Bab 15: Kembali Bebas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mona senang bukan kepalang. Di perjalanan pulang, cewek yang mengenakan setelan panjang putih lengkap dengan selendang penutup rambut panjangnya itu terus tersenyum. Ia geli dengan kelakuannya.

"Dilan, Dilan, lo tuh gemesin banget!"

Konsentrasi menyetirnya sedikit terganggu karena buncahan perasaan yang tidak bisa ditahannya. Klakson dari kendaraan lain bolak-balik menginterupsi. Namun, ia malah semakin terbawa dalam euforia yang diciptakannya sendiri. Mirip seperti orang kehilangan akal sehat.

Waktu sudah lima menit menuju pukul 23.00 WIB, tetapi Mona tidak sedikit pun terbersit ingin pulang.

Di dalam mobil, cewek itu mulai melepaskan blouse yang dipakainya hingga tinggal menyisakan tank top.

Atasan yang berhasil ditanggalkan kini dilempar sembarangan ke arah belakang.

Tak lupa selendang yang sejak tadi menutupi rambut, ikut menjadi korban pelemparan. Kini kain-kain itu teronggok mengenaskan di jok belakang. Untuk bawahannya, Mona memang sengaja memakai celana katun putih yang lumayan ketat hingga betis jenjangnya nyata tercetak.

Cewek yang kini tampil seksi dengan perbedaan hampir 100% dari sebelumnya itu mengendarai mobil menuju sebuah klub malam. Hiruk pikuk sudah mulai tampak, bahkan baru di halaman gedung. Muda mudi dengan tampilan serba modis berpadu aroma parfum yang menguar dari tubuh, berbondong memasuki gedung. Mona memarkir mobilnya dekat pintu keluar, kebetulan memang di sana masih kosong.

Masih di dalam mobil, Mona mengeluarkan peralatan make up sederhananya yang ia simpan di dashboard. Dengan lincah ia membuka bedak dan merapikan apa-apa yang dirasa pudar dari wajah ayu itu. "Cantik begini lo tolak, Dilan, Dilan," gerutu Mona masih sambil merapikan dandanan. Kali ini ia sedang memulas ulang bibir tipis nan basah itu. Beberapa kali mengatupkan keduanya guna memastikan warna yang dihasilkan sudah melekat dengan sempurna.

Mona keluar dari mobil merahnya. Langkah kaki jenjang berhak tinggi itu meliuk di antara kendaraan yang terparkir rapi. Sesekali tangan kirinya menyugar poni yang menjuntai saat cewek itu menunduk.

"Asiiik, bidadari gue nongol juga akhirnya!"

Sebuah suara yang berasal dari segerombolan manusia terdengar menyambut.

Mona tersenyum semringah.

"Apaan coba?"

Mona sedikit tersipu. Sejujurnya ia sangat akrab dengan pujian, tetapi akhir-akhir ini ia justru jarang mendapatkannya. Bukan karena tidak ada yang memuji, melainkan fokusnya sedang teralihkan.

Mereka itu cowok-cowok yang pernah menjalin hubungan singkat dengan Mona. Namun itu dulu, saat ini ia hanya fokus pada Dilan. Cowok itu memang beda dari yang lain. Sayangnya perjuangan mendapatkan cowok berambut mangkuk itu justru dibalas penolakan.

"Gue kira bidadari kampus kita udah insyaf."

Mereka tergelak. Mona memasang senyum terbaik untuk para penggodanya. Saat ini Mona sedang ingin bersenang-senang.

"Jadi siapa malam ini yang mau traktir gue?"

Mereka beradu pandang satu sama lain.

"Kami siap," jawab mereka.

Sesuai dugaan yang diinginkan cewek berkaki jenjang itu, mereka sepakat menanggung semua tagihan aktivitasnya. Mona sadar sedang berada di mana dan dengan siapa. Mereka itu anak-anak orang kaya raya.

Mereka dan Mona memiliki latar belakang keluarga yang hampir mirip, dibesarkan dengan bertumpuk-tumpuk uang. Kasih sayang yang selayaknya dibutuhkan tidak bisa didapat. Hingga mereka mencarinya di luar. Sejujurnya Mona lelah untuk merindu.

Cewek berambut cokelat kemerahan itu mencoba mengabaikan kesepian yang dialami. Memasang senyum semanis-manisnya di hadapan semua orang. Tertawa selepas-lepasnya di lingkaran cowok-cowok yang mengelilingi pesonanya. Mona senang jadi semesta orang lain.

Dalam hatinya hanya ingin membunuh dan mengubur seluruh kesepian.

Malam ini Mona ingin kembali menikmati semua itu. Ia sepertinya ingin menyerah untuk mendapatkan Dilan. Mona ingin kembali menjadi dirinya yang dulu. Ingin bebas, sebebas yang ia bisa.

Mona dan para cowok pengagumnya memasuki ruangan yang sudah disesaki pengunjung. Musik mengentak-entak gendang telinga. Menyambut jiwa Mona yang menginginkan kebebasannya kembali.

"Gue minum biasa."

Mereka kompak mengangguk. Salah satu di antara mereka terlihat pergu dan bergegas menyelinap di antara tubuh-tubuh yang sudah mulai menari. Sedangkan Mona dan para laki-laki yang tersisa menuju ke arah sofa kosong dan satu per satu duduk mengelilingi meja kaca kecil.

Yang pergi sudah kembali dengan dua buah minuman berbotol kaca berair jernih di tangan. Seringaian tercetak di sudut bibir mereka semua, termasuk Mona yang tangannya terulur menyambut botol-botol itu. Sedangkan musik yang sedang dimainkan oleh seorang Disc Jokey semakin meningkat temponya.

Di lantai dansa sudah makin ramai pengunjung yang bergerak sesuka hati.

Mona dan kawan-kawan masih mengelilingi meja dengan rokok yang sudah menyala di tangan masing-masing. Menikmati kepulan asap-asap yang meliuk indah di udara sambil meneguk minuman jernih dalam botol kaca. Rasa panas dalam dada tidak membuat mereka berhenti, malah semakin larut dalam suasana.

"Welcome back. Babe."

Mona hanya bisa menggumam sambil menikmati kepulan asap dari bibir merahnya.

Bagi mereka, ratu pesta yang dinanti sudah benar-benar datang. Tentu saja mereka akan menjadikan malam ini lebih indah dari malam-malam sebelumnya. Demi ratu pesta mereka.

"Gue udah lelah dengan semua topeng," gumam Mona dengan mata terpejam.

🍻🍻🍻

Yuhuuu.

Salam,

Noya Wijaya

Tangsel,  11 Agustus 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro