-SATU-

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~Harusnya aku menyerah di saat hati masih meminta untuk patah lagi~

Nata melepas dasi sekolah abu-abunya dan mengikatnya di kepala. Kebiasaan gadis itu saat merasakan sakit kepala. Harusnya nyeri itu tidak berpindah pada hatinya, tetapi perlakuan seorang cowok bernama Tirta lah yang membuat Nata kembali merasakan sakit. Nata memalingkan wajah agar tidak melihat pemandangan manis di ujung lapangan.

Lapangan sekolah yang dipenuhi oleh euforia kelulusan siswa-siswi kelas dua belas SMA Nusa Bangsa justru tidak dirasakan oleh Nata. Gadis itu lebih memilih menjauhkan diri dari keramaian, ia sudah tidak bisa merasakan apa pun selain rasa sedih. Melihat Disya bersama Tirta sudah cukup merusak mood-nya hari ini.

"Berbicara sendiri namanya monolog, berjuang sendiri namanya bego." Nata tertawa hambar saat mengucapkan kalimat yang pernah Tirta posting di sebuah media social.

"Sialnya gue kesinggung," ucap Nata saat kembali melihat Tirta dan Disya tertawa bersama. Setelah itu, ia kembali ke kelasnya untuk mengambil tas dan tak lupa berpamitan pada teman-teman karena sesi foto bersama sudah selesai.

***

"Bareng?" Nata tersentak kaget saat tiba-tiba suara yang sangat ia kenali terdengar di gendang telinganya.

Nata melihat Tirta berhenti tepat di sebelahnya bersama motor matik berwarna putih. Gadis itu menengok ke arah gerbang sekolah dan mendapati kedua sahabatnya tertawa bahagia. Nata tahu ini adalah kerjaan dua sahabatnya.

"Gak usah, kita gak searah," tolaknya berusaha terlihat tidak minat dengan tawaran Tirta.

Tirta menyapu keringat di dahi menggunakan punggung tangan kirinya. Jika Nata terlihat tidak peduli, maka cowok itu mencoba terlihat santai meski sebenarnya Tirta merasa aneh mengajak Nata pulang bersama.

Sebagai teman sekelas, ia hanya ingin membantu gadis itu. Ini semua karena permintaan kedua teman dekat Nata yang membujuknya agar mau mengantar gadis itu pulang. Mereka mengatakan bahwa Nata harus pulang jalan kaki karena motornya rusak dan gadis itu lupa membawa uang.

"Santai aja, semua rumah teman sekelas udah gue tahu. Rumah lo aja yang belum gue tahu." Tirta berusaha mencari alasan agar Nata tidak menolak lagi.

Nata mengembuskan napas pelan. "Gue berat, lho."

"Alesan lo gak gue terima. Cepetan!" perintah Tirta. Cowok itu sudah tidak mau lagi mendengar berbagai alasan dari gadis di depannya.

"Jangan salahin gue kalau ban motor lo kempes." Nata berusaha menetralkan degup jantugnya. Kedua tangan dan kaki sudah dingin. Ini adalah pertama kalinya Nata berboncengan dengan Tirta selama tiga tahun menjadi teman sekelas.

Laki-laki itu melihat wajah Nata melalui kaca spion. Bibirnya menampakkan senyum tipis karena melihat wajah tegang si penumpang. Ia tahu selama ini Nata tidak pernah sedekat ini dengan cowok, meski gadis itu terbilang tomboi, tetapi pergaulannya tidak seperti cewek tomboi kebanyakan.

Bergaul dengan banyak lawan jenis bukanlah sifat Nata. Setahu Tirta, Nata adalah gadis yang sangat tertutup, bahkan untuk sekedar curhat dengan teman dekatnya pun Nata sangat jarang sekali melakukannya.

"Stop!" perintah Nata saat tiba di depan sebuah rumah.

"Ini rumah lo?" tanya Tirta.

Nata mengangguk mengiyakan. Tirta balas mengangguk tanda mengerti. Kemudian cowok itu kembali melihat Nata yang malah menampakkan raut tidak tenang dengan wajah pucat.

"Lo kenapa, sih?"

Gadis itu terkesiap lantas mengedipkan kedua matanya berulang kali hingga cowok itu tertawa sembari menyalakan mesin motor.

"Gue cabut."

"Makasih," ungkap Nata dengan cepat dan langung menerobos pagar rumahnya tanpa berniat melihat Tirta lagi untuk yang terakhir kalinya. Sedangkan Tirta langsung menjauh dari rumah gadis itu.

Ia kembali keluar dari balik pagar, melihat Tirta yang sudah menjauh bersama motornya. Nata mendesah berat. Selalu saja seperti ini jika ia dihadapkan dengan cowok itu. Nata menendang kerikil di depan rumahnya. Ia kesal bercampur penyesalan karena tidak mengucapkan selamat tinggal untuk Tirta. Ia bahkan tidak tahu kapan mereka akan bertemu kembali.

***

Semua mahasiswa semester empat yang berada di ruang kuliah HI-1 jurusan Hubungan Internasional itu serempak mengembuskan napas lega saat mata kuliah militer politik sudah berakhir. Mereka langsung berhamburan keluar ruangan sesaat setelah dosen keluar lebih dulu dari ruang kuliah. Seorang gadis dengan rambut sebahu terlihat buru-buru menyelipkan kertas catatannya di dalam sebuah buku tebal, kemudian buku itu ia masukkan ke dalam ranselnya.

Nata mengambil ikat rambut di dalam saku jaket parasut navy yang ia kenakan. Sebelum keluar dari ruangan, Nata terlebih dahulu mengikat rambutnya menjadi satu ikatan membentuk ekor kuda. Ia melirik jam di ponsel, ternyata sudah menunjukkan pukul dua siang dan ia sama sekali belum makan.

Selangkah lagi Nata melewati pintu ruang kuliah, tetapi ia tiba-tiba terjerembab tanpa sebab. Nata mencoba untuk bangkit, lagi-lagi usahanya tidak membuahkan hasil. Perlahan ia meraih pinggiran pintu ruangan sebagai tumpuannya untuk berdiri. Setelah berhasil, Nata mencoba untuk melangkah.

"Duh, kok gini lagi, sih. Kemarin juga udah istirahat." Nata menggerutu saat kakinya terasa berat untuk digerakkan.

"Ayo. Gue lapar, kenapa harus sekarang coba, nih, kaki gak bisa digerakin," kesal Nata sambil memukul-mukul pelan lutut dan betisnya.

Sekali lagi gadis itu mencoba untuk berjalan, tetapi kedua kakinya tetap saja tidak bisa menopang tubuhnya. Alhasil, ia kembali terjatuh. Nata mengernyit bingung, akhir-akhir ini ia sering kali terjatuh tanpa sebab. Ia pikir ini adalah resiko karena terlalu malas berolahraga dan selalu begadang, jadi wajar saja sekarang ia sulit mengendalikan tubuhnya.

"Gue janji bakalan rajin olahraga dan kurangin begadang, tapi please sekarang lo harus kuat nopang gue karena gue belum salat juga belum makan," omel Nata seraya kembali memijat-mijat betisnya.

Nata mengambil ancang-ancang untuk kembali berdiri dan kali ini ia berhasil. Perlahan Nata menggerakkan kaki kanannya meski terasa berat, kemudian ia melangkahkan kaki kirinya. Tatapan aneh langsung menjurus pada gadis itu kala ia menginjakkan kaki di koridor kampus. Namun, Nata tidak peduli meski ia harus melangkah tertatih-tatih. Perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi, ia butuh asupan makanan sekarang.

***
Cukup lama Nata menunggu kakinya agar bisa digerakkan dengan leluasa, akhirnya ia bisa bergerak bebas. Setelah melaksanakan salat zuhur, gadis itu melangkah ke kantin masjid. Ia lebih memilih makan di sana karena harga makanannya lebih terjangkau serta keadaan sekitar yang tenang membuat tempat makan itu menjadi pilihannya semenjak menginjak bangku perkuliahan.

Kaki belum sempurna menginjak area kantin, tetapi dari jarak berdirinya sekarang Nata bisa melihat dengan jelas pemandangan tak mengenakkan di salah satu meja pelanggan di sana. Ia tentunya masih mengingat seorang gadis pemilik mata bulat itu, juga masih mengenal betul wajah seorang cowok yang duduk saling berhadapan.

"Huft ... nasib gue gini banget. Harusnya sakit hati gue gak perlu berlanjut di bangku perkuliahan. Perasaan kampus, tuh, cowok jauh dari sini, deh," monolog Nata dengan perasaan yang sulit ia jelaskan lagi.

Perut kembali meronta meminta makan, mau tidak mau gadis itu merogoh saku jaket parasutnya dan mengeluarkan masker kain yang selalu ia bawa ke mana pun ia pergi. Setelah maskernya menutup wajah dengan sempurna, Nata berjalan santai memasuki kantin dan memilih meja tak jauh dari keberadaan Tirta dan Disya.

"Kamu masih kuliah hari ini?"

Nata mendengkus kasar saat mendengar suara Tirta setelah setahun tak pernah bertemu dengan cowok itu.

"Udah selesai. Aku mau langsung pulang ke rumah."

Kali ini suara Disya menyapa pendengarannya.
Nata mencoba mengendalikan perasaan yang mulai kacau. Kenyataan di depan mata saat ini berhasil membuatnya putus asa. Setahun sudah terlewati tanpa sakit hati, meski rindu mengubrak-abrik reruntuhan hati, Nata sama sekali tak menyangka akan melihat pemandangan menyedihkan itu hari ini.

"Gue pikir setelah gak lihat lo setahun semuanya bakalan baik-baik aja, Ta. Tapi, semuanya tetap sama. Lo dengan dia, gue dengan cinta sepihak gue."

📘

The First day  ODOC wH

Jadi Jubir ini akan up tiap hari selama 30 hari, hemmm btw kasian si Nata liat Tirta sama Disya bareng mulu gak mau pisah-pisah😫😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro