05

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hati-hati dengan rasa khawatir, karena hal itu adalah awal mula rasa cinta

«»«»«»

"KONDISINYA untuk saat ini sudah lebih baik. Julian cuma demam dan sakit tenggorokan. Untungnya dia tidak gatal-gatal, karena dia menelan hanya sedikit durian," terang Dokter Lukman sambil merapikan peralatannya. "Tapi ini kenapa bisa kamu sampai makan durian? Setahu saya, kamu terakhir kali makan durian dan alergi itu waktu umur delapan tahun, tapi sekarang kenapa bisa kamu sembrono begini?" omel Dokter Lukman.

Julian melirik Juli yang berada di samping ibunya dengan kesal. "Ada orang ngeracun saya dok," jawab Julian membuat Juli cengengesan.

"Ngeracun?"

"Udah dok, jangan didengerin. Saya anter ke bawah ya," ajak Dian.

"Oh, ya udah, saya permisi dulu ya. Julian jangan lupa minum obat ya!" ujar Dokter Lukman lalu berjalan ke luar kamar disusul Dian.

Kali ini tinggal Julian dan Juli di kamar. Hal itu membuat Juli merasa kikuk.

Juli berjalan mendekati ranjang Julian. Gadis itu menunduk, tak berani menatap Julian. "Eee ... Julian."

"Apa lagi?" tanya Julian kesal.

"Maaf," ujar Juli.

Julian menatap kesal ke arah Juli, "udah sana ke luar!" perintah Julian.

"Nggak mau," tolak Juli.

"Satu ... dua ... ti--"

"Wah, kamar lo bagus juga ya." Juli berjalan mengitari kamar Julian. Gadis itu menyentuh rak buku milik Julian. "Ini buku-buku apa?" tanya Juli. Baru saja Juli ingin menyentuh buku tersebut, Julian langsung menghentikannya.

"Jangan disentuh!" ucap Julian.

"Apaan sih cuma nyentuh doang," ujar Juli sambil menyentuh salah satu buku. Hal itu membuat buku yang tadinya terjajar dan tersusun rapi, akhirnya jatuh seperti domino.

Julian menggigit bibirnya kesal kemudian berdecak. Lelaki itu berusaha menahan emosi.

Juli cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal, "cuma jatuh doang kok, gue rapiin lagi nih. Lagian kamar lo juga rapi banget," ujar Juli.

Baru saja Juli ingin kembali menyentuh buku Julian. Dengan segera Julian menghentikan, "udah, jangan disentuh," kata Julian.

Juli pun akhirnya menurut. "Iya, iya, galak banget!" Juli berjalan dan duduk di kasur sebelah Julian. Juli memainkan tangannya. Gadis itu merasa bosan.

"Ngapain lo masih di sini?" tanya Julian.

"Ya gue sebagai orang yang sangat baik dan penuh perhatian, dengan senang hati merawat orang yang kurang perhatian kayak lo di sini," kata Juli.

"Keluar atau gue tendang?" ancam Julian.

"Yeh, lo lagi sakit, mana bisa?" ledek Juli.

Tiba-tiba Julian menarik Juli membuat gadis itu menimpa dirinya. "Gue masih punya energi buat balas dendam," bisik Julian tepat di telinga Juli membuat gadis itu bergidik ngeri.

Tanpa diduga, pintu terbuka, menampilkan wanita paruh baya. Wanita itu menatap anaknya jahil, "eee ... Tante mau ke kantor dulu ya, kalian silahkan lanjutkan acaranya. Julian jangan lewat batas!" Dian langsung menutup pintu.

Juli dan Julian kembali saling menatap. Hingga hitungan detik ketiga, mereka langsung kembali ke posisi semula.

"Lo gila apa ya?" tanya Juli marah.

Julian tidak menjawab. Lelaki itu memilih memejamkan mata dan mencari kedamaian di alam bawah sadar.

"Dih, gue doain nggak bangun-bangun lo," ujar Juli.

"Gue denger," kata Julian membuat Juli terkejut.

"Kirain udah tewas," kata Juli. "Au ah, gue ke kamar aja, kalau butuh sesuatu bilang ya." Juli beranjak dari duduknya.

"Nggak akan."

"Dih, gue sianidain ni orang lama-lama," ujar Juli lalu berjalan ke luar kamar Julian.

«»«»«»

BOSAN. Hanya satu kata yang dapat  mendeskripsikan keadaan Juli saat ini. Gadis itu mondar-mandir di kamarnya. Kemudian gadis itu berhenti sejenak dan berpikir.

Akhirnya setelah beberapa menit Juli memutuskan untuk ke luar kamar dan menuju kamar Julian. Gadis itu membuka pintu Julian sedikit dan pelan-pelan. Ia menyembulkan kepalanya ke dalam.

"Julian, lo butuh sesuatu nggak?" tanya Juli.

Julian yang memejamkan matanya pun akhirnya membuka mata. "Nggak."

"Oh, nggak ya." Juli manggut-manggut kemudian menutup pintu kamar Julian.

Gadis itu kembali mondar-mandir, kali ini di depan kamar Julian. Setelah kembali berpikir, gadis itu kembali membuka pintu kamar Julian dan menyembulkan kepalanya lagi. "Bener-bener nggak perlu apa-apa?"

"Nggak," tolak Julian jutek.

Juli menunduk murung, kemudian menutup pintu kamar Julian. Namun, baru beberapa detik, pintu itu kembali terbuka. "Lo yakin?" tanya Juli.

Julian menatap Juli dengan tajam membuat gadis itu akhirnya ke luar. Namun beberapa menit kemudian gadis itu kembali membuka pintu dan berbeda dengan sebelumnya, ia langsung masuk ke kamar Julian.

"Lo pasti butuh sesuatu nih! Bilang aja," kata Juli.

Julian menatap sengit ke arah gadis itu. Waras nggak sih ni cewek? batin Julian. "KE-LU-AR!" eja Julian.

"Ih, masalahnya gue bosen Jul," ujar Juli.

Julian menatap Juli.

"Jadi gue butuh sesuatu yang menghilangkan rasa bosen gue," kata Juli. "Siapa tau kan di sini ada gitu," kata Juli sambil berjalan menuju rak tempat memajang barang Julian. Semuanya tersusun rapi. Juli mengambil sebuah mobil-mobilan berwarna putih, "ini apa?" Juli memperlihatkan mobil itu kepada Julian.

Bego, udah tau itu mobil, masih aja nanya, batin Julian. "Taruh!" perintah Julian.

"Lebay lo ah! Gue megang dikit doang, nggak bakalan ru--"

Belum sempat Juli menyelesaikan kalimatnya, mobil di tangan Juli sudah jatuh. Julian mendelik ke arah Juli.

Juli cengengesan, "jatuh doang kok." Juli mengambil mobil itu. Namun, salah satu ban mobil itu jatuh saat Juli mengambilnya.

Julian pun dengan sangat kesal bangkit dari tidurnya dan mendekati Juli.

"Eh, lo kok bangun, orang sakit tidur aja sana!" ujar Juli.

Tak memperdulikan perkataan Juli, Julian langsung menyeret tangan Juli dan mengeluarkan gadis itu dari kamarnya.

"Eh, lo ngapain nyeret gue kayak gini?" protes Juli.

Julian melambaikan tangannya kemudian membanting pintu.

"Astaga, ngeselin," gerutu Juli.

«»«»«»

JULI mengetuk pintu kamar Julian pelan. Namun, tak ada jawaban. Gadis itu pun memutuskan untuk langsung membuka pintu itu.

"Jul, gue bawain obat sama air putih nih, tadi di suruh nyokap lo, katanya nyokap lo lembur," kata Juli.

Julian tak menjawab.

Juli pun akhirnya masuk ke kamar Julian. "Gue bawain obat nih," ujar Juli lagi. Namun seketika gadis itu terkejut saat melihat tubuh Julian yang menggigil. Juli pun segera menaruh nampan berisi gelas dan obat itu di atas meja sebelah ranjang.

Juli menyentuh dahi Julian, "astaga lo panas banget," ujar Juli khawatir.

"Lo ke luar aja," lirih Julian.

"Gila apa lo? Lo panas banget tau nggak?" omel Juli. "Bentar-bentar gue ambil kompres dulu." Juli berlari ke luar kamar.

Beberapa menit kemudian, Juli masuk dengan baskom berisi air panas dan juga lap. Gadis itu pun segera memeras lap dan menaruhnya di dahi Julian. Kemudian gadis itu hendak menaikkan baju Julian.

"Udah nggak usah," tolak Julian sambil memegang tangan Juli.

"Mending lo diem!" Juli pun menaruh lap itu di atas perut Julian.

Julian mengubah posisi tidurnya menjadi duduk dan memberikan lap yang berada di dahi dan perutnya ke Juli. "Mending lo ke luar," kata Julian. Lelaki itu mengambil pil yang ada di atas nakas dan memasukkan ke dalam mulut lalu menelannya menggunakan air. Julian kembali menaruh gelas ke atas meja. "Pintu keluar di sana," kata Julian lalu kembali tidur.

"Dih, mau dibantuin malah gitu. Ya udah nggak usah!" Juli membawa ke luar nampan dan baskom tersebut, lalu berjalan menuju dapur.

Gadis itu menaruh nampan tersebut ke tempatnya dan berniat membuat air yang berada di baskom kecil tersebut. Namun, gadis itu mengurungkan niatnya. Nanti kalau dia demamnya tambah parah gimana ya? batin Juli. Tapi ngapain gue peduli? Tapi kan dia sakit gara-gara gue, batin Juli lagi.

Dengan malas, Juli pun kembali membawa baskom tersebut ke kamar Julian. Namun, gadis itu terkejut saat melihat Julian yang tambah menggigil.

"Panasnya nambah," gumam Juli saat menyentuh dahi Julian.

Gadis itu pun menaruh kompres di dahi dan perut Julian. Saat lapnya mulai dingin, Juli kembali menggantinya. Hal itu dilakukan berulang-ulang sampai akhirnya gadis itu tertidur.

«»«»«»

Next? Vomment!!

02 Juli 2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro