-DUA-

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~Kenapa jadi kebetulan kalau seharusnya sudah jadi takdir~

Nata membuang napas legah saat Tirta dan Disya keluar dari kantin. Kehadiran dua insan itu akan menjadi hal buruk bagi Nata jika Ivy, sahabatnya, melihat mereka di sini. Keberadaannya akan diketahui oleh Tirta dan Nata tidak ingin hal itu terjadi.

"Hua!" Nata mendengkus kala seorang gadis berambut panjang berusaha mengagetkannya.

Ivy tertawa renyah saat melihat wajah datar Nata meski ia tahu gadis itu sedang menahan kekesalan karena ulahnya. Karena merasa tidak dipedulikan, tangan Ivy meraih cireng dari piring Nata tanpa seizin gadis itu hingga membuat Nata menampakkan wajah galaka.

"Sorry, tapi kalau gue gak gini lo gak bakalan anggep gue ada. Eh, lo kok diem mulu? Sariawan?" Ivy memakan cireng jarahannya dengan ekspresi wajah tanpa dosa membuat Nata ingin menarik bulu tangan Ivy yang lumayan panjang.

"Sariawan pala lo!" balas Nata dengan nada judes.

Nata meraih ponsel di saku jaketnya, mengecek apakah ada pesan masuk dari teman seruangan atau tidak. Maklum saja, mata kuliah berikutnya belum memberikan kepastian mengenai jadwal kuliah hari ini akan ditunda atau diundur. Setelah memastikan tidak ada pesan masuk, ia meletakkan ponsel di atas meja, lalu kembali memakan sisa cirengnya.

"Nat, main truth or dare, yuk," ajak Ivy.

"Gak mau. Lo suka aneh-aneh," tolak Nata.

"Ayolah, kali ini gue gak aneh-aneh, suer," ucap Ivy berusaha meyakinkan Nata.

"Lo udah dasarnya aneh jadi gue gak mau."

"Bangke! Gue bukan aneh, ya. Gue ini limited edition." Ivy memutar bola mata, malas.

"Serah lo," putus Nata tidak mau ambil pusing. Jika tidak menuruti kemauan Ivy bisa-bisa kepalanya pecah. Ia tidak akan menang melawan sikap keras kepala sahabatnya ini.

Ivy tersenyum miring sebelum melayangkan pilihan untuk Nata, kali ini ia akan melakukan sesuatu yang bisa menghapuskan rindu Nata pada Tirta. Ivy tahu sahabatnya ini sudah rindu berat dengan cowok itu, hanya saja gengsinya jauh lebih tinggi daripada pengakuannya.

"Oke, truth or dare?" Setelah berucap demikian, Ivy terus berdoa dalam hati agar Nata tidak memilih truth.

"Dare," jawab Nata tanpa mengalihkan tatapan dari ponselnya.

Seperti dugaan, sang target pasti memilih tantangan, sesuai dengan jiwa petualang gadis itu. Ivy bertepuk tangan bahagia hingga membuat Nata terkejut. Perasaan Nata sudah tidak enak, ia meretuki kesalahannya, harusnya ia tidak memilih tantangan jika bermain bersama Ivy. Sekarang ia berada dalam bahaya.

Nata berpikir keras agar bisa terbebas dari permainan ini, tetapi Ivy berhasil membaca gelagatnya yang siap kabur.

"Pengen kabur, kan? Kalau kabur gue bakalan panggil Arsyad ke sini. Tadi dia nyariin lo,"

"Hah! Jangan panggil dia ke sini." Nata memasang wajah melasnya. Sial adalah kata yang menggambarkan keadaannya sekarang.

Ivy kembali tertawa renyah dan Nata ingin sekali mencekik gadis di depannya ini. Ivy menatap Nata dalam diam, sebenarnya ia sendiri tidak ingin Nata berinteraksi dengan Tirta. Namun, sudah cukup siksaan batin yang Nata dapatkan. Pemilik nama lengkap Syanesa Arnata perlu melampiaskan rindunya walaupun melalui pesan singkat.

Ivy merapal maaf berulang kali dalam hati. Sudah cukup sikap puru-pura bahagia yang Nata suguhkan pada semesta. Ia ingin sahabatnya menyadari bahwa tidak apa-apa jika tidak terlihat baik-baik saja .

Rencananya kali ini memang tergolong konyol, tetapi percayalah hanya dengan cara ini Nata bisa melepas rindu. Ivy juga tahu dengan cara ini pula Nata akan kembali sakit hati dan sakit itu pula yang akan membuat Nata memilih move on.

"Karena lo pilih dare maka tantangannya adalah lo harus chat Tirta, tanyain kabarnya."

Nata mengaga tak percaya. Ivy benar-benar ingin membuatnya malu.

"Gak! Lo gila, Vy. Gue gak mau chat dia," tolaknya tanpa nada halus sama sekali.

Gadis bersweter cokelat itu menggerak-gerakkan ponselnya di udara. Nata melihat layar ponsel Ivy dan mendapati nama Arsyad di sana. Salah satu cowok yang tidak pernah menyerah mengejar dan meluluhkan hati Nata. Aneh karena Nata tidak menyukai jika seseorang mengejarnya, ia hanya ingin mencintai tapi tidak ingin dicintai.

Jika saja Ivy mengetahui keanehan Nata yang satu ini, ia yakin hidupnya semakin tidak tenang. Maka dari itu, Nata mengiyakan saja tantangan Ivy. Lagi pula hanya menanyakan kabar Tirta, bukan menyatakan perasaannya pada cowok itu.

"Ya udah, gue chat dia sekarang," putus Nata.

"Gitu dong."

Tangan Nata menari-nari di layar ponsel, ia berusaha menemukan nomor telepon Tirta di grup alumni kelasnya semasa SMA. Nata sengaja tidak menyimpan nomor Tirta, akan sangat menyakitkan jika setiap hari ia harus melihat status WA cowok itu dengan gadis lain. Lagi pula ia tidak yakin jika Tirta menyimpan nomornya.

Tak butuh waktu lama, Nata sudah mendapatkan nomor Tirta dan bersiap menanyakan kabar cowok itu. Tangannya gemas ingin menyimpan nomor itu, tetapi ia tidak berani melakukannya. Nata menyimpan ponselnya di atas meja dengan kasar. Kenapa harus sesulit ini melakukannya. Ivy terus memperhatikan tingkah Nata, ia membiarkan sahabatnya berdamai dengan perasaannya sekarang.

"Kenapa jadi kayak gini, sih," kesal Nata seraya meraih kembali ponselnya.

"Gue gak nyangka cinta diam-diam ternyata bisa selucu ini." Ivy sudah tidak tahan untuk tidak tertawa. Sementara Nata melayangkan tatapan tajam untuknya.

Nata mengembuskan napas legah setelah mengirim pesannya pada si target. Namun, ia kembali menahan napas saat cowok itu dengan cepat membalas pesan Nata. Ia melirik ponselnya dan Ivy secara bergantian. Ivy yang melihat gelagat aneh Nata segera merebut ponsel gadis itu.

"Gue baik, kenapa chat gue?" gumam Ivy saat membaca pesan balasan cowok itu.

"Nih cowok gini banget. Gak bener, lo harus move on, Nat. Dia keliatan banget gak suka sama-"

Belum sempat Ivy menyelesaikan kalimatnya, Nata sudah bangkit dari tempat duduk dan meraih ponselnya dari tangan Ivy. Ia meninggalkan Ivy di sana dan membiarkan gadis itu terus meneriaki namanya.

Mati-matian Nata menahan cairan bening itu agar tidak menerobos keluar dan membasahi pipinya. Ia semakin membenci dirinya sendiri, tetapi apa yang ia rasakan bukanlah keinginannya. Ia tak pernah berhenti membunuh perasaannya untuk Tirta, tetapi usahanya selalu bertemu kegagalan.

***

Kesialan kembali menimpa Nata saat gadis itu sedang dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Motornya tiba-tiba mogok di tengah jalan, untung saja tidak ada kendaraan dari arah belakang yang menabrak. Ia meminggirkan kendaraan roda dua itu di bibir jalan dan mendorongnya ke bengkel tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

Nata menyeka keringat di dahi menggunakan punggung tangan kanannya. Panas matahari berpadu dengan balasan pesan dari Tirta merupakan perpaduan sempurna yang membuat Nata semakin lemas.

"Motornya kenapa, Dek?" sambar salah satu mekanik saat melihat Nata memasuki area bengkel.

"Tiba-tiba mogok, Bang," ujar Nata seraya menyerahkan motornya pada sang mekanik. Ia lalu duduk di salah satu kursi plastik yang tersedia di bengkel itu.

"Ini olinya udah berapa lama gak diganti?" tanya mekanik yang mengurus motor Nata.

Nata mengerjapkan matanya berulang kali dan sepersekian detik menampakkan cengiran lebar. "Udah lama, sih."

Mekanik itu tergelak karena jawaban Nata. "Motornya mogok gara-gara gak pernah ganti oli, Dek," tawanya sembari melangkah mengambil alat-alat yang akan digunakan dan juga sekaleng oli baru untuk motor Nata.

Sebagai mahasiswa yang aktif di komunitas dan organisasi kampus, cukup membuat Nata sibuk hingga lupa bahwa motornya juga perlu diservis tiga kali dalam sebulan. Nata menertawakan kecerobohannya sembari merogoh saku jaketnya berniat mengambil ponsel di dalam sana, tetapi kedua netranya menangkap pemandangan seorang cowok bertubuh kurus tinggi lengkap dengan hoodie abu-abu yang dilihat Nata di kantin masjid beberapa saat lalu. Cowok itu mendorong motornya ke bengkel ini.

Nata kelabakan bukan main, ia tidak siap bertemu dengan Tirta setelah menanyakan kabar cowok itu tadi. Nata semakin tidak terkendali saat sedikit lagi Tirta sampai di bengkel ini, bahkan masker pun tak bisa menyamarkan wajahnya sekarang.

"Duh, sialan. Ngapain kebetulan kayak gini harus muncul sekarang, elah," keluh Nata. 

📘

The second day ODOC wH
.


.
Kasian Nata😂 capek-capek gak ketahuan di kantin malah ketemunya di bengkel🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro