06

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Biasanya seseorang yang benar-benar perhatian akan melakukannya secara diam-diam dan tanpa sepengetahuan kita

«»«»«»

SINAR matahari masuk ke dalam kamar Julian. Lelaki itu pun pelan-pelan membuka matanya. Setelah mendapat kesadaran penuh, Julian bangkit dari tidurnya. Kok ni cewek tidur di sini? batin Julian bingung.

Lelaki itu mengambil lap yang ada di atas kepala dan perutnya, lalu lelaki itu hendak membangunkan Juli. Namun, ia mengurungkan niatnya saat melihat wajah Juli yang tertidur pulas.

"Ck, nyusahin," gerutu Julian. Lelaki itu menarik tangannya yang ditiduri oleh kepala Juli. Lelaki itu pun bangkit dari tidurnya. Lagi-lagi ia menghentikan niatnya dan berjalan ke arah Juli, "gue udah gila nih." Julian mengangkat tubuh Juli dengan pelan-pelan, lalu menidurkannya di atas tempat tidur.

Lelaki itu pun berjalan menuju kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Julian ke luar kamar mandi dengan handuk melingkar di pinggangnya.

Bersamaan dengan itu Juli yang sedang tidur, tiba-tiba terbangun. Gadis itu pelan-pelan membuka matanya. Kok gue di sini? batin Juli saat melihat sekeliling. Tiba-tiba penglihatannya tertuju pada seorang lelaki yang bertelanjang dada. Eh, itu siapa? batin Juli.

Bertapa kagetnya Juli saat melihat laki-laki itu berbalik badan, dengan cepat gadis itu memejamkan matanya lagi. Aduh, bego, ini kan kamarnya Julian. Lagian itu cowok ngapain nggak pake baju sih, udah tau ada gue di sini, batin Juli.

Juli membuka matanya dengan pelan-pelan, memastikan semua hal aman. Kayaknya udah aman nih. Gimana ya? Pura-pura baru bangun aja kali ya? batin Juli.

Ia pun bangkit dari tidurnya dan merentangkan tangan sambil menguap.

"Bangun juga," kata Julian yang tengah mengambil baju dari lemari.

Hal itu membuat Juli terkejut dan langsung menutup matanya dengan tangan, "lo ngapain nggak pake baju?" teriak Juli.

"Biasa in aja kali," kata Julian santai.

Tiba-tiba pintu kamar Julian terbuka. Menampakkan dua laki-laki, Angga dan Seno.

Waduh mati gue, batin Juli.

"Wow, ada cewek!" kata Seno dengan tampang konyol.

"Iya, ada cewek," sahut Angga.

"Wow, dia tidur!"

"Hooh doi tidur," kata Angga.

Mereka langsung saling menatap, "wow, di kamar Julian," ucap mereka bersamaan. "Wow, wow, wow!"

"Bego!" kata Julian sambil memakai bajunya. "Pergi sana!" usir Julian.

"Kita ke sini mau jenguk lo, kata nyokap lo, lo lagi sakit. Eh, tapi ternyata ..." Seno menggantungkan kalimatnya.

"Jul, gue nih ya, yang berpangkat sebagai temen lo dari bayi aja baru sekali masuk ke kamar lo itu pun, lo langsung ngusir gue. Jangankan kamar nih ya, masuk ke rumah lo aja, gue bisa ngitung pakai jari. Sedangkan sekarang, lo bawa cewek, ke kamar lo? Wah, dunia mau kiamat," kata Angga lebay.

Juli berkali-kali mengumpat kepada dirinya sendiri. Kalau aja kemarin gue nggak ketiduran, kan sekarang gue nggak malu kayak gini, batin Juli.

"Julian, lo jangan-jangan udah anu ya?" tanya Seno ambigu.

Juli pun bangkit dan berjalan menuju pintu ke luar dengan cepat. Namun, tangannya dicegat oleh Angga. "Jangan bilang lo calon istri nya Julian?" tebaknya.

Pipi Juli yang sedari tadi memerah kini makin memerah. Gadis itu pun melepaskan tangan Angga darinya dan berlari ke luar kamar Julian.

"Wah, bener kan gue?" kata Angga bangga.

"Eh, tapi ya, lo kan sama dia belum nikah. Lagian nih Jul, itu cewek masih muda, masih SMA kan? Masa lo tega ngelakuin perbuatan kepada anak di bawah umur," ucap Seno.

Julian menatap temannya dengan tangan dilipat di depan dada. "Udah?" tanya Julian.

"Udah apaan?" tanya Angga.

"Ngomongnya, udah kan?" tanya Julian.

"Udah kok, Jul," jawab Seno.

"Sekarang lo pulang!" perintah Julian. Lelaki itu mendorong temannya ke luar kamarnya lalu membanting pintu kamarnya.

"Dih, galak bener kayak emak-emak!" teriak Angga kesal.

«»«»«»

PONSEL Julian berdering, menandakan ada sebuah panggilan masuk. Siapa? batin Julian. Lelaki yang tengah membaca buku tersebut, akhirnya dengan malas mengambil ponselnya yang berada di atas nakas.

"Hallo, Jul," ucap Dian di seberang sana.

"Ada apa?" tanya Julian langsung pada pokok pembicaraan.

"Salam dulu kek," gerutu Dian sebal. "Udah sehat kan?" tanya Dian.

"Ya."

"Oh bagus deh, soalnya ntar perlengkapan pernikahanmu bakalan dateng! Mama nggak bisa nemenin, Mama lagi sibuk di kantor," kata Dian.

"Sejak kapan Mama kerja?" tanya Julian bingung.

"Mama nggak kerja, Mama kan ngurusin pernikahan kamu," kata Dian.

"Pernikahannya kapan sih?" tanya Julian.

"Besok."

Seketika Julian membeku. "Besok?"

"Udah ah, Mama tutup dulu, bye!" Sambungan terputus.

Untuk pertama kalinya, ia ingin berbicara panjang lebar dengan ibunya.

Dengan sangat kesal Julian keluar kamar dan berjalan menuju kamar Juli. Julian mengetuk pintu kamar Juli dengan sangat keras.

"Iya, bentar. Sabar kek!" gerutu Juli dari dalam kamar. Beberapa menit kemudian pintu terbuka, "kenapa?"

"Lo tau besok hari apa?" tanya Julian.

Juli menatap Julian bingung, "lo masih sakit?" Juli menaruh tangannya di dahi Julian. "Nggak demam tuh," kata Juli.

Julian menatap Juli, "udah?"

Kini Juli yang bingung.

"Gue mau nya sih nggak ngomong langsung. Tapi karena lo kayak gini gue nggak punya pilihan lain," ucap Julian.

"Wah, lo bisa ngomong panjang juga," ucap Juli.

Julian berdecak, "bego!"

"Dih, kayak lo pinter aja," kata Juli.

Malah ngajak debat, ngeselin ni cewek, batin Julian.

"Udah, lo mau ngomong apa?" tanya Juli.

Apa gue jangan ngasih tau dia aja ya? Biarin aja ni cewek kaget kalau besok hari pernikahannya, batin Julian. "Nggak jadi," jawab Julian kemudian membalikkan badannya.

"Dih, sarap kali ni orang?" gerutu Juli.

Julian kembali menghadap Juli, "gue tunggu lo di ruang tamu," kata Julian kemudian pergi.

«»«»«»

"INI gimana cocok nggak?" tanya Juli kepada wanita di hadapannya.

Wanita itu menatap Juli seperti dengan seksama, "bagus kok, coba tanya calon suami nya aja," ucapnya.

"Dia mah nggak usah ditanyain. Calon suami saya itu ya, kadang-kadang nggak bisa ngomong mbak, jadi kalau ngomong itu harus hati-hati soalnya pita suaranya bisa putus," sindir Juli kepada Julian yang asyik membaca buku sambil mendengar lagu dengan earphone.

"Ih, kok bisa? Itu penyakit apaan ya? Nggak dibawa ke dokter?"

"Nanti saya bawa ke rumah sakit jiwa, cek mental sama kejiwaannya mbak," ucap Juli membuat wanita di sampingnya tertawa.

"Ya udah saya ke depan dulu ya, ada beberapa model baju yang lain, siapa tau kamu suka," ucapnya lalu pergi.

"Jul, lo udah milih baju?" tanya Juli.

Tak ada jawaban.

"Jawab dong," ujar Juli sambil mengguncang-guncang tubuh Julian. Dengan kesal Juli menarik earphone yang dipakai Julian.

Julian pun menarik earphone yang dipegang Juli dengan kencang membuat Juli dengan tidak sengaja menginjak gaun yang ia kenakan. Hal itu membuat dirinya kehilangan keseimbangan dan jatuh di atas Julian.

Sedetik mereka saling terdiam.

"Mau gue jatuh in?" ancam Julian.

Juli akhirnya bangkit dari duduknya. "Lo sih yang salah, siapa suruh gue ngomong nggak ditanggepin," ucap Juli.

"Kan pita suara gue udah mau putus," sindir Julian lalu berdiri.

"Dih, ngambek," gerutu Juli.

Julian berjalan mendekati wanita perancang busana yang sedang membawa dua gaun dan mengambil salah satunya. Lelaki itu lalu berjalan mendekati Juli, "pake yang ini aja, yang lo pake sekarang terlalu terbuka," ucap Julian sebelum akhirnya pergi menuju kamarnya.

Juli menatap gaun yang di berikan Julian. Tanpa ia sadari, senyum di bibirnya mulai mengembang.

«»«»«»

Sorry baru sempat update, soalnya lagi nggak ada ide. Jangan lupa vomment, biar aku semangat next ceritanya. Makasi

07 Juli 2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro