ni jū - san

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saya sadar kalau ada miss timeline di sini, tapi tar-an saya baru benerin ya, kalo inget. Hehehe

Sorry for typos

Enjoy...

------------------

Hari ke - 105

Malam ini malam tahun baru. Pasangan Theo dan Flo mengadakan acara barbeque di rumah mereka, dan mengundang teman-teman mereka untuk datang.

Ayu sudah berada di rumah Flo sedari sore, ikut membantu persiapan barbeque, sementara Theo dan beberapa temannya - dan teman lelaki Flo - berada di taman belakang, entah mempersiapkan apa.

Nina dan suaminya Leon serta putra-putrinya baru datang sekitar pukul enam sore, dan Nina langsung menuju dapur, merecoki Flo dan Ayu.

"Hai, gue ketinggalan gosip apa nih?"

"Gosip aja terus. Mentang-mentang udah jadi mami muda, jadi pecinta infotainment ya lo," ledek Ayu, dan Nina mencebik.

"Rese ya lo. Udah nggak galau lagi kan? Gimana hubungan lo sama ehm ehm? Ada kemajuan?"

"Ada kemajuan dong. Udah ada pernyataan cinta," jawab Flo sebelum Ayu sempat menjawab, dan Nina menjerit girang.

"Gila lo. Dapet pernyataan cinta. Uhuy banget. Cerita, cerita."

Ayu memanyunkan bibirnya dan pura-pura sibuk dengan sate udang, pura-pura tuli saat Flo menceritakan ulang apa yang Ayu baru ceritakan padanya beberapa jam lalu.

"Ya, bagus sih, prinsip lo. Jaga terus deh, Yu. Jangan jebol kayak Flo," kata Nina saat Flo selesai bercerita.

"Bagus, sindir gue aja terus."

"Lah, siapa suruh lo gila, bisa-bisanya kepikiran nyerahin perawan lo ke Theo-"

"Lagu lama," potong Flo, lalu menyodorkan pinggan berisi irisan daging sapi kepada Nina. "Bawa ke depan dong. Sekalian panggil laki gue sama temen-temennya. Suruh bawain ini. Gue mau mandi. Lo mau mandi juga?"

"Bentar deh, nanggung."

"Oke, duluan ya."

Lalu Flo dan Nina keluar dari dapur, meninggalkan Ayu sendirian. Ayu baru saja mencuci tangannya, saat Theo dan beberapa temannya masuk ke dapur.

"Mas, mana bini gue?" sapa Theo saat melihat Ayu sendirian.

"Mandi." Lalu Ayu menunjuk semua bahan masakan di atas meja. "Ini tolong bawa semua ke belakang ya."

Theo mengangguk, dan dengan gerakan cepat mengambil dua dari pinggan yang ada dan membawanya keluar dari dapur.

"Berani taruhan, habis ini dia nyusul Flo mandi." Ayu mendengar suara Sigit menyeletuk, dan dalam hati mengiyakan sambil tertawa geli. Melihat gelagat Theo barusan, sudah pasti itu yang dia lakukan.

"Ini semua musti dibawa, Yu? Termasuk sambal-sambalnya?" tanya Ronald, dan Ayu mengangguk.

"Yup. Thanks ya, lo Ronald kan? Yang ini Rickon?" kata Ayu, menunjuk Ronald dan kembaran identiknya, Rickon, bergantian. Mereka tertawa dan mengangguk.

"Great, lo bisa bedain kita berdua. Mustinya lo jadi pacar salah satu dari kita aja, jangan sama Sigit. We need a girl like you," kata Rickon sambil menyeringai, dan langsung mendapatkan pelototan dari Sigit.

Ayu tertawa. "Ngarang banget ya. Well, thanks ya kalian. Gue mau cabut dulu."

"Mau ke mana?" tanya Sigit, lupa kalau tadi dia barusan menyumpah-nyumpahi Rickon.

"Mandi," jawab Ayu yang langsung ngeloyor pergi, meninggalkan para lelaki sendirian di dapur.

Sigit menatap kepergian Ayu sampai dia menghilang dari dapur, dan baru menoleh saat mendengar Rickon menyeletuk.

"Mau ikut nyusul Ayu mandi?"

"Maunya," jawab Sigit asal.

"Keep dreaming, Bro," ledek Hansen sambil mengambil sekotak besar berisi botol-botol saus dan salah satu mangkok berisi tahu, sebelum meninggalkan dapur.

"Bangke," kata Sigit, mengambil dua mangkok yang lain yang berisi makanan berbeda, lalu menyusul Hansen, meninggalkan Ronald dan Rickon yang saling bertatapan dan menyeringai lebar.

"I told ya, lucu kan Sigit kalau lagi jatuh cinta?" kata Ron, dan Rick mengangguk.

"Manusia paling brengsek di grup kita akhirnya jatuh cinta juga. Tapi Theo belum tahu kan?"

"Belum lah. Bisa begini," jawab Ron sambil mengarahkan jari menggesek leher, dan Rick tertawa.

"Theo kena karma."

"Right."

Mereka berdua mengambil makanan yang tersisa di meja, dan sambil tertawa meninggalkan dapur.

****

Rumah yang didiami Flo dan Theo sejak mereka menikah adalah rumah yang cukup besar. Rumah ini terdiri dari tiga lantai, dengan enam kamar tidur plus kamar mandi, dua kamar pembantu, dapur kotor, dapur bersih, dapur khusus pastry, ruang makan, ruang keluarga yang bisa menampung lebih dari tiga puluh orang yang memakan hampir semua lantai dua, dan ruang tamu.

Walaupun rumah mereka cukup besar dan memakan setengah lahan yang mereka miliki, Theo mengatur supaya di halaman depan masih bisa digunakan untuk menanam beberapa jenis tanaman untuk mempercantik tampilan depan rumah mereka, di samping garasi besar yang mampu menampung sekitar lima mobil, dan halaman belakang yang luas dan ditanami berbagai jenis bunga dan tanaman bumbu dapur seperti pohon cabe, seledri, dan lainnya.

Setelah mandi di kamar lantai dasar yang biasanya dia gunakan saat menginap, Ayu langsung ikut bergabung bersama yang lainnya di halaman belakang. Di sana sudah cukup banyak yang berkumpul.

Para lelaki berpencar, ada yang sudah memulai bakar-bakaran, ada juga yang hanya duduk atau berdiri berkelompok sambil mengobrol. Perempuan yang ada hanya Flo dan Nina, yang ikut berdiri bersama para lelaki, sementara anak-anak mereka bermain di teras sambil diawasi baby sitter.

Ayu tahu kalau sahabat perempuan Flo hanya Nina - dan sekarang ditambah dirinya, sisanya laki-laki. Sahabat Theo semuanya laki-laki. Tapi mereka semua berbaur dengan asyik, tanpa ada kecanggungan diantara mereka.

Ayu mendekati mereka, dan menyapa mereka semua. Selain empat sahabat Theo - termasuk Sigit - dan Theo, ada suami Nina dan dua sahabar pria Flo yang Ayu tahu belum punya pasangan juga.

"Hai, Felix, Terry."

"Hai, Masayu," sapa Terry sambil tersenyum. Felix juga ikut tersenyum padanya.

"Masayu katanya sekarang jadi manajernya Petir ya?"

"Iya."

"Iya nih, Ayu manajer gue," kata Sigit yang tiba-tiba saja merangkul Ayu, dan langsung mendapat pelototan tajam dari Theo.

"Bisa kali nggak usah rangkul-rangkul sepupu gue!"

"Ya, lo juga rangkul-rangkul cici gue," sahut Rickon enteng. Sigit menyeringai lebar. Ada gunanya juga saat teman-temannya sudah tahu tentangnya dan Ayu, sehingga mereka dengan senang hati membantu mereka, walaupun alasan sebenarnya adalah Rickon dan Ronald tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan mencela abang ipar mereka.

"Ya, ini kan bini gue," jawab Theo sewot, sementara yang lain tertawa.

"Santai sih, lebay banget lo. Gue sama Ayu kan dekat. Ya kan, Yu?" tanya Sigit sambil menatap Ayu, dan Ayu hanya menghela nafas panjang.

"Suka-suka lo lah."

"Asik dong, Yu. Deket sama lima cowok ganteng," kata Felix lagi dengan nada kemayu, dan ketiga temannya melotot padanya, sementara Ayu terkekeh. Dia sudah tahu orientasi seksual Felix yang sama dengannya, dan Ayu yang bekerja di dunia entertainment sudah terbiasa.

"Lumayan, walaupun lebih banyak pusing daripada asiknya," jawab Ayu.

"Udah, udah, lo mau rangkul sampai kapan, hah??" kata Theo keras, sambil menarik Ayu lepas dari Sigit, dan dia merangkul Flo dan Ayu di kiri dan kanannya.

"Woi, curang banget lo, masa dua-duanya lo embat? Bagi satu lah," celetuk Sigit dan mendapat respon jari tengah oleh Theo, sementara Ayu dan Flo tertawa geli.

Mereka mengobrol santai dan makan bersama sambil berdiri mengelilingi panggangan, mengobrol apa saja dan menikmati malam itu bersama.

***

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas lewat empat puluh lima. Semua anak-anak dan bayi sudah tertidur di kamar, sementara para manusia dewasa berkumpul di ruang keluarga di lantai dua, mengobrol dan minum sambil mengudap camilan.

Ayu perlahan menyesap teh di tangannya - Theo melarangnya keras untuk menyentuh minuman beralkohol - sambil sesekali ikut menimbrung obrolan mereka yang isinya sangat berantakan. Mulai dari masa sekolah Flo dan Theo, gosip yang menerpa Sigit, Empire - klub menengah ke atas yang hits di Jakarta, aib Theo, aib si kembar, apapun.

Ayu kembali melirik jam di dinding, sebelas lima puluh dua. Dia meletakkan cangkirnya dan berdiri dari tempat duduknya di sofa, diapit Flo dan Nina.

"Ke mana?"

"Toilet. Ikut?"

Flo dan Nina serempak menggeleng, dan Ayu berjalan keluar dari ruang keluarga, menuju toilet di ujung koridor, di sebelah satu-satunya kamar tidur di lantai dua.

Selesai menuntaskan kebutuhannya di toilet dan mencuci tangan, Ayu melirik jam di tangannya. Sebelas lima sembilan. Sebentar lagi tahun baru.

Ayu keluar dari toilet, sedikit tergesa karena ingin menyambut tahun baru bersama yang lainnya. Namun saat dia baru tiba di depan pintu, tiba-tiba pintu terbuka dan Sigit keluar dari ruang keluarga.

Ayu masih sempat mendengar teriakan dari dalam ruang keluarga, "SELAMAT TAHUN BARU!!" sebelum Sigit mendorong Ayu dan menutup pintu di belakangnya, lalu menarik Ayu masuk ke satu-satunya kamar di lantai dua.

Belum sempat Ayu protes, dirinya sudah disudutkan di dinding oleh Sigit.

"Selamat tahun baru, Masayu."

Dan Sigit menciumnya.

Ini nggak boleh, batin Ayu berontak, sementara tubuhnya justru melakukan hal sebaliknya. Ayu membalas ciuman Sigit, dan tangannya tanpa sadar bergerak melingkari leher Sigit, menariknya semakin dekat.

Ayu membuka mulutnya, memberikan celah bagi Sigit masuk dan mengeksplorasi dirinya lebih intim.

Rasanya seperti menemukan oase di tengah padang gurun.

Tangan Sigit mengangkat pinggangnya supaya tinggi mereka sejajar, dan Ayu secara reflek mengalungkan kakinya di pinggang Sigit. Ayu bisa merasakan sesuatu yang keras menekannya, namun otak Ayu sudah tidak bisa berpikir.

Mereka saling melepaskan diri saat keduanya kehabisan nafas, dan Sigit menempelkan dahinya di dahi Ayu sambil keduanya menetralkan nafas yang terburu.

Sigit tersenyum saat melihat bibir Ayu yang membengkak akibat ulahnya.

Berapa lama sih gue nggak menyentuh bibir ini? Kok rasanya seperti bertahun-tahun, batinnya.

"Happy new year, Git..." bisik Ayu pelan, dan mengecup ringan bibir Sigit.

Bodo amat lah, sekali ini doang, Batin Ayu sambil memainkan ujung rambut Sigit. Pokoknya kalau dia mulai minta aneh-aneh, baru gue gampar.

"Kenapa kamu keluar tadi?"

"Nyari kamu. Mau ngucapin happy new year, berdua doang."

"Kok kamu bisa keluar?"

"Bisa dong, sekutu kita kan banyak sekarang."

Ayu tergelak.

"Karena ini tahun baru, aku memberi pengecualian. Setelah kita keluar dari sini, nggak boleh lagi ya."

"Iya, siap, Boss. Kalau gitu, sekali lagi?"

Ayu kembali tergelak, dan Sigit membungkamnya dengan ciuman, lagi.

Tbc

Buat yang bacanya masih tahun 2018, saya mau mengucapkan :

SELAMAT MENJELANG TAHUN BARU!!

yang baru baca ini tahun 2019, SELAMAT TAHUN BARU!!

Semoga di tahun yang baru, cita-cita atau resolusi kita semua bisa tercapai, dan tidak berakhir jadi wacana doang.

Resolusi saya sih untuk dunia wattpad ini adalah nyelesaiin cerita yang sudah saya mulai.

Tadinya mau post chapter baru buat tiga2nya, tapi apa daya. Yang satu stuck di 800kata, yang satu lagi lebih parah. 400an doang. Mau nangis 😭

Jadi marilah kita melatih kesabaran di tahun yang baru ini, sabar nungguin penulis update. Hehehehe

Sampai jumpa di part selanjutnya..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro