ichi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ada yang ingat Petir grup bandnya siapa? 😆😆

New story, yang pasti akan jauh lebih ringan daripada dua cerita sebelumnya.

Semoga suka.. Enjoy..

---------------------

"Gue akan mengambil asisten buat jadi manajer Petir," kata Rini dengan nada datar, sedatar wajahnya setiap kali mengusir perempuan-perempuan gila yang baper dan berbuat nekat dengan mendatangi kelima anggota Band tanah air yang sedang naik daun ini, lima pria dewasa muda yang sudah lama ditangani olehnya.

Kelima pria itu sama-sama menampilkan ekspresi terkejutnya.

"Kenapa??" tanya mereka dengan kompak.

Rini mengelus perutnya yang mulai membuncit dengan sayang, walaupun raut wajahnya masih sedatar tembok.

"Gue nggak sanggup kerja sendiri ngurusin kalian semua. Lo kira gue robot? Gue lagi hamil, kali."

"Ya, kalo lo mau cuti, silakan aja. Ambillah sebanyak yang lo mau. Tapi jangan nambah orang dong. Kita udah biasanya sama lo doang," kata Yudi, vokalis utama sekaligus leader Petir.

"Kalo gue cuti, lo berlima gimana? Mau ngatur jadwal sendiri? Emang sanggup?"

"Sangguplah, masa nggak?"

Rini mendengus geli.

"Gue nggak percaya."

"Nggak mau lah, Rin. Ngapain sih tambah-tambah orang? Belom tentu dia bisa ngurusin kita berlima kayak lo. Bisa jadi malah semua tambah kacau."

"Mbak Rin tega banget sih, kita mau dikasih ke orang lain. Mak tiri aja nggak sekejam itu," keluh Willy, anggota termuda Petir dengan tampang memelas, yang dibalas oleh Rini dengan tatapan datar, sama sekali tidak terpengaruh oleh tampang ganteng Willy yang mampu membuat semua gadis ABG labil Indonesia menjerit heboh karena terpesona.

"Gue juga bakal tetep ngurusin kalian, cuma gue udah nggak kuat turun ke lapangan. Kalian kan mau tur dua belas kota. Gue nggak bisa ikut kali, tar perut gue pasti udah kayak balon. Udahlah, daripada lo berlima bawel gini kayak netizen nyinyir, mending kalian ketemu dulu sama orangnya. Udah profesional kok, dulunya dia manajer Theo Harsyah, aktor film yang udah pensiun itu lho."

Sigit mengangkat alisnya. Jangan bilang kalau itu-

"Namanya Masayu Aryanti."

Sigit mengumpat dalam hati.

***

Ayu melihat profil kelima anggota Band Petir dengan seksama. Di berkas yang dia pegang, tertulis semua profil anggota Band Petir dengan lengkap, bahkan sampai ukuran pakaian dalam dan sepatu mereka, ada di sana.

Yudi, si vokalis utama, berusia tiga puluh satu, sudah menikah dengan aktris pemain sinetron dan punya satu anak. Rizal, drummer, berusia tiga puluh, juga sudah menikah dengan orang biasa - istrinya seorang dokter anak - dan punya satu anak. Edo, gitaris, berusia dua puluh tujuh, sedang mengurus perceraian dengan salah satu penyanyi dangdut tanah air. Willy, pemain keyboard, berusia dua puluh dua dan baru saja lulus kuliah, baru bergabung dengan Petir sekitar satu tahun yang lalu, menggantikan posisi Adhi yang berhenti berkarir di dunia musik dan memilih untuk membuka bisnis kuliner bersama istrinya. Terakhir, Sigit, bassist, berusia dua puluh lima, penjahat kelamin, saat ini masih single, dan sedang membangun perusahaan agensi bersama dua sahabatnya.

Yang terakhir Ayu yakin betul, karena sepupunya sekaligus mantan aktor film layar lebar yang ia tangani sebelum ini, Theo Harsyah, adalah sahabat baik Sigit. Ayu sudah beberapa kali bertemu dengannya, dan Ayu akui, Sigit memang memiliki sisi yang sulit ditolak perempuan normal. Dia bukan pria tampan bak dewa Yunani, atau aktor-aktor tampan di layar kaca baik Hollywood, Bollywood, atau drama korea, Taiwan, Hongkong, maupun Thailand, tapi Sigit menarik. Caranya bicara, caranya membawa diri, caranya tersenyum, dan sikap ramahnya, itu hanya contoh kecil yang bisa membuat para wanita bertekuk lutut. Ditambah lagi dengan tinggi badan dan tubuh liat yang pasti sangat digilai para wanita. Bahkan, Ayu pun tidak luput dari pesonanya.

Tapi sekali lagi, dia itu penjahat kelamin. Ganti pacar seperti ganti baju.

Yang herannya, seluruh Indonesia tahu kebejatannya, namun tetap memujanya. Sinting memang. Sudah kayak Ariel Noah aja.

Ayu menutup berkas yang berada di tangannya saat dia menangkap sosok Mbak Rini mendekatinya melalui sudut matanya.

Mbak Rini adalah manajer Petir sejak mereka masih menjadi Band SMA. Anggota Petir sudah berganti seiring perjalanan waktu, dan hanya tersisa dua anggota aslinya, yaitu Yudi dan Rizal.

Mbak Rini berusia tiga puluh tahun, tadinya dia adalah teman sekelas Rizal dan dimintai tolong untuk menjadi manajer mereka saat mereka baru mulai diminta tampil di pentas seni sekolah, atau mengisi acara di sekolah-sekolah, lalu berlanjut sampai saat ini. Mbak Rini sendiri sudah menikah dua kali - pertama kali dia digugat cerai suaminya karena Mbak Rini terlalu sibuk mengurus Petir dan tidak kunjung hamil juga setelah lima tahun menikah - namun saat ini, akhirnya dia dikaruniai anak. Jadi begitu tahu dia hamil, Mbak Rini langsung mencari asisten, supaya tidak terlalu lelah dan mempengaruhi kehamilannya, apalagi dalam jangka waktu setengah tahun lagi, Petir akan mengadakan tur konser dua belas kota.

"Jadi, saya akan bawa kamu menemui mereka semua. Kenalan dulu, gimana?"

"Baik, Mbak."

Ayu mengikuti Mbak Rini menuju studio tempat Petir berlatih.

Ayu baru kali ini melihat anggota band berlatih - kalau melihat proses syuting sih sering - dan ternyata itu sangat menarik dan keren. Melihat wajah mereka yang serius dan menghayati lagunya membuat setiap mereka terlihat bersinar. Sekarang Ayu mengerti kenapa wanita-wanita sangat suka melihat pria bernyanyi atau main musik. Keren sekali.

Mbak Rini menunggu lagu yang mereka mainkan selesai, dan setelah itu membuka pintu studio dan masuk, dengan Ayu membuntutinya.

"Petir, interupsi bentar. Ini asisten manajer yang baru, Masayu. Yu, kenalin."

Ayu mengangguk di tengah tatapan tajam kelima pria dalam ruangan. Mereka berlima menatap Ayu dengan penuh penilaian, membuat Ayu merasa agak terintimidasi dan jengah.

"Keliatannya masih muda. Seumuran Willy?" tanya sang vokalis, yang memiliki rambut paling panjang diantara mereka semua, dan diikat ekor kuda.

"Seumuran Sigit."

"Oh."

"Kenapa kalian nggak memperkenalkan diri satu per satu ke Ayu?"

"Oh, iya. Maafkan ketidaksopanan kami," kata pria itu sambil tersenyum dan mengulurkan tangan kepada Ayu. "Saya Yudi. Kamu boleh panggil saya Bang Yudi, kayak yang lain."

"Rizal," kata pria yang mengenakan headband di kepalanya, dia tidak menghampiri Ayu, hanya melambaikan tangannya yang masih memegang stick drum.

"Edo." Giliran pria yang memiliki wajah paling tampan dan mulus diantara mereka berlima yang menyalami Ayu.

"Saya Willy. Saya panggil nama aja nggak apa kan? Kita cuma beda tiga tahun," kata yang paling muda diantara mereka, yang berkulit paling putih dengan rambut dicat pirang. Ayu hanya mengangguk sebagai jawaban.

Lalu hening. Mereka semua dengan kompak menoleh kepada Sigit yang masih memeluk gitarnya tanpa niat beranjak.

"Lo nggak kenalan sama manajer baru kita?"

"Udah kenal," kata Sigit kalem, dengan senyum kecil tersungging di wajahnya.

"Udah pernah ketemu," jawab Ayu.

Sigit melirik Ayu dengan senyum miringnya yang khas namun dengan tatapan mata yang tajam, dan dibalas Ayu dengan tidak kalah tajamnya.

Pandangan mereka terputus saat Mbak Rini menepukkan kedua telapak tangannya dengan keras.

"Baiklah, karena kita semua sudah saling kenal, saya harap nanti semuanya akan berjalan dengan lancar."

"Mohon kerjasamanya," kata Ayu sambil menganggukkan kepalanya.

"Ya, mohon kerjasamanya."

***

Begitu Ayu keluar dari studio bersama Rini, Yudi meninggalkan wajah kalem nan dewasa yang dari tadi dia tampilkan dan menyeringai lebar.

"Mustinya dari awal Rini bilang kalau manajer baru kita perempuan kayak gini."

"Kayak gimana, Yud?" ledek Edo, yang juga sudah menyeringai lebar.

"Ya, gitu. Sebelas dua belas sama gitar lo."

"Ngomong aja dia seksi, Bang. Susah amat," ledek Willy, yang langsung ditimpuk dengan tumpukan kertas oleh Yudi.

"Bisa diajak naik ranjang nggak ya?" gumam Edo, namun bisa didengar oleh keempat pria yang lain. Rizal langsung memukulkan stick drumnya ke kepala Edo.

"Beresin dulu noh bini lo! Otak mesum aja yang dipiara."

"Anjing! Sakit, Bego!!"

"Halah, emang lo nggak kepikiran gitu juga pas liat body-nya manajer baru kita?"

"Kagak, gue kan setia sama bini gue," jawab Rizal diplomatis, yang mendapat seruan tidak percaya dari yang lain.

"Muna lo!!"

"Bohong!!"

Sigit hanya diam mendengarkan kehebohan empat anggota bandnya. Mendengar Ayu dibicarakan seperti ini membuat dadanya menggelegak dengan bara api yang Sigit sendiri tidak mengerti. Ayu memang memiliki tubuh yang bagus, yang bahkan tidak bisa tertutupi oleh pakaian longgar yang dia kenakan, tapi Sigit tidak suka mendengar rekan sekerjanya membicarakan Ayu seperti ini.

"Git, lo kenal Masayu dari mana? Orangnya kayak gimana?"

Sigit terkejut saat tiba-tiba Edo bertanya padanya, dan berdeham pelan.

"Dia sepupunya Theo."

"Oh, sepupunya temen lo yang aktor itu?"

"Udah punya pacar belom dia?"

Sigit menggeleng. Setahu dia memang Ayu belum punya pacar, dan tidak berniat mencari pacar juga.

"Nggak lo deketin?" Sigit menggeleng.

Bohong, batinnya berteriak. Lo cuma nggak mau ngaku kalau lo ditolak mentah-mentah, ejek batinnya lagi.

"Nggak tertarik." Bohong besar!! sorak batinnya mengejek. Tapi Sigit bergeming, dan memasang wajah sedatar-datarnya.

Lalu Edo menepukkan kedua tangannya dengan gembira.

"Baguslah kalau begitu. Nggak perlu saingan dengan Sigit."

"Takut banget lo, saingan sama Sigit?" ejek Rizal.

"Soalnya gue sadar, walaupun gue yang paling ganteng di sini, Sigit yang paling gampang dapat cewek di antara kita. Kalau saingan gue si Yudi mah, gue menang mudah. Apalagi si bocah ingusan. Lewat."

Tapi yang didengar rekan kerjanya hanyalah bagian di mana Edo memuji dirinya sendiri. Jadi dengan kompak mereka semua melempar barang dan menyoraki si narsis yang sok kegantengan itu.

***

Ayu menghabiskan sisa hari itu dengan mempelajari jadwal rutin dan apa saja pekerjaan yang akan dia tangani, di bawah bimbingan Mbak Rini.

"...yang terakhir, untuk acara variety show, tolong kamu yang seleksi yang mana saja yang bisa diikuti. Yang nggak cocok, tolak aja."

"Oke, Mbak."

Mbak Rini tersenyum. "Akhirnya saya bisa kerja dengan perempuan juga. Mengurusi lima pria itu memusingkan. Setidaknya sekarang saya punya teman berbagi."

Lalu Mbak Rini mengeluarkan selembar kertas tambahan, membuat Ayu melotot kaget. Masih ada lagi?

"Ini adalah catatan yang kubuatkan khusus untuk kamu, mengenai kebiasaan-kebiasaan aneh mereka berlima. Ada beberapa hal yang sebaiknya dicegah, karena mereka akan sangat menyebalkan jika mereka mau."

Mbak Rini memberikan kertasnya kepada Ayu, yang langsung membacanya.

"Karena Edo sedang dalam proses perceraian, jangan lupa atur jadwal sidangnya supaya tidak bentrok dengan jadwal Petir."

"Oke."

"Kalau ada perempuan yang datang ke kantor dan mengaku pacar Sigit atau pacar Willy, usir saja. Kehidupan pribadi tidak boleh mengganggu pekerjaan."

"Oke."

"Pastikan satu hari sebelum acara apapun, tidak ada satupun diantara mereka yang pergi ke klub malam. Percayalah, kamu tidak mau berurusan dengan lima pria bodoh yang teler saat bekerja."

"Oke."

"Dan terakhir. Saat tur nanti, tolong usahakan supaya Yudi tidak pulang dari klub membawa perempuan manapun. Istrinya galak banget. Saya aja pernah ditampar sama dia gara-gara Yudi mabuk terus tidur dengan salah satu perempuan di klub. Jangan sampai kamu mengalaminya."

"Err.. Apa saya harus ikut mereka setiap mereka ke klub nantinya?"

"Nggak usah sih, kalau bisa aja. Kamu tolong lakukan itu saat kamu ikut aja. Kalau nggak, ya istrinya nggak akan bisa nyalahin kamu."

"Oh, oke. Bang Yudi ya."

"Edo juga. Rizal jarang mabuk sih, tapi kalau dia sampai mabuk, palingan dia bakal mulai nyanyi, dan kamu nggak bakal mau denger dia nyanyi. Sumbang banget. Jadi cari cara untuk membungkam mulutnya. Kalau Sigit dan Willy, yah, biarkan saja. Cukup kamu pastikan saja tidak ada wartawan yang melihat."

"Oke."

Ayu menghela nafas. Kerjaannya jauh lebih banyak dibanding dulu saat mengurus Theo. Satu banding lima.

"Oh iya, satu lagi."

Ada lagi?? batin Ayu, mulai lemas.

Rini memperhatikan penampilan Ayu dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai, dan memutuskan kalau Ayu cukup menarik untuk menjadi mangsa para buaya darat itu.

"Berhati-hatilah dengan mereka semua. Selain Rizal, mereka semua adalah penggoda wanita. Saya nggak akan heran kalau mereka mulai menggoda kamu. Mereka memang nggak akan memaksa kamu, tapi kamu harus hati-hati dengan bujuk rayu mereka. Kamu nggak mau berakhir di ranjang salah satu dari mereka kan?"

Ayu menganga.

***

Ayu sedang berjalan ke arah toilet saat Sigit mencegatnya, dan langsung menariknya masuk ke salah satu ruangan kosong. Sigit menghempaskan tubuh mungil Ayu di dinding dan mengukungnya dengan tubuhnya sendiri. Sigit bertubuh cukup besar dan tinggi di atas rata-rata, sehingga posturnya cukup menjulang di depan Ayu yang tingginya hanya satu lima sembilan.

"Setelah apa yang lo lakukan pada gue tahun lalu, lo malah sengaja masuk ke lingkup kerja gue??" gumam Sigit pelan, dengan wajah yang menunduk di atas Ayu, dan Ayu bisa merasakan hawa panas tubuh Sigit, dan jantungnya berdebar kencang.

Ayu mendongakkan kepalanya, sengaja menantang Sigit, walaupun jantungnya bertalu dengan kencang. Sigit masih ingat.

"Lo ngomongin apa ya?"

Sialan. Gadis ini menantangnya. Pura-pura lupa? Cih. Sigit akan membuatnya mengingatnya, dan tidak akan pernah melupakannya seumur hidupnya.

Sigit sengaja mendekatkan tubuhnya, sehingga dada mereka saling bersentuhan. Dengan kasar Sigit menggenggam kedua lengan Ayu dan mengangkatnya ke atas kepala Ayu, dan memeganginya dengan satu tangan.

Tak peduli sekuat apapun Ayu berontak, Sigit tidak melepaskannya.

"Lo tau, dengan lo masuk ke dunia kerja gue, lo menyerahkan diri kepada gue, Yu."

"Nggak!" tolak Ayu dengan suara terengah. Bohong kalau dia tidak tergoda. Tapi satu hal yang dia pegang teguh, bahwa dia tidak akan pernah menjadi seperti ibunya.

Sigit menurunkan wajahnya dan berbisik di telinga Ayu. Nafasnya yang hangat menggelitik telinga Ayu, membuat tubuhnya meremang. Tapi Ayu menolak untuk menyerah.

"Lo mungkin bisa kabur dari gue di pernikahannya Theo, tapi gue mau liat, seberapa kuat lo menolak gue selama lo bekerja di sini."

"Tolong-" astaga, Ayu bahkan kesulitan bicara sekarang. "-munduran dong. Gue sekarang manajer lo, dan hubungan kita seharusnya profesional. Nggak sedekat ini."

Sigit menyeringai, menyadari Ayu tergoda olehnya.

Sigit mengecup pipi Ayu dan Ayu langsung tersentak kaget. Dan Ayu hanya mampu melotot saat Sigit mengusapkan bibirnya di bibir Ayu.

"Lo ingat ciuman pertama kita?" bisik Sigit di bibir Ayu, tanpa menjauhkan bibirnya.

Ayu diam, terlalu takut untuk membuka mulut. Bagaimana dia bisa membuka mulut, kalau bibir Sigit masih menempel di bibirnya??

Sigit tersenyum.

"Waktu itu kita hanya sempat saling menempelkan bibir saja. Tapi kali ini tidak akan. Gue akan memberikan lo ciuman yang nggak akan lo lupakan."

Lalu Ayu tersentak kaget saat Sigit tiba-tiba menggenggam rambutnya dan menariknya ke bawah, membuat Ayu mendongak dan mulutnya membuka, dan Sigit langsung menyelusupkan lidahnya dan dengan perlahan menikmati Ayu, seakan-akan Ayu adalah makanan terlezat di dunia.

Pikiran Ayu langsung blank, saat Sigit menciumnya dengan begitu intim, dan semua akal sehatnya melayang.

Tapi saat tangan Sigit yang tadinya menggenggam rambutnya perlahan turun dan meremas pinggangnya, Ayu tersentak kaget. Dengan spontan lututnya naik dan menendang Sigit.

Sigit yang tidak menyangka akan ada serangan dari Ayu, tentu saja kesakitan dan sontak melepaskan Ayu sambil mundur dan memegangi aset berharganya yang barusan ditendang Ayu.

"Lo-"

"Sorry," ucap Ayu sambil meringis. "Gue kan udah bilang, gue nggak mau jadi temen tidur lo. Cari cewek lain aja. Pasti banyak yang mau kan sama lo? Kalau ciuman lo aja seenak ini, apalagi skill lo di ranjang? Tapi tolong, Git. Jangan gue."

Lalu Ayu buru-buru keluar dari ruangan itu, meninggalkan Sigit yang kesakitan dan terus mengumpat dalam hati.

Suatu saat lo akan takluk di ranjang gue, Masayu. Akan gue pastikan itu.

Tbc

Agak mainstream ya. Tapi nggak apa-apa deh. Saya selalu suka cewek yang bisa mempertahankan kehormatannya sendiri, walaupun setengah mati tergoda.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro