21. Kehidupan Kedua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Aku sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu. Setelah mengetahuinya, apa kau merasa takut? Apakah kau mulai bertanya-tanya apa perempuan yang berdiri di sebelahmu ini manusia atau makhluk astral?”

Tidak takut dan tidak bertanya-tanya. Melihat nama Clarine tertera di nisan memang membuat Joseph sedikit terkejut. Namun bukan ke arah takut, melainkan ke arah heran. Penasaran dengan alasan di balik dibuatnya makam itu.

“Kau tidak terlihat seperti makhluk astral. Semua karakteristik manusia ada padamu, jadi dapat dipastikan seratus persen kau itu manusia.”

“Huu … Joseph tidak seru. Takutlah sedikit biar suasananya jadi menarik.”

Terlalu sulit untuk berpura-pura takut. Mata Joseph sudah berpengalaman melihat makhluk astral yang mengerikan. Akalnya juga sudah terlatih dengan berbagai hal di luar nalar. Perpaduan itu membuatnya lupa bagaimana cara takut.

Clarine bertolak pinggang. Menginjak batu marmer yang menjadi frame pemakamannya dengan satu kaki kanan. Menginjak secara berulang-ulang. Menggantikan jari untuk menunjuk makamnya sendiri.

“Makam ini dibuat untuk menghilangkanku dari dunia. Bagi dunia ini, Clarine Sri Alioski sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu. Aku yang sekarang adalah senjata milik OPMA yang ditugaskan untuk membasmi makhluk-makhluk astral.”

Puas menginjak, Clarine menarik kakinya kembali. Memomosikan diri menghadap ke arah Joseph. Tangan kanannya mengulur ke depan kembali. Mengajak untuk berpindah tempat. Tangannya pun digenggam dengan erat.

“Inu-,”

“Oust.”

Mereka kembali ke kamar apartemen. Clarine terlihat tidak terima disalip. Joseph melepaskan genggaman. Menunjukkan jari tengah dan telunjuk tangan kirinya yang membentuk silang. Respon berdecak diterimanya. Satu matanya pun berkedip, bermaksud untuk membalas kedipan mata yang diterima sebelumnya.

Clarine berdiri menyandar pada meja. Joseph menghabiskan air mineralnya. Keduanya sama-sama menatap ke depan. Tidak saling menatap.

“Seperti yang aku bilang tadi. Setelah membuat kontrak dengan Yebel, tubuhku tidak bisa dikendalikan. Kekuatan Yebel terlalu kuat dan aku tidak terlatih sama sekali. Tujuanku yang sebelumnya ingin membasmi Djinn di tubuh orang tuaku, berubah menjadi membunuh mereka berdua. Ayah dan ibuku meninggal di tanganku sendiri. Aku memukul ayahku sampai membuat perutnya bolong dan aku menampar ibuku sampai membuat lehernya berputar tiga ratus enam puluh derajat. Kejadian itu masih segar di ingatanku.”

Perihal bunuh-membunuh orang tua, Joseph juga memahaminya. Tetapi, apa yang dilakukannya di masa lalu atas kemauan sendiri. Berbeda dengan Clarine yang melakukannya dalam keadaan tidak sengaja. Bisa mengerti rasanya, namun tidak bisa benar-benar memahami pedihnya. Duduk menghadap ke samping, menumpu siku kiri di atas sandran kursi, dan mengangkat kaki kanan ke atas paha kiri. Masih ada cerita yang perlu didengarkan.

“Aku ketakutan. Bergetar dan lututku terasa lemas. Aku hanya bisa duduk bersimpuh di lantai memandangi tangan kiriku yang dipenuhi darah dan muka telapak tangan kananku yang memerah. Aku menangis dan berteriak seperti orang gila. Kemudian, di saat itulah laki-laki iu menyelamatkanku.”

***

“Bukan kau yang membunuh kedua orang tuamu.”

Suara langkah kaki mendekat. Tidak berani menoleh ke belakang, karena takut menunjukkan diri yang dipenuhi dengan darah. Semakin dekat sampai akhirnya sepatu kulit berwarna hitam dapat terlihat oleh mata.

Berjongkok di hadapan gadis muda yang terus tertunduk tidak menatapnya balik. Meletakkan sekotak tisu yang sebelumnya diambil dari atas meja di lantai. Menarik beberapa lembar dan mulai mengelap tangan kiri yang berlumuran darah.

“Siapa namamu?”

“Clarine.”

“Clarine, aku datang ke sini saat merasakan hawa keberadaan yang luar biasa. Aku pikir itu Be Sick atau Sandekala, ternyata Yebel. Apa kabarmu, Yebel? Sudah lama tidak ada orang yang menjalin kontrak denganmu.”

Tangan kiri menarik diri dengan cepat. Menerjang ke depan untuk melayangkan pukulan. Tidak sampai di tempat tujuan, karena leher sudah lebih dahulu dicekik. Clarine yang setengah wajahnya berubah menjadi iblis tidak berkutik sama sekali.

“Jangan melawan. Aku bisa saja mencekikmu sampai mati saat ini juga. Tetapi, nyawa gadis ini tidak sebanding dengan nyawamu.”

Tenaga meredup. Tidak ada lagi perlawanan yang bisa diberikan. Wajah Clarine kembali seperti semula manjadi gadis muda yang cantik. Situasi sudah terkendali. Tidak ada lagi alasan untuk terus mencekik.

“Tadi itu apa? Aku tidak bisa mengendalikan tubuhku. Hal yang sama juga terjadi sebelumnya. Dalam sekejap mata aku sudah membunuh kedua orang tuaku. Aku sekuat tenaga menahannya, tetapi tidak bisa.”

Air mata Clarine menetes deras. Bersama dengan suara isak tangis yang cukup kencang. Wajar saja hal itu terjadi. Tidak ada satu pun manusia yang tidak menangis setelah membunuh orang tuanya tanpa disengaja.

“Kau menjalin kontrak tidak langsung dengan salah satu iblis yang kuat. Tampaknya iblis itu menyukaimu, sehingga mengubah kesepakatan kontrak secara sepihak. Dari tidak langsung menjadi langsung. Itu sebabnya dia bisa merasuki dan menguasai tubuhmu. Kemungkinan besar dia salah memahami tujuanmu.”

Terus menangis terisak. Laki-laki bersetelan jas melanjutkan aktivitasnya yang terhenti. Membersihkan tangan dan wajah Clarine yang berlumuran darah.

“Dahulu kala ada sebuah cerita yang terkenal. Kisah tentang tiga iblis yang terbuang. Be Sick, Sandekala, dan Yebel. Mereka punya kisah menarik yang berbeda-beda. Be Sick terlahir sebagai manusia. Dia mencintai perempuan yang bernama Ananta Kusuma. Cinta tanpa syarat dan tulus. Namun, dia terkejut saat mengetahui perempuan yang dicintainya adalah Iblis Bunga yang menghisap darah gadis-gadis muda. Bukan kecewa, namun dia justru menerima apa adanya.

“Suatu hari Ananta Kusuma tidak bisa lagi mempertahankan bentuk fisiknya. Demi rasa cintanya yang besar, dia melebur menjadi satu dengan laki-laki yang sangat mencintainya. Laki-laki itu pun berubah menjadi iblis dan sama sekali tidak menyesalinya. Membawa cinta mereka yang kekal terus bersamanya. Tidak ada yang tahu siapa nama laki-laki itu sampai akhirnya dia disebut dengan Be Sick.

“Kemudian, Sandekala. Iblis yang tidak memiliki perasaan, namun tidak pernah melakukan kekejaman. Dia hanya melakukan apa yang diinginkan olehnya. Sampai suatu hari dia bertemu dengan seorang gadis. Terbaring di tempat tidur rumah sakit dan tidak berdaya. Dia menjadikan dirinya sebagai teman bicara gadis itu. Menunjukkan dunia luar dengan memberikannya banyak hal. Namun, gadis itu pada akhirnya meninggal dunia.

“Sandekala tidak bisa bersedih ataupun kecewa. Yang bisa dilakukannya hanya menatap ke arah makam gadis itu. Ada rasa yang mengganjal di dadanya. Seperti kehilangan sesuatu yang sangat berarti. Untuk mencari tahu makna dari rasa yang membingungkan itu, dia menggali kembali makamnya dan mencoba berbagai cara untuk menghidupkannya. Namun, dia tidak pernah berhasil. Selamanya terjebak dalam rasa yang tidak bisa dipahaminya.”

Semua jejak darah sudah dibersihkan, kecuali yang membekas di pakaian. Isak tangis juga sudah tidak terdengar. Suasananya mendadak berubah menjadi tenang saat cerita mengenai ketiga iblis terbang mengudara. Tanpa disadari Clarine, setiap ucapan yang keluar dari mulut laki-laki itu mengandung aura lembut yang menenangkan.

“Lalu, bagaimana dengan iblis yang ada di tubuhku?”

“Yebel? Yebel adalah iblis yang punya dua kepribadian. Hitam dan putih. Kepribadian hitam menunjukkan sisi gelap emosinya, sementara putih menunjukkan sisi lembut perasaannya. Dia menyukaimu, jadi dia akan menyingkirkan siapa pun yang melukaimu. Yebel punya banyak kisah. Semua kisahnya menunjukkan persahabatan abadi yang indah antara dua makhluk. Itu sebabnya, aku bilang Yebel salah paham dengan keinginanmu. Sebenarnya dia tidak mau melihatmu terluka. Apa yang dilakukannya semata-mata untuk melindungimu, tidak ada alasan lain.”

Clarine terus menatap kedua muka telapak tangannya. Rasa campur aduk yang semula memenuhi hati perlahan mulai melebur.

“Dia membunuh orang tuaku untuk melindungiku?”

“Apa alasanmu menjalin kontrak dengan Yebel?

“Untuk membunuh makhluk yang merasuki tubuh kedua orang tuaku.”

“Kau tahu Djinn apa yang merasuki mereka?”

“Eh?”

Ekspresi bingung yang sudah diprediksi. Bukan pertama kalinya melihat manusia yang punya mata spesial, tetapi tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang makhluk astral.

“Dari sisa tubuh Djinn yang aku lihat, kedua orang tuamu dirasuki Arda dan Abilasa. Djinn yang menyebarkan keserakahan dan hawa nafsu negatif. Akar tubuh mereka sudah menancap terlalu dalam di tubuh kedua orang tuamu. Membasminya pun tidak akan mengubah sikap mereka secara keseluruhan.”

“Menancap terlalu dalam? Aku baru melihatnya belum lama ini.”

“Menyembunyikan diri dari manusia yang bisa melihatnya adalah keahlian para makhluk astral. Kau baru melihatnya karena keserakahan dan hawa nafsu negatif mereka sudah terlalu besar. Kedua makhluk astral itu jadi tidak bisa lagi menghilangkan hawa keberadaan mereka.”

Terlihat sulit menerima. Tidak bisa mengelak juga tergambar sedikit dari mata Clarine yang melirik ke arah lain.

“Aku ingin memberikanmu kesempatan untuk menjalani kehidupan yang berbeda. Kehidupan di mana kau memahami setiap detail dari makhluk astral. Mencegah siapa pun bernasib sama sepertimu dan kedua orang tuamu. Dan kalau boleh jujur, kehidupanmu di sini sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Kau pasti menyadarinya, bukan?”

Kepala tertunduk. Membaringkan kedua tangan di atas paha dan mengepal telapak tangan dengan kuat. Clarine jelas menyadari apa yang menunggunya di kemudian hari jika kematian orang tuanya diketahui oleh orang lain.

“Jadi, kau mau?”

“Apa aku punya pilihan lain?”

Tatapan ketus melawan tatapan serius. Sebuah pertarungan yang sebaiknya tidak diteruskan. Mengalah dan lanjutkan pembicaraan.

“Sebelum aku berikan kehidupan itu, ada dua hal yang harus dilakukan terlebih dahulu. Pertama, pejamkan kedua matamu dan jangan membukanya sampai aku suruh.”

Memejamkan mata tanpa banyak bertanya. Merasakan pundaknya digenggam cukup kuat. Clarine tidak bisa memprediksi apa yang laki-laki itu ingin lakukan terhadapnya.

“Oron.”

Suara tulang-belulang patah terdengar sangat nyaring. Ingin membuka mata, tetapi memegang teguh perintah yang diberikan. Suara yang sama muncul kembali, namun terdengar satu-persatu.

“Kau sudah boleh membuka mata.”

Clarine membuka mata dan langsung memfokuskan tatapan pada laki-laki di hadapannya. Mencari dengan saksama letak tulang yang patah.

“Apa yang kau cari?”

“Aku mendengar suara tulang patah.”

Telapak tangan kiri dalam keadaan terbuka menjadi pemandangan yang menghalangi tatapan. Melihatnya secara berulang-ulang dari ujung satu ke ujung lain, namun Clarine tidak menekukan adanya tulang yang patah.

“Tadi aku menggunakan teknik Oron. Teknik yang bisa memutus kontrak antara manusia dengan iblis. Sebagai ganti dari penggunaannya, dia mematahkan kelima jariku untuk menyerap rasa sakit yang timbul dari sana. Harga yang dibayar untuk memutuskan kontrak langsung memang mahal. Kalau kontrak langsung Be Sick atau Sandekala mungkin dia akan mematahkan seluruh tulang tanganku dari pundak sampai ujung jari. Tidak perlu khawatir. Jari-jariku sudah kembali seperti semula.”

Kedua tangan Clarine menggenggam telapak tangan laki-laki itu dan mendekatkannya ke wajah. Tangisan tidak bisa ditahan lagi. Menangis sejadi-jadinya.

“Kedua ….”

Melihat tangisan yang tersedu-sedu, laki-laki itu mendekapkan kepala Clarin ke dadanya. Menjalankan tahap kedua tanpa menjelaskan.

“Oust.”

Berpindah tempat ke halaman rumah. Tangan kanan membentang ke depan. Telapak tangan terbuka lebar. Tatapan tajam laki-laki itu menghunus ke depan.

“Fuego.”

Dari mulai percikan api kecil sampai menjadi kobaran api yang sangat besar dalam satu kedipan mata. Membakar setiap inci rumah dengan keganasannya.

***

Cerita yang panjang dan menyentuh. Sebuah masa lalu yang tidak akan pernah bisa dilupakan bagi siapa pun yang mengalaminya. Di saat itulah Joseph akhirnya mengetahui kalau Clarine juga punya masa lalu yang kelam. Di sisi lain, dia juga menyadari kalau Clarine bukan tidak mau memutuskan kontrak dengan Yebel, melainkan memang tidak ada kontrak di antara keduanya.

“Di mana laki-laki yang menyelamatkanmu? Apa dia juga bekerja di OPMA?”

“Iya, dia juga bekerja di OPMA. Namun, dia sudah lama meninggal. Mengidap berbagai macam penyakit dari efek memakan kutukan.”

Informasi yang baru. Selama ini, Joseph tidak pernah mengetahui ada manusia yang bisa memakan kutukan. Menghilangkan atau membasmi masih mungkin dilakukan, seperti apa yang dilakukannya selama ini.

“Memakan kutukan?”

“Bukan dia yang memakannya, tetapi Djinn yang merasuki tubuhnya. Coba tanya Djinn yang ada di dalam tubuhmu. Apa dia mengenal Rizky Sudrajat Ajisaka atau tidak. Bohong, jika dia tidak mengenalnya.”

Tidak ada respon dari Moz. Bersembunyi setiap kali ada hal yang penting menjadi kebiasaan baru yang sering dilakukannya belakangan ini. Memaksanya untuk menjelaskan sekarang juga, pasti tidak ada gunanya. Joseph sangat memahami sikap Moz yang kemauannya sering berubah-ubah.

“Terima kasih sudah menjadi teman bicaraku, Joseph. Aku sangat menghargainya. Aku merasa sedikit lebih lega sekarang.”

“Sama-sama.”

“Selamat malam dan selamat tidur. Istirahat yang cukup, karena tugas menunggumu esok hari. Sampai jumpa lagi, Joseph. Inunaki.”

Sebelum terserap masuk ke dalam portal, Clarine melambaikan tangan dengan tersenyum. Joseph meresponnya juga dengan melambaikan tangan, namun sayangnya portal sudah lebih dahulu tertutup.

Bangkit dari kursi dan masuk ke dalam kamar. Joseph membaringkan badan dengan menjadikan lengan tangan kirinya sebagai bantal. Tangan kanannya menepuk dada cukup keras dengan sengaja.

“Kau berhutang penjelasan padaku, Moz. Siapa laki-laki yang sudah menolong Clarine dan apa hubungannya dia denganmu?”

Tidak ada jawaban. Moz masih bungkam seribu bahasa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro