🦋🦋🦋 2016 🦋🦋🦋

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Masa kecil akan sangat indah, apalagi jika memiliki sahabat. Berlari di lapangan penuh ilalang. Menembus rerumputan, tak peduli tubuh mereka yang bisa terluka karena rumput tajam. Tiga orang anak perempuan tetap berkeliaran di antara ilalang dan rumput berduri di sana untuk menangkap kupu-kupu. Mereka tidak akan puas jika tidak mendapatkan satu orang-satu kupu-kupu.

Kupu-kupu selalu menjadi lambang persahabatan mereka, sejak mereka bertemu di TK. Ketiganya mendapat tugas menggambar kupu-kupu. Salah satu dari mereka menggambar dengan bagus. Satu lagi memandang dengan iri. Dan satu lagi mendekat, meminta diajari. Sayangnya anak yang paling pandai menggambar itu harus masuk SD lebih dulu dibandingkan dua anak lain. Mereka bisa semakin dekat karena suka menangkapi kupu-kupu di lapangan dekat rumah mereka. Sejak itu mereka menjadi sahabat. Hingga kini ketiganya sudah masuk SMA.

Kamar yang tenang, di mana setiap dinding penuh dengan tempelan kertas bergambar, hasil karya Kaka sejak SD. Piala dan piagam yang agak berantakan di meja sana adalah bentuk ketekunannya dalam hobi ini. Rumah Kaka yang sering sepi, hanya dia yang punya kamar pribadi dan semua orang bebas masuk, membuat kamar Kaka menjadi salah satu basecamp mereka bertiga. Ketiganya tidur berjajar di atas kasur, dengan Keke yang di tengah sedang menghadap ke langit-langit. Masing-masing dari mereka memiliki gelang kupu-kupu. Kaka yang membelinya, entah dimana dia bisa menemukan tiga pasang gelang ini yang sama persis, dan diberikan ke Keke dan Kiki.

"Sudah ku putuskan, aku akan masuk ekstra jurnalistik," ujar Keke. Dia yakin dengan keputusannya. "Emang di sana ngapain aja sih?" Tanya Keke, dia menyenggol siku Kaka di sebelah kanannya.

"Mana ku tau, aku kan gak ikut ekstra apapun. Malas," jawab Kaka acuh. "Lagian kamu kenapa mau masuk ekstra jurnalistik sih?"

"Karena aku suka baca," jawab Keke. Dia menjulurkan novel yang baru dia pinjam dari perpustakaan hari ini.

"Gak ada hubungannya Keke."

"Oke-oke." Keke menutupi wajahnya yang merah dengan buku, "biar deket sama kak Bintang," Keke salting, dia menggulingkan badannya. Hampir membuat Kiki di sebelah kirinya, tepat di ujung kasur hampir jatuh.

"Keke diam, aku mau jatuh," protes Kiki. Keke tersenyum tanpa rasa bersalah. Kiki kembali mencari posisi tidur yang nyaman begitu Keke diam.

"Apaan sih, apa coba yang buat kamu naksir sama cowok kayak Bintang. Ganteng aja enggak."

"Kaka, open your eyes. Kak Bintang itu ganteng, tinggi, putih bersih. Berbakat juga. Osis masuk, ikut Bantara, jadi ketua ekstra Jurnalistik. Murid berprestasi, apa yang kurang dari kak Bintang."

"Kalau ku jelasin bakal panjang. Malas ah. Terserah kamu. Semangat dapatin si Bintang. Aku minta PJ nya aja."

"Ih Kaka, kenapa sih bete banget kalau bahas kak Bintang. Padahal dia teman sekelasmu."

"Karena aku sekelas sama dia dari kelas 10, makannya aku tau sifatnya. Terserah deh. Ngomong-ngomong, kenapa Kiki diam doang?"

Keke menolehkan kepalanya ke Kiri. Kiki bengong dengan mulut sedikit terbuka menatap langit-langit. "Kiki, kamu sakit?" Kiki menggeleng, namun masih dengan ekspresi datar. "Terus kenapa? Kecapean? Banyak tugas?"

Kiki menatap Keke, bibirnya naik ke atas. "Kayaknya aku jatuh cinta," bidiknya pelan.

Mendengarnya Keke langsung bangun, senyumnya lebih lebar dari saat dia bicara soal Bintang ke Kaka. Kiki juga ikut bangun. Keke memegang pundak Kiki dan mengguncangnya.

"Siapa? Kapan? Gak-gak, siapa Kiki. Sebut namanya, ayo cepet," tanya Keke dengan sangat semangat.

"Iya, diem dulu." Keke melepas pundak Kiki. Keke menyilangkan kaki, siap menyimak ucapan Keke. Meskipun di dalam hati jantungnya berdebar karena penasaran. Kiki tersenyum, dari sifat Kiki, dia bukan orang yang suka terus terang langsung. "Dia anak esktra olahraga. Aku baru ketemu dia dua pertemuan. Tapi dia benar-benar keren banget."

"Ekstra? Dia anak voli juga?" Keke menebaknya karena Kiki masuk tim voli sekolah dua minggu lalu.

Kiki menggelengkan kepala. "Dia anak basket. Mungkin kelas 11 dia bakal jadi leadernya. Harusnya kamu kenal sih, dia anak IPA."

"Siapa?" Keke semakin tidak sabar.

Kiki tersenyum lebar, sedikit menggoda Keke yang sudah tidak sabar ingin tau siapa orangnya. Mulut Kiki terbuka, tapi dia tidak mengeluarkan suara. Kiki terus melakukannya setidaknya tiga kali, yang hampir membuat kesabaran Keke habis. Sebaliknya, Kaka mendengarkan dengan tenang, masih dengan posisi rebahan, namun badan yang dimiringkan.

"Agra."

Mata dan mulut Keke terbuka lebar, bagaimana dia tidak kaget, Keke tau siapa orangnya. Agra, teman sekelasnya, bahkan bangku mereka sebelahan. Sejak Awal masuk sekolah dia lumayan dekat dengan Agra karena bersebelahan tempat duduk. Begitu kagetnya dia seorang Agra yang menurut Keke biasa-biasa dibandingkan kak Bintang bisa membuat sahabatnya Keke jatuh cinta. Api ambisi dalam dirinya berkobar. Saat mendengarnya Keke bertekad untuk mendekatkan sahabatnya Kiki dengan Agra.

###

SMA Saraswati bukan SMA besar besar. Hanya ada 2 jurusan, IPA dan IPS. Hingga tahun ini jumlah kelas masih sama setap angkatan, dua kelas IPA dan dua kelas IPS. Gedung mereka saling berhadapan berbentuk kotak yang ditengahnya terdapat lapangan. Dari luar hanya terlihat pagar gapura bertuliskan SMA Saraswati, sisa bagian sekolah tertutup rumah warga dan toko-toko besar, hingga hampir tidak terlihat.

Gambar-gambar hasil perlombaan minggu sudah terpanjang di mading sekolah. Tiga besar berjajar dengan keterangan peringkat mereka. Kaka menatapnya dengan kesal, dia mengigit giginya ketika tau gambar buatannya di urutan dua.

"Kalah lagi dari Bintang," ujar Sekar, teman sebangku Kaka.

Kaka menghela nafasnya. "Enggak, cuma kali ini. Besok aku pasti menang."

"Iya deh, semangat terus Kaka." Sekar menolehkan kepala. "itu Bintang," tunjukannya.

Bintang tersenyum senang, nampak bangga karena kali inipun gambarnya menduduki juara 1. Kaka menatapnya dengan tegang, alisnya mengkerut, dan matanya menyipit ke arah Bintang. Namun dengan santainya Bintang tersenyum bahkan melambaikan tangan padanya. Kaka membalikan badan, dan pergi dari sana. Diikuti Sekar yang berjalan di samping Kaka.

"Aku kalah karena pensil warnaku mau pada habis. Next nya aku bakal beli, dan bakal buat gambar yang lebih bagus lagi," gerutu Kaka.

"Iya deh, karena pensil warna abis."

Kaka berhenti, Sekar ikut berhenti juga. "Kalau gitu, boleh ya aku minjem uang buat beli pensil warna," pinta Kaka. Wajahnya yang kesal dan tegang tadi hilang. Berganti dengan senyum lebar, namun mata agar memelas.

Kini gantian Sekar yang kesal. "kebiasaan, yang kemarin aja belum kamu bayar." Sekar kembali jalan dan Kaka mengejarnya.

"Ayolah Sekar, Minggu depan ku bayar semua. 20 ribu- enggak, 10 ribu aja deh," bujuk Kaka yang belum menyerah.

"Enggak ada Kaka. Uangku habis buat beli lipstik kemarin."

"Sekaaar, toloong!"

"Oke, 10 ribu," jawab Sekar dengan mengedepankan 10 jarinya ke wajah Kaka. Kaka tersenyum dan mengulurkan tangan. Sekar memutarkan bola mata. Dengan wajah agak tidak ikhlas dia mengeluarkan 10 ribu dari sakunya. "Minggu depan?"

"Iya janji Minggu depan. Makaasih Sekar," Kaka terkekeh diakhir kalimat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro