1. Bukan Asa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Halo pembaca,
Saya persembahkan Kadar Formalin ini untuk,

Kamu yang pernah menanti, meski sadar kamu bukan yang dinanti.

Kamu yang pernah percaya, kalau rasa yang ada akan meluntur tanpa perlu saling jujur.

Dan kamu yang pernah meyakini, kalau rasa yang telah lama hinggap lebih awet dari bahan pengawet.

- Pariskha Aradi

"I hate that nick-fucking-name. I don't wanna be a doll, I don't wanna be your toy." - Barbie

"Love is the fucking thing that I can't explain. I'm sorry ...."
- Dion

============= *** =============

Istilah jatuh cinta sendirian merupakan kata lain dari cinta bertepuk sebelah tangan. Atau lebih tepatnya lagi bertepuk bersama angin kosong. Karena tangan yang harusnya menyambut tepukan balik sedang menggenggam erat tangan lain. Intinya semua yang membuat sakit gigi terasa jauh lebih baik-kata Magie Z-ada pada istilah tadi.

Maka di sinilah Barbie berdiri anggun disertai wajah setengah idiot. Ia terus memaksakan senyum lima jari di antara suara tepuk tangan para hadirin acara pertunangan Cessa dan ....

Barbie harus menyebut laki-laki itu dengan sebutan apa? Cinta pertama? Cinta monyet? Cinta abadi? Cinta sejati? Cinta mati? Oke, persetan dengan segala macam jenis cinta yang hanya indah dalam novel romansa. Barbie mungkin akan meracuni kakaknya sendiri kalau ia sudah tidak cukup waras, hanya demi laki-laki itu.

Kau belahan jiwa, tega menari indah di atas tangisanku.

Mencoba bertahan sekuat hati, layaknya karang yang dihempas sang ombak.

Jalani hidup dalam buai belaka.

Lagu berjudul Manusia Bodoh milik Ada Band membuat Barbie ingin menebas leher orang yang dengan sengaja memutar itu di samping telinganya. Begitu menoleh, bola matanya terputar.

"Mo, lo jangan bikin gue mau ngambil parang tukang kebun terus nusuk lo ratusan kali," ujar Barbie sambil menahan kesal.

Momo menghela napas lalu merapikan poni paripurna. Bukannya menanggapi Barbie, gadis itu malah melanjutkan lirik tersebut dengan kurang ajar, "Tiada yang salah, hanya kamu manusia bodoh ...."

Lantas Momo menoleh dengan pandangan datar yang begitu menjengkelkan. Satu sudut bibirnya tertarik lalu menyingkirkan ponsel yang ia acungkan. "Bodoh. Kayaknya gue udah ngomong itu jutaan kali dari kita selesai MOS SMA. Ingat enggak lo?"

Barbie menyugar rambut sambil mendesah dramatis. "Gue bosen ngomongin itu. Dan ... sorry ini hari tunangan kakak gue dan gue lagi jadi kucing manis, ngerti?"

Momo justru mengumbar tawa sumbang yang dieja. "Bie, kita tuh temenan dari SMP. Dari lo pertama kali lihat tuh orang di area Buperta Cibubur. Dia nganter lo pulang dari kemah karena Cessa enggak sempat dan lo trauma naik angkot."

Barbie masih mengingat jelas kenangan itu. Ia memejam erat. Kebodohan telak masih menjadi miliknya atau entahlah. Cupid menganugerahi Barbie rasa terlarang yang tak kunjung hilang terhadap seseorang bernama lengkap Akhfa Dion Gymnastiar. Ia biasa menyebutnya Mas Dion karena seumuran Cessa.

Sebenarnya rasa itu tidak akan terlarang kalau saja Dion bukan pacar kakaknya dan lima belas menit lagi mungkin akan berubah menjadi tunangan sang kakak. Naas? Tidak juga. Barbie masih bisa memandangi wajah laki-laki itu dan menjadikannya fantasi liar dalam mimpi. Oke, ungkapan barusan justru terdengar sangat mengenaskan.

Sungguh, Barbie tidak butuh tatapan belas kasihan apalagi tepukan bahu mengiba. Sekali lagi, ia menarik napas panjang. Barbie selalu menyembunyikan bentuk kepingan hatinya yang mungkin lebih mirip remahan biskuit usai diinjak-injak, lalu tergenang dalam kubangan sisa air hujan.

Menyedihkan.

"Mo, udah ya ...." Barbie memegangi lengan perempuan itu dengan tatapan memelas.

"Harusnya lo sekarang di kamar sama sekotak tissue! Bukan di sini kayak robot penyambut tamu! Oh My Lord ...." Momo memegangi dahi. "Enggak paham lagi gue sama lo."

Barbie mengulum bibir, lalu melipat tangan di dada. "Gue enggak secengeng itu, oke? Lagi pula tolong pakai otak waras lo ya, apa yang orang lain pikirkan kalau gue beneran ngelakuin itu?"

Momo membuang napas jengah sembari melirik arloji. "Kita lihat lima belas menit lagi."

"Sebenarnya lo di sini tuh ngapain sih? Mau bikin gue merasa paling menderita atau gimana?"

"Di sini gue mau membuka mata lo selebar-lebarnya! Membongkar isi otak lo yang kecil itu!" Momo menyatukan ibu jari dan telunjuk di depan wajah, matanya menyipit. "Anggita Barbie Soedarsono ... tolong terima kenyataan ini. Lo dan Akhfa Dion Gymnastiar itu enggak punya masa depan. Dari zaman mega lithikum sampai millenial dia cuma mengganggap lo adik, ngerti? Gue tekankan sekali lagi a de idi ka, ADIK."

Ya, ya ,ya ... tentu saja Barbie bukan penderita amnesia akan kenyataan yang terpampang sangat jelas. Momo tak perlu menjelaskan secara gamblang, ia sendiri juga sedang berusaha. Ayolah ... dia bukan si buruk rupa apalagi gadis cacat! Dia adalah Anggita Barbie Soedarsono yang sudah menjadi model beberapa brand besar tanah air. Harusnya Barbie bisa menunjuk pria mana saja yang sukarela membawa paper bag belanjaan dan jadi supirnya kalau perlu.

Jadi kenapa ia masih seperti robot bodoh di sini?

Haruskah Barbie pecahkan koktail-koktail itu biar ramai? Biar gaduh? Biar hancur lebur seperti perasaannya? Cukup. Drama di kepalanya sendiri sudah begitu menyiksa.

Barbie melebarkan senyum. "Crisis Monica Wiranata, gue udah tahu dan hafal karena lo jutaan kali bilang begitu. Gue belum amnesia, meski gue berharap bisa amnesia."

Haruskah ku mati karenamu? Terkubur dalam kesedihan sepanjang waktu.

Haruskah ku relakan hidupku? Hanya demi cinta yang mungkin bisa membunuhku.

Hentikan denyut nadi jantungku.

Satu lagu sialan lagi. Kali ini judulnya Haruskah Ku Mati milik Ada Band. Begitu Barbie menoleh ke arah lain, ia menemukan Sana tersenyum culas. Sama seperti Momo tadi, perempuan itu juga mengacungkan ponsel tepat di samping telinganya.

Barbie jadi ingin menjerit histeris sambil mengacak-acak rambut. Kenapa ia tidak dianugerahi tim hore yang menyemangati?!

"Good night, Barbie. Gue ada di sini buat nonton detik-detik kehancuran hati lo yang memang sudah hancur sejak lama. Mungkin sekarang tinggal remahannya atau enggak bersisa sama sekali," kata Sana.

"Sumpah ya ...." Barbie memijat dahi. "Harusnya tadi gue selipin pistol nih di paha buat nembak lo berdua."

"Di mana tuh si Prince Charming pujaan Barbie?" Mina tiba-tiba sudah berdiri di samping Momo. Ia menyesap wine dengan anggun lalu bertanya, "By the way, lo udah nyiapin tali buat Barbie gantung diri, Mo?"

Momo melirik Mina sekilas lalu berdecak. "Enggak perlu, dia bentar lagi juga tewas pas kakaknya dipasangi cincin."

"Habis itu kalian semua yang gue bikin tewas!" seru Barbie.

Tiga temannya itu serempak tertawa.

"Uuu ... utuk, utuk, utuk, cini peyuk. Mau peyuk?" Sana merentangkan kedua tangan.

"Enggak perlu!" Barbie mengibaskan rambut panjangnya yang tergerai.

Gadis itu beralih ke arah pasangan paling perfect sejagad raya berada, Dion dan Cessa. Sudah berapa kali alter egonya berbisik, bahwa sebaiknya ia meracuni kedua orang itu hingga tewas daripada tewas secara perlahan lebih dulu. Sayangnya, otak waras Barbie masih berfungsi. Biar bagaimanapun dua orang di depan sana adalah orang yang sama-sama ia cintai, sayangi. Tentu dalam artian yang berbeda. Dan dua orang di depan sana juga orang yang sebenarnya tidak mungkin tega menyakiti.

Tidak. Tidak ada yang salah dengan Dion dan Cessa. Mereka menjalin hubungan sejak lama dan hari ini melangsungkan pertunangan. Wujud niat baik dari seorang laki-laki terhadap gadisnya. Meski sedikit banyak yang Barbie tahu, segalanya terwujud karena campur tangan orang tua mereka. Mama lebih banyak mengambil andil dari keputusan ini. Pun orang tua Dion memang menyukai Cessa tanpa celah.

Barbie mendesah di dalam hati. Pertanyaan, kenapa dia harus ada di posisi semacam ini, tidak pernah terjawab oleh siapa pun.

"Itu Dion pasang cincin lama amat sih, takut jarinya Cessa patah kali ya," celetuk Mina.

"Justru estetikanya Prince Charming ada di sana, Mi. Lihat bagaimana cara dia memasang cincin aja, gue jadi terbuai dan percaya kalau dia memang memperlakukan wanita sebegitu spesialnya, Cuy," balas Momo sambil mendesah kagum.

Mina mengibaskan sebelah tangan. "Halah, coba tengok sebelah lo masih hidup enggak tuh?"

"Gue masih bernapas." Barbie memberi penekanan di sana. "Jadi enggak usah sok peduli."

Lalu tiga perempuan itu kompak tertawa.

Barbie memilih mengabaikan teman-temannya yang memang sudah kelewat sinting. Tepat ketika laki-laki itu menatap Cessa cukup lama sebelum memberi kecupan di dahi, ia sudah benar-benar lemah tak berdaya. Udara dalam ruangan ini seolah tersedot entah ke mana. Setelah berbalik menatap sejenak orang-orang yang bertepuk tangan riuh. Ia mengangkat gaun dan berjalan tergesa-gesa.

Barbie mengabaikan apa pun yang ada di belakang sana. Ia butuh tempat untuk sendiri. Ia sudah cukup bertahan dalam drama yang berkepanjangan.

Usai membanting pintu mobil, kakinya menginjak pedal gas secara terburu-buru. Barbie meninggalkan parkiran secepat kilat. Mobil yang dikendarainya menyusuri jalanan sepi kota Bandung yang sudah terguyur hujan. Dinginnya udara sudah pasti membuat orang lebih nyaman berada dalam ruangan.

Di tengah perjalanan yang tanpa tujuan, ekor mata Barbie menangkap hamparan kebun di kiri dan kanan jalan. Secara refleks Barbie menghentikan mobil begitu saja. Ia menyentak pintu dan keluar. Tidak ada siapa pun selain dirinya sendiri. Angin yang berembus kasar menerbangkan helai rambutnya. Dengan mata terpejam, ia mencengkeram gaun kuat-kuat lalu berteriak melepaskan segala rasa sesak.

Desau angin yang seolah menjawab jeritannya membuat pipi mendingin, meski mata menghangat.

If I have the choice to choose...

I don't wanna know you...

Never.

Akhfa Dion Gymnastiar itu bukan sebuah asa, Bie ... sadar ..., bisiknya pilu dalam hati.

Kali aja ada yang mau polow Ig ku 🤭💔

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro