kita akan menyaksikan pertandingan dari kelas XII IPA 1 melawan XII BAHASA 2! Di sudut kanan lapangan, sepertinya tim Heksa sudah siap dan sedang melakukan pemanasan. Berikan tepuk tangan untuk membakar semangat mereka!"

Seketika tepuk tangan penonton terdengar bergemuruh di udara. Cewek-cewek banyak yang meneriakkan nama Heksa berkali-kali. Suara salah satu komentator pertandingan kembali terdengar memecah udara siang hari yang mulai terik.

"Nggak mau kalah, tim Bahasa yang hari ini dipimpin Miko juga udah terlihat sangat semangat! Yuk, berikan tepuk tangan untuk tim Miko!"

Tepuk tangan dan teriakan kompak terdengar. Suara riuh itu makin menjadi-jadi saat sekarang suara pluit terdengar. Kedua tim masuk ke lapangan. Masing-masing kapten berdiri berhadapan untuk segera melalukan kick off. Heksa dan Miko saling berdiri di depan salah seorang guru olahraga yang menjadi wasit.

Begitu suara pluit panjang terdengar, tim Miko yang mendapat kesempatan pertama pun mulai mengoper bola kepada lawannya. Dalam hitungan detik, pertandingan antara kelas Kala dan Miko pun digelar. Pun diiringi dengan suara penonton dari kelas IPA yang makin heboh.

Kala berlari mengejar bola, diikuti oleh Juan di belakangnya. Sesekali saat bola dioper padanya, dengan gampang ia menggiring bola dan mendekati gawang lawan. Seorang dari tim lawan mencekal langkahnya, dengan cekatan ia mengoper bola ke arah Riki. Kini bola benar-benar dikuasai oleh tim IPA. Semua penonton berteriak menyemangati jagoan masing-masing.

"Kala!" teriak Juan seraya mengoper ke arah Kala. Dengan cekatan, sasaran Juan tak meleset.

Seakan-akan mampu melawan angin, Kala mengecoh lawan dengan gampang. Bahkan Miko yang di depannya sempat kewalahan. Kala dengan cepat membawa bola ke arah gawang. Satu tendangan melayang dan membobol pertahanan kiper lawan.

"GOL! RUPANYA SEBUAH GOL PEMBUKA YANG SANGAT CANTIK DARI KALA!"

Komentator berteriak heboh lewat pengeras suara. Suara teriakan teman-teman sekelasnya mengudara kompak. Kala berlari melakukan selebrasi ke tepi lapangan. Menyalami cewek-cewek yang menjerit mendukungnya. Sudah seperti artis papan atas. Ia melewati Jiwa dan Raga.

"Final nanti lawan gue, Kal," kata Raga menantang.

"Boleh, taruhannya yang menang dapet traktiran dua minggu full."

"Bangsat, sombong!" Jiwa mengumpat melihat Kala tergelak mendekati timnya untuk memulai pertandingan kembali.

Saat Kala hendak mengelap keringat dengan jersey, atensinya beralih pada panggung yang berdiri tak jauh dari tepi lapangan. Ia melihat Mbay di sana, sedang berbincang dengan seorang anggota OSIS. Bukan, bukan itu yang membuatnya membeku, tetapi cowok berpakaian bebas yang berdiri di samping Mbay.

Sepasang mata Kala memindai gerak-gerik mereka. Kini keduanya mendekat ke tepi lapangan. Kala mengenali cowok itu sebagai cowok yang menjemput Mbay di rumah Raga. Sial! Kok, bisa sampai masuk sekolah segala?

Keduanya kini duduk santai di tepi lapangan. Saling berbicara sambil mengamati pertandingan. Kala mengejap sesaat. Sial, sial! Fokusnya malah terganggu.

"Woy, jangan bengong! Mau mulai, nih. Jangan ngerasa di atas angin karena udah bikin gol sekali," tegur Dio seraya menepuk pundak Kala.

"Sori, sori. Ayo, lanjut lagi!" Namun, mata Kala tak lepas dari Mbay dan cowok itu. Sengaja banget apa, ya?

"HUUUU KALAAA! SEMANGATTT!"

"Anjir!" Kala terkejut saat suara keras Anye terdengar dari arah Jiwa dan Raga. Entah kapan gadis itu sudah bergabung dengan kedua cowok tadi. Jiwa juga ikut mengangkat tangan untuk mendukungnya.

"KALA, KALAAA! SEMANGAT! WOWOWO!"

Suara Anye boleh juga. Walaupun badannya kecil, tetapi suaranya jangan diremehkan. Beberapa orang di sekitar Anye, Jiwa, dan Raga terlihat melirik ketus. Kala terkekeh melihat ketiganya.

Ketika Kala mencuri pandang pada Mbay, ternyata cewek itu juga tengah mengamati siapa si pemilik suara keras. Saat mendapati Anye yang berteriak, wajah cerah Mbay berubah sekeruh awan gelap.

Kala menyeringai sesaat, emangnya kamu aja yang bisa bikin orang cemburu?

-oOo-

"Good job, Guys!" Yumna datang menghampiri tim kelasnya saat pertandingan selesai.

Kelasnya berhasil melaju ke babak semi final. Namun, Miko tak mudah disingkirkan. Besok akan ada pertandingan antara Miko dan kelas sebelas untuk memperebutkan satu tempat di babak semi final. Kini tim IPA 1 sudah ada di kelas untuk istirahat setelah pertandingan.

"Kala, hari ini lo keren banget! Gila, gila! Golnya sampe tiga kali," kata Gadis dengan penuh antusias.

"Aduh, jangan naksir gue, Dis."

"Si Anying! Baru dikata keren aja udah pede gila."

Kala tergelak mendengar perkataan Gadis yang kini melanglang buana keluar dari kelas. Seperti biasa, ia bergandengan dengan Yumna. Tersisa Kala dan Heksa Cs di kelas. Menikmati air mineral yang sengaja disediakan oleh Bu Evita karena mendukung penuh lomba apa pun yang diikuti anak-anak didiknya saat class meeting.

"Guys, tadi kerja bagus," kata Liam yang baru saja datang mendekati mereka. "Tapi, kalian harus lihat daftar nilai. Tadi udah dipasang Pak Sugeng. Hari ini terakhir, semua nilai keluar hari ini."

Kala yang lebih dahulu melompat dari meja. "Serius, Yam? Di tempat biasa, kan?"

"Iya. Lebih baik kalian lihat dulu."

Tanpa mendengar ceramah Liam lagi, Kala berlari secepat mungkin keluar dari kelas. Tak peduli dengan umpatan beberapa siswa saat ia keluar dan menghalau mereka di koridor. Tujuan Kala tak lain adalah papan pengumuman di depan ruang guru.

Wajar saja rasanya lebih deg-degan dari biasanya. Itu menentukan apakah Kala bisa ikut liburan ke Bali atau tidak. Serta menentukan bahwa selama ini ia menyimak semua penjelasan Jiwa dengan benar. Padahal Jiwa ada di kelas IPS, tetapi pengetahuannya tentang Sains tidak boleh diragukan.

Kala mendekati gerombolan di depan papan pengumuman. Bersamaan dengan perasaan yang super deg-degan. Dengan cepat tubuh tinggi itu berhasil berdiri di depan papan. Ia mengamati selembar kertas yang terperangkap kaca. Jemarinya turun menyentuh kaca untuk menyusuri namanya.

Pelan-pelan bibirnya mencermati setiap nilai yang terpasang. Bibir Kala menganga lebar ketika mendapati tak ada tanda merah dari nilainya. Itu berarti ....

"JIWAAA!" teriak Kala membuat cewek-cewek di sana mendorongnya menjauh dari sana.

Ia harus berterima kasih pada Jiwa yang m mengajarkan Biologi, Fisika, dan Kimia. Perasaan Kala berangsur lega. Maka, Bali sudah ada di depan mata.

"Kala!" seru Anye dari kejauhan. Dia berdiri bersama Raga dan Jiwa.

"Woy, woy! Astaga. Kita benar-benar bakal ke Bali." Kala berseru sambil berlari mendekati mereka.

Sepasang matanya menangkap keberadaan Mbay yang baru saja keluar dari ruangan Tata Usaha bersama Desi. Cowok yang tadi entah ke mana. Diburu rasa kesal, Kala tak ragu merangkul Anye dan Jiwa. Sedangkan Raga yang anti sentuh-sentuh, langsung menjauh.

Kala melengos, mengabaikan Mbay dan Desi yang mematung di tempat. Seakan-akan keberadaan mereka tak terlihat, Kala melenggang santai.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro