16. Situasi Berat Sebelah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Masih belum bisa mencerna dengan baik. Kejadiannya terlalu cepat. Dalam satu kedipan mata, Djinn yang merasuki tubuhnya ditebas di bagian perut. Galih berpikir instan, memberikan perintah kepada Endor untuk melawan balik lewat telepati di antara keduanya.

Keseimbangan ditemukn kembali. Endor bisa terbaang dengan stabil. Luka robek di dadanya perlahan mulai menutup. Bulu di sekujur tubuhnya tiba-tiba saja terangkat. Siap lepas landas menerjang ke depan.

"Barzack!"

Teriakan lantang Endor membuat seluruh bulunya melepaskan diri. Melesat cepat seperti hujan peluru. Joseph melompat mundur, sementara Safira berguling ke samping. Serangan yang sia-sia. Semua bulu menancap di lantai. Tak ada satu pun yang mengenai sasaran.

"Sintru."

Joseph menjentikkan jari. Mengeluarkan kemampuan untuk meredam suara. Lingkaran hitam transparan menutupi satu ruangan penuh. Pertarungan sepertinya akan berlangsung dengan bising. Mencegah kepanikan dan kekacauan adalah standar tindakan para pembasmi makhluk astral di OPMA.

"Mayatri."

Langkah berikutnya, membuat simbol segitiga dengan kedua tangan. Muncul kubus berwarna biru seperti berlian. Mengkilap memancarkan keindahan. Melebar dalam kecepatan tinggi. Menutupi lingkaran Sintru. Penghalang sudah dibentuk dengan sempurna. Tidak ada suara yang mengganggu dan tidak ada yang bisa keluar-masuk dari ruangan lagi.

Endor terbang mendekati Galih. Bertengger kembali di pundak kirinya. Mereka berdua melihat ke sekeliling. Saling membisikkan sesuatu. Membuat rencana untuk keluar dari situasi tersebut.

"Bagaimana menurutmu, Endor? Apa kita bisa keluar dari situasi ini?"

"Aku tidak yakin. Di dalam tubuh laki-laki itu ada Moz, Djinn paling kuat yang pernah ada. Kemampuan mengendalikan pikiranku tidak berguna padanya. Kita juga dikurung di dalam penghalang yang kuat, serta peredam suara yang keras. Mencoba kabur atau berteriak meminta bantuan tidak akan membuahkan hasil."

"Bagaimana kalau kita gunakan rekan perempuannya untuk kabur? Kita tangkap dan buat kesepakatan dengannya."

"Aku setuju. Hanya itu satu-satunya cara."

Tindakan mereka yang tengah berbisik tidak mengganggu bagi Joseph. Yang membuatnya terganggu adalah suara kepakan sayap Endor yang terlalu bising saat kembali ke pundak pemiliknya.

Tanpa perlu menguping atau membaca gerak bibir, apa yang mereka bicarakan dapat ditebak dengan mudah. Cara paling masuk akal untuk kabur adalah memanfaatkan Safira. Makhluk licik dan sampah seperti mereka berdua seratus persen memilih cara itu dibanding melawan Joseph.

Percaya dengan kekuatan yang dimiliki Safira sudah pasti. Yang diragukan Joseph adalah keliahaian Safira mengatasi kondisi yang tidak menguntungkan di antara mereka. Melawan musuh yang tidak bisa dilihat dengan bebas, bukan sesuatu yang mudah. Ditambah lagi Endor bisa terbang. Membuat gerakannya semakin sulit diprediksi dan dilihat.

"Kau bisa melawan mereka, Safira?"

Safira yang sejak tadi masih terduduk setelah berguling, berdiri kembali. Mengayun pedang dari kanan atas ke kiri bawah. Cairan hitam yang menempel terciprat ke lantai. Hampir hilang seutuhnya dari bilah pedang.

"Aku bisa. Aku perlu waktu untuk mempelajari gerakan dan kemampuan yang dimiliki olehnya."

"Ingat, kau tidak boleh menatap mata Endor sama sekali."

"Jangan khawatir, aku bisa menjaga pandanganku dengan baik."

"Baiklah. Aku tidak akan melakukan apa pun sesuai janjiku."

Percakapan mereka berdua bisa terdengar jelas. Seketika membuat Galih tertawa lepas. Menganggap hal yang mereka bicarakan sangat konyol.

"Kau ingin perempuan itu melawanku dan Endor sendirian? Apa kau sudah kehilangan akalmu? Apa kau pikir perempuan itu bisa mengalahkan kami?"

Tangan kanan Safira yang menggenggam gagang pedang menguatkan cengkeraman. Joseph melihatnya dan merasa sedikit terusik. Manusia sampah itu berusaha menyulut emosi Safira agar semakin mudah dikalahkan. Cara terbaik untuk menyerang balik adalah merespon dengan kata-kata yang sarkas.

"Memangnya, kalian sekuat apa? Aku tidak melihat kalian sebagai ancaman besar. Kalian cuma kecoa kecil yang bersembunyi di dalam tempat sampah."

Keadaan berbalik. Galih tersulut emosi, sementara Safira sedikit tertawa. Perang psikologi dengan orang yang salah adalah suatu kebodohan. Definis senjata makan tuan menusuk kepala Galih.

Belum puas. Joseph merasa serangan kata-katanya belum cukup. Tanggung jika hanya menyulut sedikit. Lebih baik menusuk sepenuhnya.

"Tidak perlu takut atau khawatir. Seperti yang kau dengar, aku tidak akan ikut campur. Tanganku bisa kotor jika menyentuh kalian berdua. Aku merasa kasihan dengan pedang Safira yang ternoda dengan cairan hitam menjijikkan, tetapi apa boleh buat. Sudah terjadi dan tidak bisa diulang. Lebih baik, buang pedangmu setelah melawan mereka. Tidak ada yang bisa membersihkan noda menjijikkan itu."

"Kurang ajar! Jangan beri ampun perempuan itu, Endor!"

Endor terbang mendekat tanpa menimbulkan suara. Mengeluarkan gumpalan aura abu-abu dari belakang tubuhnya. Dari gumpalan itu muncul delapan cabang seperti akar pohon. Menerjang ke arah Safira dengan kecepatan tinggi tampa menciptakan suara sama sekali.

Penglihatan terbatas. Dari delapan cabang yang menerjang, Safira hanya bisa melihat empat di bagian bawah. Menghindar dengan berlari ke sisi kiri. Melompat beberapa kali untuk menghindari empat cabang yang terlihat. Mengayunkan pedang ke arah atas, memperkirakan arah serangan dari empat cabang yang tidak terlihat.

Dua serangan dari atas dapat tertangkis, namun dua sisanya menggores pundak kiri dan kening bagian kanan. Jaket dan kaos robek satu garis. Luka goresan tercipta. Mengeluarkan darah dalam volume kecil. Rasa sakitnya masih bisa ditahan Safira, namun keadaan saat ini benar-benar genting.

"Endor punya karakteristik yang sama seperti burung hantu. Terbang tanpa menciptakan suara. Serangannya berasal dari aura magis yang terkumpul di bulu-bulunya, sehingga tidak menimbulkan suara juga."

Joseph akhirnya memahami hal yang sangat penting. Suara serangan dadakan saat menyambut kedatangannya dan suara kepakan sayap saat Endor kembali ke pundak Galih hanyalah sebuah ilusi. Membuat siapa pun yang melawan Endor merasa bisa menggunakan pendengaran mereka sebagai ganti penglihatan yang terbatas.

"Bagaimana, Joseph? Apa kita bantu saja perempuan itu?"

Bimbang. Tidak bisa memilih. Memberikan bantuan terlalu awal bisa melukai harga diri Safira, namun jika terlambat memberikan bantuan akan membahayakan nyawanya. Joseph terjebak dalam sebuah dilema yang sangat rumit.

Pertarungan berlanjut. Endor terus menyerang tanpa henti. Safira hanya bisa menghindar dan menerima serangan yang tidak bisa diatasi. Dari mula dua goresan, jumlah goresan di tubuhnya kini sulit untuk dihitung. Kalau dibiarkan terus seperti itu, bukan tidak mungkin Safira akan melakukan kesalahan dan membuatnya terpaksa menerima serangan fatal.

"Lihat, Joseph!? Rekanmu kewalahan melawan Djinn-ku. Apa kau hanya akan diam saja? Inilah konsekuensinya jika kau menyulut emosi kami. Setelah membunuh rekanmu, kami juga akan membunuhmu! Hahahaha!"

Joseph tidak bisa lagi tinggal diam. Dengan luka sebanyak itu, gerakan Safira menjadi semakin terbatas. Kuda-kuda kedua kakinya juga sudah tidak terlihat kokoh seperti sebelumnya. Tidak ada pilihan lain selain memberikan bantuan.

"Jangan bergerak, Joseph. Aku bisa mengatasinya sendiri. Percayalah padaku."

Tatapan mata tajam yang menusuk. Keseriusan yang tidak bisa dipatahkan. Sadira berhasil mengirimkan kesungguhan tekadnya. Joseph terpaksa mengurungkan niat untuk membantu. Memberikan sedikit waktu lagi untuk percaya dengan Safira.

Safira fokus kembali dengan lawan di hadapannya. Merasa luka yang terbentuk sudah cukup banyak. Waktu yang ditunggu akhirnya tiba.

Tangan kiri melepaskan sarung pedang yang sejak tadi digenggam. Membuka lebar-lebar kelima jari dan menempelkan muka telapak tangan ke tengah dada. Safira mengatur napas perlahan, kemudian menepuk dadanya satu kali.

"Mano."

Darah yang sudah keluar dan menempel di kulit ataupun pakaian tersedot kembali. Masuk ke dalam luka goresan terdekat. Lumpur hitam pekat seketika menyelimuti seluruh tubuh Safira. Membentuk baju zirah layaknya pejuang Inggris abad pertengahan. Lantai marmer yang diinjaknya retak. Menciptakan goresan panjang dan menghancurkan beberapa bagian.

"Haaa!"

Teriakan Safira menjadi awal dimulainya ronde kedua. Serangan demi serangan dihempaskan. Tidak ada cabang dari Endor yang mampu menembus baju zirah dari lumpur hitam miliknya. Kini, pedangnya bisa fokus pada serangan saja.

"Pantas perempuan itu sangat percaya diri dan tidak terlihat panik saat terluka separah itu. Ternyata, dia memiliki Djinn yang cukup mengerikan di dalam tubuhnya. Aku terpukau."

"Apa yang kau ketahui tentang Mano, Moz?"

"Mano sama sepertiku. Tidak punya bentuk fisik. Bedanya aku seperti kobaran api, sementara Mano seperti lumpur. Jika bayaranku adalah kutukan, maka bayaran Mano adalah darah. Tetapi, setahuku, Mano itu pelit. Menurut prediksiku, baju zirahnya hanya bisa digunakan selama lima menit atau bahkan kurang dari itu."

Lima menit tersisa untuk percaya. Safira sudah mengerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki. Joseph yakin dia bisa mengalahkan Endor sebelum waktunya habis. Namun, keyakinan itu tergerus perlahan setelah melihat baju zirah meneteskan lumpur hitam di lantai. Mulai tidak bisa mempertahankan bentuknya.

"Lihat? Apa aku bilang. Baru tiga menit, tetapi bentuknya sudah mulai terkikis. Pertarungan juga tidak berkembang sama sekali. Semua serangan Safira meleset dan bisa ditangkis. Membaca gerakan musuh yang tidak bisa didengar dan dilihat langsung itu sangat sulit. Memakai baju zirah juga bukan pilihan yang tepat."

Apa yang ditakutkan akhirnya terjadi. Setelah mendarat dari lompatan untuk menghindari serangan Endor, baju zirah yang digunakan Safira meleleh. Menetes di lantai dan masuk ke dalam bayangannya. Tidak ada lagi lumpur hitam yang menempel di badan dan napas tersengal. Safira sudah tidak bisa lagi melanjutkan pertarungan.

"Inilah akibatnya sudah meremehkan dan menyulut emosiku, Gadis Mungil. Sekarang, terimalah ajalmu."

Kedelapan cabang Endor menerjang bersamaan. Menuju satu titik yang sama, yakni area jantung. Safira hanya bisa melindungi diri dengan menempatkan pedangnya di depan dada kiri. Mencengkeram kuat gagang pedang dan memantapkan posisi kuda-kuda kaki.

Dalam momen sepersekian detik itu, jemari tangan kanan Joseph membentuk sebuah lingkaran. Mengarahkan bagian lubangnya pada tubuh Safira, layaknya sebuah teropong. Sesuai janji, dia baru akan bergerak saat nyawa Safira terancam.

"Turak."

Berganti posisi. Safira berdiri di tempat Joseph sebelumnya dan Joseph berdiri di hadapan serangan kedelapan cabang Endor.

Semua ujung cabang hancur. Menabrak lapisan kulit yang diperkuat oleh bagian tubuh Moz. Endor, Galih, dan Safira terkejut dengan alasan yang berbeda. Endor dan Galih terkejut karena serangannya tidak mempan, sementara Safira terkejut karena mendarat tiba-tiba di posisi yang lebih jauh dari musuh.

"Same."

Menerkam tanpa ampun. Same melompat keluar tanpa memberi Endor waktu untuk menghindar ataupun bertahan. Menggiringnya masuk dan keluar dinding secara berulang-ulang. Hiu berubah menjadi seperti lumba-lumba untuk sementara waktu.

"Le-pas-kan!"

Terus berontak. Mengguncang tubuh agar terlepas dari gigitan yang menyakitkan. Cairan hitam terus keluar dari tubuhnya yang berlubang karena gigitan. Endor sama sekali tidak bisa terlepas dari situasi itu. Cara pengecut terpaksa digunakan. Menatap mata Same agar bisa mengendalikan pikirannya, namun menjadi pengecut ternyata juga tidak cukup.

"Kau bisa mengendalikan pikiran makhluk astral yang menatapmu. Tetapi, apa jadinya jika makhluk astral yang melawanmu tidak punya mata?"

Pertanyaan Joseph membuatnya pasrah. Hanya kematian yang menunggu Endor di depan mata. Galih selaku manusia yang dirasukinya juga tidak bisa berbuat apa-apa. Bersumbunyi di bawah meja dan bergetar ketakutan memeluk kotak.

"Aku akan melepaskanmu dan membiarkanmu tetap hidup, tetapi dengan satu syarat. Kau bersedia menerimanya atau tidak?"

Kepala Same muncul di langit-langit. Menunjukkan sosok Endor yang sudah lemas tak berdaya di cengkeraman giginya.

"Apa pun syaratnya akan aku terima. Asal bisa lepas dari gigitan makhluk ini."

"Lepaskan semua saluran magis yang kau tanam di dalam tubuh karyawan perempuan yang menjadi korbanmu. Kembalikan juga ingatan mereka saat Galih melakukan tindakan mesum dengan mencuri pakaian dalam."

"Baiklah, aku terima persyaratanmu. Endoron."

Saluran magis terputus dari tubuh Endor. Lenyap secara perlahan seperti benang merah yang terbakar dua minggu lalu. Dari kepalanya keluar cahaya putih. Berbentuk bola dan cukup banyak jumlahnya. Terbang keluar ruangan. Mungkin saja itu adalah ingatan para korban yang diambil olehnya.

"Aku sudah memenuhi persyaratannya, sekarang lepaskan aku."

"Same, lepaskan dia."

Mulut Same terbuka, badan Endor terjun bebas. Sayapnya tidak bisa digerakkan untuk terbang karena menderita luka yang sangat parah.

"Moz."

Sekejap mata. Mulut besar Moz keluar dari bagian depan badan Joseph. Menerkam tubuh Endor dan menariknya masuk dengan perlahan. Tatapan mata saling bertemu. Kedelapan mata yang dipenuhi amarah dan kebencian melawan dua mata yang datar tidak memiliki arti.

"Kau menipuku, Joseph."

"Aku bukan Djinn atau Iblis yang tidak pernah mengikari janjinya. Aku adalah manusia. Makhluk yang dipenuhi dengan kebohongan."

"Sialan kau, Jo-,"

Tidak sempat menyelesaikan ucapan. Endor ditelan bulat-bulat oleh Moz sebelum kembali masuk sepenuhnya ke dalam tubuh Joseph.

"Huah! Enaknya .... Sudah lama aku tidak memakan Djinn yang berkualitas seperti ini. Perutku kenyang sekarang."

Kedua mata Joseph terpejam. Terus seperti itu selama sepuluh detik. Seperti sedang menunggu sesuatu sebelum membuka matanya kembali.

"Endor."

Kelopak mata kembali terbuka. Menunjukkan warna mata yang berbeda. Hitam seutuhnya di kiri dan putih seutuhnya di kanan. Dengan kedua mata itu, Joseph sekarang bisa mengendalikan pikiran seseorang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro