18.Gaya Pacaran

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bagi Lily, saat ini tidak ada hal yang lebih membahagiakan selain hubungannya dengan Dandy. Apalagi kejadian di bioskop kemarin. Lily merasa semakin dicintai oleh kekasihnya itu. Senyuman pun tidak pernah lepas dari bibirnya. Tidak ada alasan untuk bersedih. Hal itu membuat Della yang seharian bersama Lily menjadi curiga.

"Senyum-senyum melulu. Habis diapain pacarmu?" tanya Della tanpa basa-basi.

Lily tertawa mendapati pertanyaan yang sempat membuatnya terkejut itu. Ia juga heran kenapa Della bisa langsung berasumsi ke arah sana.

"Ketawa itu tandanya iya." Della yang sedang tengkurap seraya bermain ponsel, melirik sekilas ke arah Lily yang berbaring di sampingnya. "Awas aja kamu aneh-aneh, Ly."

"Emang aku mau aneh ngapain?" Lily masih senyum-senyum. Sekalipun Della kerap bersikap protective padanya, ia sejauh ini tidak terganggu. Malah bahagia karena ada teman yang memperhatikan dirinya.

Della beranjak dari posisinya. Ia lalu duduk seraya menyandarkan punggung di dinding.

"Pacaran boleh aja. Aku pun juga sering pacaran. Tapi, kamu ini baru kenal dunia itu, Ly. Inget aja, deh, kasus Kak Mila. Kamu mau kayak dia yang pacaran kebablasan?"

"Aduh, jangan sampai, deh." Lily mengepalkan tangan lalu memukulkannya ke atas kasur. Sekejap kemudian, keningnya berkerut. "Emang kamu enggak, Del?"

Della tersenyum canggung. Ia sadar bahwa dirinya bukanlah panutan yang baik untuk sahabatnya. Masa lalunya tidak ada yang bisa dibanggakan.

"Mbak Mila itu kalem, pendiam pula. Aku nggak nyangka kalau gaya pacarannya seperti itu, Del. Aku kasian lihatnya saat ini. Jadi sering ngunci diri di kamar."

Della manggut-manggut. "Namanya juga konsekuensi dari pacaran yang tidak sehat."

Lily kembali menatap heran ke sahabatnya itu. "Emang pacaranmu sehat?"

Della kini tergelak. Lily kembali mematahkan kata-katanya.

"Iya, iya, nggak sehat. Tapi, sekarang aku udah nggak pacaran lagi, loh," ungkap Della sambil mengangkat kedua tangannya. Ia seperti bangga dengan statusnya yang tanpa kekasih itu.

"Kok, Mbak Mila bisa hamil, ya, Del?" tanya Lily tiba-tiba. "Kamu udah gitu juga, enggak hamil."

Della terkesiap mendengar ucapan sahabatnya itu. Tentu saja dirinya menggunakan banyak cara agar tidak terjadi kehamilan. Namun, ia belum saatnya bercerita kepada Lily. Gadis itu masih sangat polos untuk mengetahui tentang hal-hal dewasa tersebut.

"Berarti sel telur Kak Mila dibuahi. Masa kamu nggak ingat pelajaran Biologi pas SMA?"

"Aku kan, IPS. Mana ada pelajaran Biologi," elak Lily yang memang tidak mengingat apakah dulu pernah mendapat pelajaran tentang hal tersebut atau tidak saat masih duduk di kelas sepuluh SMA. Lily masih saja penasaran. "Kenapa kalian bisa beda gitu hasilnya?"

Della mendesah pasrah. Rasa ingin tahu Lily besar juga. "Entar aku kasih tahu. Eh, kamu pernah nonton film ini nggak, Ly?"

Della tiba-tiba memiliki ide untuk menjaili Lily. Ia segera mengoperasikan ponselnya. Dirinya menuju aplikasi YouTube untuk menunjukkan kepada Lily sebuah film.

"Film apa-an?"

"Nih." Della memberikan ponselnya.

Kening Lily mulai berkerut. Ia tidak bisa membaca judul karena Della mengubahnya menjadi full screen. Gadis itu merasa aneh melihat opening film yang langsung berada di kamar tidur. Perasaannya menjadi tidak enak. Apalagi begitu melihat sesosok perempuan dengan baju yang sangat minim.

"Huwa! Nggak mau lihat!" pekik Lily seraya menjauhkan ponsel Della dari hadapannya.

Della langsung tergelak mendapati reaksi Lily. Ia sukses nge-prank temannya itu dengan film dewasa. Mendengar omelan Lily semakin membuatnya tertawa hingga keluar air mata.

"Maaf, Ly. Aku lagi pingin iseng," ungkap Della seraya terkikik. Ia lalu menarik napas panjang seraya menepuk bahu Lily dengan lembut. "You are a good girl, Sista. Aku nggak akan rela kalau pacarmu sampai menyentuh kulitmu sedikit saja. Suruh dia nemuin Della!"

Lily yang kesal, mendadak tercengang mendengar pernyataan Della. Ia lalu menyentuh pipi. Kejadian saat di bioskop kembali berkelebat.

"Emang pacaran bisa nggak pakai sentuhan, Del?"

Della manggut-manggut. "Kalau dia beneran sayang sama kamu, tentu bakal memuliakan dirimu. Aku baru nyadar akhir-akhir ini aja tentang itu. Udah telat kalau buatku," ujar Della sambil tertawa penuh penyesalan. "So, aku berharap kamu nggak ketemu laki-laki berengsek, Ly."

Lily mulai merenung. Apa yang diucapkan Della ada benarnya juga. Namun, ia yakin jika Dandy tidak akan merusaknya. Cium pipi dirasanya tidak berlebihan.

Tiba-tiba saja terdengar suara gaduh di luar kamar. Della dan Lily yang bersiap tidur akhirnya menggerutu. Suara Nana dan Indah terdengar sedang terbahak. Selama Lily tinggal di Griya Dara, baru kali ini kondisi indekos riuh saat malam hari. Kebetulan juga keluarga pemilik indekos sedang pergi ke luar kota.

Suara ketukan pintu terdengar di kamar Lily. Della pun membukannya. Tampak Nana berdiri di sana.

"Pesta yuk, Del."

"Apa, Kak?" tanya Della seraya menautkan kedua alis. "Pesta?"

Nana lalu menjelaskan jika dirinya bersama Indah sudah membeli minuman yang mengandung alkohol. Mereka akan menyulap kamar Nana seperti tempat clubbing.

"Mumpung keluarga Pak Kos nggak ada di rumah. Ayo, yuk?"

Della terkejut dengan niatan teman indekosnya itu. Gadis itu pun menggelengkan kepalanya. Sekalipun ada Lily di sana, Nana tidak akan mengajak gadis polos itu. Pun demikian dengan Vita yang seringkali membuat sungkan mahasiswi tingkat akhir itu karena lebih sering mengeksklusifkan diri di kamar.

"Maagku rada kambuh, Kak," tolak Della mencari alasan. Ia terpaksa berbohong kali ini. Jika menjawab dengan jujur, watak seperti Nana tentu akan mencemoohnya. Bisa saja dirinya dibilang sok alim. Della kembali menutup pintu setelah Nana berlalu.

"Kenapa Mbak Nana?" tanya Lily penasaran.

Della pun menjelaskan perbincangan sekilas tadi bersama Nana. Mendengar rencana gila itu, sontak Lily tercengang. Ia pikir di Griya Dara akan aman tanpa adanya barang-barang haram seperti di indekos pertamanya dulu. Ternyata, sama saja.

"Yang bener aja mau mabuk di sini," sungut Lily seraya bersedekap. Hatinya kesal mendengar rencana konyol itu. "Pak Kos ngapain pakai nginep, sih?"

"Ya udahlah, Ly. Pokoknya kita nggak ikut-ikutan." Della menepuk bantal yang akan digunakan. Malam ini mereka tidur di kamar Lily.

Lily menghela napas pendek. Ia paham, di antara enam penghuni Griya Dara termasuk dirinya, hanya dirinya dan Mila saja yang tidak pernah mencicipi dunia gemerlap diskotik. Ia baru mengetahui kalau Nana dan Indah gemar clubbing saat mereka keluar malam menjelang pintu gerbang digembok. Tentang Vita, ia tidak tahu persis. Selama pindah ke Griya Dara tidak didapatinya gadis itu tidak pulang ke indekos saat malam. Satu alasan itu juga yang meyakinkan dirinya menerima Dandy, karena melihat pergaulan Vita yang masih aman saja.

Soal Della? Gadis itu sudah bosan dugem saat masih di Jakarta. Ia bahkan belum pernah menapakkan kaki di kafe-kafe malam di Kota Malang. Mengenal Dimas dan kawan-kawannya memang membawa perubahan baik untuk meninggalkan dunia malam.

"Kenapa pada nekat mereka, Del?" Lily mulai khawatir. "Entar kalau ketahuan Bapak Kos gimana?"

Della mengangkat bahu. "Paling juga diusir."

Pemilik indekos memang tidak ikut campur dengan urusan anak kosnya di luar. Namun, jika hal tidak baik terjadi di dalam Griya Dara tentu akan ditindak dengan tegas.

Lily bergidik ngeri. Ia tidak bisa membayangkan amarah ibu kos yang wajahnya selalu masam. Perawakan beliau mengingatkannya pada Kanjeng Mami di sitkom yang dimainkan oleh komedian Sule. Suaranya pun sama menggelegarnya jika sudah berteriak.

"Udah nggak usah dipikirin mereka. Ayo tidur, Ly." Della menarik selimut hingga menutupi bagian bawah lehernya.

Lily pun segera merebahkan diri di atas kasur. Sebelumnya, ia mematikan lampu kamar terlebih dahulu. Gadis itu tipikal orang yang tidak bisa tidur dengan cahaya terang. Sedari dini, Pak Dasuki sudah membiasakannya. Konon, tidur dengan lampu yang menyala dapat meningkatkan penyebab penyakit kronis seperti jantung, hipertensi, dan diabetes.

***

Kuliah sudah dimulai lagisetelah UTS. Lily berencana untuk pulang ke rumah menjelang akhir pekan.  Ia akan diantar oleh sang kekasih.

"Yang, gimana kalau ikut aku latihan nge-band dulu sebelum pulang?" pinta Dandy yang baru sampai di Griya Dara. Ia lupa jika sudah ada jadwal latihan. Dirinya tidak enak kalau harus bolos.

"Serius? Wah, aku mau banget, Yang."

Lily melonjak bahagia mendengar ajakan Dandy. Ia memang ingin sekali melihat pemuda itu bernyanyi dengan grup band-nya. Jika hanya bersenandung biasa, Lily sudah sering mendengarnya.

"Oke." Dandy tersenyum lebar.

Mereka pun segera berangkat menuju studio langganan Dandy dan teman-temannya. Di sana, semua personel sudah menunggu. Suasana menjadi riuh begitu Dandy mengenalkan Lily sebagai pacarnya.

"Mantap kali, Bung. Baru kali ini gandengan polos gitu," bisik salah satu teman Dandy seraya merangkul bahu sang vokalis. "Menang banyak, Bung."

"Apa, sih." Dandy terkekeh seraya melirik Lily yang sudah duduk di dekat pintu.

Latihan pun dimulai. Mereka memainkan tiga lagu. Lily begitu menikmatinya. Hatinya berulang kali menghangat saat Dandy menyanyikan lirik yang romantis. Ia semakin merasa jatuh cinta kepada pemuda itu.

Dua jam berlalu. Latihan pun usai. Lily dan Dandy segera bersiap pergi.

"Dandy!"

Sapaan dari arah belakang membuat langkah Dandy dan Lily yang hendak menuju tempat parkir terhenti. Mereka pun serempak menoleh.

"Loh, Kak Nares?" Lily menyipitkan matanya.

"Eh, ada Lily. Ngapain di sini?" tanya Nares yang baru akan menggunakan studio bersama teman-temannya.

Dandy menatap tidak suka ke arah Nareswara. Tangannya langsng menarik lengan sebelah kiri Lily hingga gadis itu berdiri dalam rengkuhannya.

"Dia lagi nemenin pacarnya latihan band," ungkap Dandy dengan senyum sinis.

Nareswara tercengang. Ia lalu menatap Lily yang tengah tersipu. Senyum getir pun terlukis di wajah pemuda yang sedang menyelesaikan skripsi tersebut.

Wah, apakah ada ada apa apa dengan Nareswara?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro