ni

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Satu tahun sebelumnya..

Sigit memperhatikan sekelilingnya, dan merapikan ujung jasnya. Hari ini adalah hari pernikahan sahabatnya, dan Sigit - yang sebenarnya menganggap pernikahan adalah hal konyol dan tidak penting - mau tidak mau datang untuk merayakan momen ini demi sahabatnya, Theo Harsyah.

Di sebelahnya, Hansen Putra sudah sibuk dengan ponselnya, menanggapi pacarnya yang merajuk karena tidak bisa ikut hadir di Bali saat ini. Sigit memutar bola matanya. Tambah lagi satu alasannya malas berkomitmen. Perempuan itu menyusahkan. Seandainya mereka tidak punya payudara dan selangkangan, Sigit tidak akan mau berurusan dengan mereka.

Sigit menyeruput sedikit sup yang ada di depannya, dan dalam hati memuji kelezatannya. Tak salah Theo memilih tempat ini untuk melangsungkan pernikahan mereka. Selain karena Theo memiliki koneksi khusus dengan pihak manajemen hotel bintang lima yang berada di Kuta ini, tapi juga layanan dan fasilitas yang disediakan patut diacungi jempol. Jika dia menikah - JIKA - mungkin menikah di sini akan jadi pilihan pertama. Suasananya dan lokasinya private, cocok sekali untuk pernikahan yang tidak mengundang banyak orang, tapi tetap terkesan mewah. Tapi entah kapan dia akan menikah. Mungkin saat usianya sudah 40 tahun, atau 50, atau mungkin 70, siapa yang tahu?

Sigit mendongak saat MC membuka acara dansa, dan Sigit melihat pasangan pengantin hari ini memulai dansa pertama mereka. Sigit selalu menyukai Florencia, yang sekarang sudah berstatus sebagai isteri Theo. Sejak awal pertemuan mereka, saat Sigit syuting di kafe milik Flo - bersama Theo dan Hansen - Sigit sudah menyukainya. Mungkin Flo satu-satunya perempuan yang Sigit sukai bukan karena dia perempuan. Flo asik diajak bicara, dan yang penting, Flo tidak menyukainya karena dia Sigit Petir, tapi sebagai Sigit Prakasa, pria sinting lulusan Psikologi yang banting setirnya kejauhan.

Sigit menoleh ke arah Hansen, yang ternyata sudah berjalan menjauh dengan ponsel masih menempel di telinganya, dan berdecak sebal. Hansen yang terlalu baik sama sekali tidak cocok dengan rubah betina itu. Sigit tidak terlalu menyukai pacar Hansen yang menurutnya hanya pura-pura polos di depan Hansen, tapi rasa tidak sukanya diimbangi sama besar oleh Astrid, pacar Hansen. Astrid juga tidak menyukainya, karena menurut Astrid dia membawa pengaruh buruk kepada Hansen, tapi dia tidak peduli. Hansen sahabatnya sejak kecil, dan Astrid cuma pacar selama enam tahun.

Akhirnya, Sigit memutuskan untuk ikut berdansa, dan matanya menjelajah, mencari pasangan untuk berdansa. Lalu dia melihat manajer yang juga sepupunya Theo masih bertahan duduk di mejanya sambil mengobrol dengan balita. Sigit mengenalnya, tentu saja. Mereka cukup sering berpapasan, karena dia sering mencari Theo saat Theo sedang berkumpul bersama Sigit dan teman-temannya.

Sigit memutuskan mendekatinya. Theo tidak akan membunuhnya hanya karena dia mengajak sepupunya berdansa bukan?

"Masayu?"

"Ya?" Masayu mengangkat wajahnya dan menatap Sigit dengan penuh tanda tanya. "Kenapa, Sigit?"

"Mau berdansa?"

Masayu menaikkan salah satu alisnya, dan berpikir sejenak. Sigit sudah berpikir dirinya ditolak, tapi Ayu berdiri.

"Boleh."

Selama ini Sigit tidak pernah benar-benar memperhatikan Ayu, tapi hari ini, saat perempuan itu ada dalam genggamannya, Sigit mau tidak mau memperhatikan gadis ini.

Ayu cantik, tentu saja. Dia bukan setengah bule seperti Theo, yang ibunya berdarah Inggris, tapi dia cantik. Kulitnya sawo matang khas Asia Tenggara, dengan mata bulat dan bulu mata yang lentik, dilengkapi dengan hidung dan mulut yang mungil, dengan wajah oval yang dibingkai dengan rambut ikal yang hitam pekat.

Tangannya sangat mungil dalam genggaman Sigit, dan dia sangat wangi. Wanginya perpaduan wangi jeruk dan strawberry, kombinasi yang tidak lazim tapi Sigit menyukainya.

Ayu tidak masuk dalam tipenya, sebenarnya. Sigit tidak pernah tertarik dengan perempuan mungil dan cerdas seperti Ayu. Berhubungan dengan perempuan dangkal dan hanya tahu bersolek jauh lebih mudah, karena mereka tidak cukup cerdas untuk menjebak Sigit dalam komitmen, yang dia benci.

"Gue merasa dipelototi," kata Sigit memecah keheningan diantara mereka, memberi tanda supaya Ayu menoleh ke arah kanan mereka. Ayu menoleh dan melihat Theo yang menatap galak ke arah mereka, dan tertawa pelan. Suara tawa Ayu entah bagaimana terdengar seperti lonceng di telinga Sigit, padahal dia tidak pernah suka mendengar wanita tertawa. Dia lebih suka mendengar mereka mendesah.

"Abaikan saja. Dia memang suka protektif nggak jelas. Toh kita cuma berdansa, nggak macem-macem," kata Ayu santai.

"Gimana kalau kita kerjain sepupu lo itu?" bisik Sigit, dan sebelum Ayu merespon, dia menarik Ayu mendekat padanya sehingga tubuh bagian depan Ayu menempel di dadanya. Sigit merutuk dalam hati. Bagaimana bisa makhluk semungil ini memiliki tubuh seperti ini??

Pinggang Ayu kecil dan ramping, tapi payudaranya sama sekali tidak kecil, menonjol dengan cantik dan menekan dadanya sedemikian rupa sehingga Sigit merasa gairahnya naik.

Sigit mengumpat dalam hati. Tidak, dia tidak boleh berpikir macam-macam. Ini sepupu Theo, sepupu sahabatnya. Dia cari mati kalau berani menggoda Ayu.

Tapi demi apapun, wanita ini wangi sekali.

Mungkin satu malam tidak masalah.

"Erm, Git. Kayaknya kita terlalu nempel deh..." gumam Ayu tidak nyaman, dan Sigit tersadar. Dia meregangkan pelukannya di pinggang Ayu, dan Ayu menjauh sedikit darinya.

"Lo punya pacar?" tanya Sigit tiba-tiba, dan Ayu membulatkan matanya.

"Nggak. Kenapa?"

"Gue tertarik sama lo."

Ayu menatap Sigit tidak percaya, mulutnya membuka dan menutup beberapa kali, dan Sigit tergoda untuk mengecup bibir yang mungil itu. Tapi sepupu Theo - Bangsat.

"Gue tau maksud lo. Lo pengen membuat gue tidur bareng lo. Bener?"

"Sesuai ekspektasi gue, wanita cerdas seperti lo cepat sekali menangkap maksud gue." Ayu mendengus, kentara sekali tersinggung.

"Wow, lo brengsek banget ya. Kita nyaris nggak pernah ngobrol, dan tiba-tiba nggak ada angin nggak ada hujan, lo pengen gue tidur sama lo."

"Kita nggak perlu mengobrol banyak untuk membuat gue tertarik sama lo. So?"

"Nggak."

"Kenapa?"

"Apa gue terlihat seperti wanita gampangan, yang bisa tidur dengan pria manapun?"

"Nggak."

"Lalu?"

"Gue tertarik sama lo." Ayu menatap Sigit tidak percaya. Pria ini berpikir kalau dengan dia tertarik pada Ayu, Ayu akan rela melempar dirinya dalam pelukan Sigit?

Mungkin saja sebenarnya, tapi sampai mati Ayu tidak akan mengakuinya.

"Menurut lo, gue akan mau tidur sama lo, karena lo tertarik sama gue?"

"Mungkin." Sigit mulai membelai pinggang Ayu, naik turun antara bagian bawah payudaranya sampai ke pinggulnya dengan gerakan menggoda. Dan mendengar nafas Ayu yang mulai tidak teratur, Sigit tahu Ayu tergoda. Tapi kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut Ayu justru mengoyakkan harga diri Sigit.

"Lo menilai diri lo terlalu tinggi, Sigit Prakasa. Gue tidak tertarik sama lo. Mending lo cari cewek lain deh."

Lalu dengan satu sentakan, Ayu melepas genggaman Sigit dan dengan anggun berjalan menjauh dari lantai dansa. Dengan cepat Sigit mengikutinya.

Ayu berhenti di salah satu sudut ruangan yang terpencil, berusaha menetralkan nafasnya. Ayu yakin pipinya memerah, karena dia merasakan panas di pipinya.

Ternyata semua yang dikatakan orang itu benar. Sigit adalah bajingan. Bajingan yang sangat sulit ditolak. Ayu tersinggung berat, tentu saja. Tapi butuh perjuangan keras untuk menolak Sigit barusan. Caranya memegang Ayu, caranya berbisik di telinga Ayu, caranya memeluk Ayu. Jantung Ayu berdentum kencang mengingat semuanya.

Pantas saja banyak yang rela tidur dengannya, dengan atau tanpa ikatan, batin Ayu. Tapi gue nggak akan jadi salah satunya.

"Mau sembunyi, Yu?"

Ayu terlonjak kaget, saat orang yang dipikirkannya tiba-tiba muncul di hadapannya seperti hantu.

Saat Sigit memerangkapnya di salah satu pilar, Ayu berusaha setengah mati mempertahankan akal sehatnya.

Gue tidak boleh bodoh, gue pasti bisa bertahan, batin Ayu.

Ayu berdiri tegak, dan menantang mata Sigit.

"Sorry banget, tapi mending lo cari cewek lain aja."

"Gue mau lo."

"Gue nggak mau tidur sama lo."

"Lo akan mau."

Wajah Sigit semakin mendekat, dan Ayu berusaha menahan nafas.

"Ma-mau apa lo?"

Sigit tidak menjawab, lalu Ayu merasakan bibir Sigit menyentuh bibirnya. Sigit Prakasa menciumnya! Ya Tuhan!

Ayu tidak menunggu sampai akal sehatnya menghilang, dan buru-buru mendorong Sigit, sebelum lidah Sigit berhasil masuk ke mulutnya dan memporakporandakan akal sehatnya.

"Jangan-"

Sigit yang terkejut mendapatkan perlawanan tiba-tiba, mundur selangkah ke belakang, dan Ayu tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ayu langsung melepaskan diri, dan kali ini langsung masuk ke toilet wanita supaya Sigit tidak mampu mengejarnya. Ayu masuk ke dalam salah satu bilik, dan tubuhnya merosot ke lantai. Untung saja toilet hotel ini sangat bersih.

Dia tidak menyangka kalau Sigit Prakasa, salah satu eligible bachelor di dunia entertainment Indonesia, bisa tertarik padanya.

Gue harus menghindarinya selama beberapa waktu. Mungkin setelah dua tiga bulan, ketertarikannya pada gue menghilang. Ya, pasti menghilang, batin Ayu.

***

Ayu menyeruput teh hangat dari cangkir di tangannya dan mendesah. Di sebelahnya, Nina sibuk menggambar sambil sesekali menggigit ujung pensilnya, sementara Flo, sang nyonya rumah, sedang memotong tiramisu untuk dibagikan kepada mereka.

Flo dan Nina sudah bersahabat sejak SMP, dan Ayu, yang adalah sepupu Theo suaminya Flo, berkenalan dengan mereka dan sejak saat itu, Ayu bersahabat dengan mereka berdua, tak peduli perbedaan umur mereka yang cukup jauh, karena Flo dan Nina lebih tua lima tahun dari Ayu.

"Gimana hari pertama lo?" tanya Flo sambil meletakkan piring berisi potongan tiramisu di hadapan Ayu dan Nina.

"Yah, so far so good."

"Sigit nggak gangguin lo kan?"

"Er.."

Melihat Ayu yang kesulitan menjawab, Flo dan Nina saling melempar pandangan tahu sama tahu.

"Menurut gue, semakin lo menolaknya, semakin dia penasaran sama lo," kata Flo akhirnya, dan Nina mengangguk setuju. "Dia lebih bajingan dari Theo yang sebelum bersama Flo. Lo tau ceritanya gimana awalnya hubungan Flo dan Theo, dan akhirnya Flo malah tidur dengannya kan?"

"Nggak usah diomongin yang bagian itu juga, sih," gumam Flo malu, mengingat tindakan nekatnya yang memberikan keperawanannya untuk Theo, bahkan sebelum mereka pacaran. Tapi siapa yang menyangka mereka akan menikah dan berakhir bahagia seperti sekarang?

Ayu menghela nafas panjang.

"Gue nggak yakin kalau gue tidur sama dia, gue akan berakhir happy ending kayak Flo dan Theo. Maksud gue, kasus Flo itu sangat jarang terjadi. Lihat saja, perbandingan jumlah barisan para mantan, dan yang berhasil membawa Theo ke pelaminan itu sejuta banding satu. Kasus Sigit juga sama. Berapa banyak mantannya? Banyak banget. Berapa yang diajak serius? Belum ada. Berapa banyak yang nanti berhasil membawanya menuju pernikahan? Mungkin cuma satu orang. Gue nggak mau mengorbankan diri gue, hanya untuk menjadi salah satu dari barisan para mantannya."

Flo dan Nina menatap Ayu curiga, karena mendapati pilihan kata-katanya yang terdengar janggal di telinga mereka.

"Lo suka sama Sigit ya?" tembak Nina langsung, dan Ayu tersentak.

"Ya, siapa sih yang nggak? Dia keren, walaupun bajingan. Tapi gitu doang, nggak lebih."

Flo dan Nina saling tatap, lalu tiba-tiba mereka berdua tertawa.

"Ayu naksir Sigit, gue yakin seratus persen," kata Flo sambil tertawa. Nina mengangguk setuju, masih sambil tertawa.

"Nyebelin banget sih lo berdua," kata Ayu bete.

Flo dan Nina menghabiskan sisa tawa mereka, dan dengan kompak menatap Ayu dengan serius.

"Gue tau lo pasti suka sama dia. Tapi gue setuju sama lo, jangan jatuh dalam bujuk rayunya."

"Jaga jarak sama dia. Jangan sampai lo berduaan sama dia."

"Kita akan selalu mendukung lo. Lo pasti bisa, Yu."

Ayu menghela nafas panjang.

"Iya, gue pasti bisa."

Dia tidak yakin. Tapi tidak ada salahnya mencoba kan?

***

Sigit menghempaskan tubuhnya dengan keras di atas sofa ruang tamu rumah Theo. Otaknya masih mengingat kejadian saat Ayu menendang aset berharganya, dan Sigit masih kesal dengan kejadian itu.

Di sebelahnya, Hansen melakukan hal yang sama.

"Kenapa lo berdua?"

Sigit membuka mata, dan melihat Theo muncul sambil membawa tiga kaleng bir, yang langsung disambut Sigit dan Hansen.

"Wow, tumben lo minum, Han," ledek Sigit, dan Hansen mengabaikannya.

"Astrid lagi?" tanya Theo. Kalau Sigit adalah bajingan, dan Theo adalah mantan bajingan yang sudah bertobat, Hansen adalah anak baik-baik. Dia rajin beribadah, tidak merokok, tidak main perempuan, setia, dan sederet karakter calon mantu idaman lainnya. Satu-satunya alasan Hansen menyentuh minuman beralkohol adalah ketika dia penat. Itupun biasanya hanya satu atau dua botol, jadi Hansen tidak pernah mabuk. Dia selalu tahu batasannya.

"Minggu depan dia ada acara gathering dengan anak kantor di Puncak. Bosnya ikut," jawab Hansen. Sigit dan Theo langsung paham. Hansen pernah cerita bahwa bos tempat Astrid bekerja berusaha mendekati Astrid, padahal dia tahu Astrid punya pacar, walaupun mungkin dia belum tahu kalau pacar Astrid adalah penyanyi Pop Ballad ternama di Indonesia.

"Tapi rame-rame kan?"

"Iya. Tetap aja gue nggak tenang. Tapi dia malah marah sama gue. Katanya gue berlebihan."

Sigit mendengus. Lalu sikap cemburu Astrid saat Hansen keluar dengan teman-temannya, karena takut mereka membuat Hansen jadi bajingan juga, apa tidak berlebihan? Tujuh tahun mereka pacaran, Hansen bahkan tidak pernah melirik wanita lain. Flo pengecualian, karena Flo memang irressistable, bahkan Hansen saja sempat berpikir untuk mendekati Flo, jika saja dia tidak punya pacar. Sigit yang paling tahu itu, karena dialah yang paling sering berusaha meracuni Hansen supaya bersenang-senang dengan perempuan lain.

"Ya udah, biarin aja dia. Belajar percaya sama dia," kata Sigit akhirnya, berusaha sok bijak, walaupun dalam hati mengumpat.

"Nah, lo sendiri kenapa, Git?" tanya Hansen sambil meneguk isi kalengnya. Sigit menghela nafas kasar.

"Palingan kekurangan cewek," cemooh Theo, dan Hansen tertawa.

"Lo bisa kekurangan cewek? Pacar terakhir lo ke mana emangnya?"

"Putuslah. Gara-gara gue tolak waktu dia minta anterin ke salon. Anjing banget, masa gue disuruh nganter ke salon. Emang gue sopirnya? Lagipula seksnya kurang mantap. Suka mendesah berlebihan-"

"Oke, stop. Too much information, Git. Jijik gue," potong Hansen cepat, telinganya memerah. Sigit tertawa, dan memeluk leher Hansen kuat, lalu mengecup pipinya, dan Hansen menyumpah-nyumpah. Satu-satunya orang yang bisa membuat Hansen mengucapkan sumpah serapah, hanya Sigit.

"Untung lo bukan cewek, Boy. Kalau lo cewek, udah gue pacarin dari kapan tau. Cute banget reaksi lo tiap gue ngomong mesum-"

"Anjing! Homo banget lo! Lepasin gue, Bangke!!"

***

"Mana Flo?" tanya Hansen sambil mengelap pipinya dengan jijik, sementara Sigit masih tertawa terbahak-bahak. Menggoda Hansen selalu jadi hiburan tersendiri untuknya.

"Di dapur. Lagi ada Nina dan Ayu," jawab Theo, dan Sigit terdiam.

"Nina temennya yang nikah sama konglomerat Barata itu? Sama Ayu- Masayu sepupu lo?" tanya Hansen lagi, dan Theo mengangguk.

"Gue sempet berpikir Sigit ngincar sepupu lo, lho," kata Hansen lagi. "Inget waktu nikahan lo, dia dansa sama Masayu?"

"Itu karena lo ninggalin gue buat teleponan sama pacar lo, Bro," jawab Sigit santai, walaupun dia merasakan Theo menatapnya curiga. "Gue bingung mau ngapain, eh dia lagi nganggur. Jadi gue ajak dansa deh, kan kenal juga."

"Sekarang dia jadi manajer lo kan?" tanya Hansen lagi.

"Manajer band gue," ralat Sigit.

"Jangan berani macam-macam sama Ayu, Git. Biarpun lo temen gue, gue nggak main-main sama ancaman gue," kata Theo, dan Sigit terkekeh.

"Iya, gue tau. Sepupu kesayangan lo kan? Tapi lo juga nidurin kakak perempuan temen lo," balas Sigit. Flo, isteri Theo, adalah kakak perempuan dua teman mereka yang kembar, yang paling susah diajak kumpul, saking sibuknya mereka.

"Gue cinta sama Flo, dan gue menikahi dia, Git. Tapi lo, gue tau lo. Lo benci pernikahan kan? Gue bahkan nggak yakin lo pernah jatuh cinta. Jadi tolong, jangan sepupu gue," kata Theo pelan.

Telat, batin Sigit. Gue telanjur tertarik sama sepupu lo.

Tapi Sigit hanya mengangguk dan kembali menenggak isi kalengnya. Dia tidak perlu memancing masalah, sebelum waktunya.

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro