19.Tentang Hati

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pertemuan di studio kemarin, membuat Nareswara terus memikirkan Lily. Kesempatan untuk mendekati teman Della itu seolah sudah tertutup. Ada penyesalan karena tidak langsung bergerak cepat setelah pertemuan pertama yang meninggalkan kesan mendalam akan sosok gadis menyenangkan tersebut. Nareswara mulai merutuki diri. Seandainya saja dirinya tidak mengedepankan ketakutan akan masa lalu. Bisa saja, Lily sekarang sudah bersamanya.

"Kenapa harus Dandy?" Nareswara meremas kertas bekas bungkus nasi padang dengan kekuatan penuh, hingga giginya menimbulkan bunyi gemeletuk.

Dimas yang ada di hadapan Nareswara, mengernyit. "Ngapain kayak marah gitu?"

Nareswara terkesiap. Ia langsung menegakkan punggungnya. "Enggak. Siapa lagi marah?"

Dimas tertawa kecil. Ia lalu memijit pelipisnya. Kepalanya masih terus berdenyut.

"Mau diantar ke dokter?" tanya Nareswara. Teman satu rumahnya itu sudah hampir seminggu mengeluh sakit kepala. Namun, hingga hari ini tidak kunjung sembuh meskipun sudah mengkonsumsi obat Apotek.

Dimas menggeleng pelan. "Obat sakitku itu bukan obat kimia."

Nareswara menautkan kedua alis mata. "Oh, obat herbal. Namanya apa? Aku belikan habis ini."

Dimas menggelengkan kepala dengan cepat. Ia mendesah pelan. "Della."

"Unik banget itu nama," cetus Nareswara yang langsung teringat gadis ceria yang sudah lama tidak main ke kontrakan.

Dimas tersenyum tipis. Ia tidak ingin menutupinya lagi. Terserah tanggapan sahabatnya atas pengakuannya nanti. Terpenting, saat ini hanya Nareswara yang bisa membantunya membawa Della bertemu dengannya lagi. Hanya dengan pemuda itu, Della memiliki hubungan yang cukup akrab disbanding teman-teman satu rumah yang lain.

"Aku baru putus dari Della."

Nareswara tercengang mendengar pengakuan tidak terduga itu. Ia menganggap Dimas sedang bergurau. Namun, raut wajah teman satu kontrakannya itu menujukkan ekspresi serius.

"Sejak kapan?" tanya Nareswara singkat.

Dimas mulai menceritakan kisah romansanya dengan Della kepada Nareswara. Semua yang dulu terjadi dengan begitu cepat. Dimas menyukai Della sejak pandangan pertama saat gadis itu muncul di depan kontrakan mereka. Ternyata gayung bersambut. Apalagi mereka berdua menjadi satu rumah.

"Kamu sudah paham bahwa hubungan itu menyakiti Della, kenapa terus dilanjutkan?" Nareswara tidak terima gadis yang sudah dianggapnya sebagai adik sendiri itu disakiti oleh sahabatnya.

Dimas menghela napas berat. "Karen hati tidak bisa berbohong."

"Tapi, bohongin Della tentang statusmu. Berengsek kamu, Dim," ucap Nareswara seraya berdecak kesal.

Dimas tidak mengelak. Ia tahu semua adalah kesalahannya. Dimas mengakui jika apa yang disebut Nareswara tentangnya adalah benar adanya. Dirinya adalah laki-laki tidak berperasaan yang mejerat hati penuh ketulusan untuk dijadikan pengkhianatan.

***

"Della! Ada yang nyari!"

Suara melengking ibu kos terdengar sampai di lantai dua. Della dan Lily yang sedang menikmati kemalasan, sama-sama terperanjat.

"Siapa, ya?" tanya Della seraya menoleh ke Lily. Sahabatnya itu hanya mengangkat bahu. Della termasuk penghuni yang jarang mendapatkan tamu di indekos. Hanya Dimas saja yang sering menemuinya di sini. "Nggak mungkin dia."

"Kak Dimas?" tebak Lily.

Della manggut-manggut. Ia tidak yakin akan hal tersebut. Dirinya sudah memberi penegasan pada Dimas bahwa meraka sudah benar-benar berakhir. Della segera merapikan rambut yang terurai dengan menguncirnya menyerupai ekor kuda. Kaus tanpa lengan berwarna hitam, segera ditutupinya dengan cardigan milik Lily yang tergantung di belakang pintu.

"Pinjam ya, Ly."

Anggukan diberikan Lily sebagai respon. Tatapannya hanya sekejap ke arah Della. Ia langsung kembali fokus dengan ponsel. Dirinya sedang berkirim pesan bersama sang kekasih. Minggu ini, giliran Dandy yang pulang kampung ke Sidoarjo.

Sementara itu, Della yang tengah menuruni tangga sontak terkejut melihat tamu yang datang. Ia bahagia melihat Nareswara mengunjunginya.

"Kak Nares! Aku kangen banget," ungkap Della dengan nada manja.

"Kamu, sih, sombong. Nggak pernah main ke kontrakan lagi. WA juga gak dibalas. "

Della tersenyum seraya memperlihatkan deretan gigi putihnya. Ia merindukan semua yang ada di rumah sewa tersebut. Tentu saja tidak ketinggalan sosok Dimas yang memang belum bisa dihilangkan dari benaknya. Namun, Della bersikukuh untuk tidak bertemu dengan laki-laki itu lagi. Dirinya juga membatasi komunikasi dengan penghuni yang lain.

"Maaf, Kak. Aku lagi ada masalah berat," tutur Della dengan wajah tertunduk.

"Aku udah tau tentang kamu sama Dimas," ucap Nareswara santai.

Della sontak mengangkat wajahnya. Helaan napas berat terdengar. Gadis itu pun kembali terdiam.

"Dimas lagi sakit. Dia depresi mikirin kamu."

Della kembali terperanjat. Ia menjadi khawatir akan kondisi pemuda yang dicintainya itu.

"Aku baik-baik saja. Tolong sampaikan untuk tidak memikirkanku lagi, Kak," ujar Della berusaha tegar.

"Della," panggil Nareswara seraya memutar tubuh ke kanan. "Jujur aja, aku baru lihat Dimas jatuh cinta sedalam itu hanya ke kamu. Bukannya aku membenarkan sikap dia yang bohongin kamu tentang statusnya. Tapi, pertunangan itu memang bukan dari hatinya."

Della termenung dengan raut penuh kebimbangan. Ada keinginan untuk menemui Dimas, tetapi juga di sisi yang lain dirinya ingin melupakan semuanya.

"Apa yang dilakukan Kak Dimas kepadaku itu terlalu menyakitkan, Kak."

Nareswara manggut-manggut. Namun, ia juga membutuhkan bantuan Della untuk bisa membuat temannya itu bangkit lagi. Minimal, membantu penyembuhan untuk fisik Dimas yang terkena efek atas pikiran yang terlalu berat. Nareswara terus memohon kepada Della untuk satu kali saja menemui Dimas.

"Okelah, aku datang. Tapi, hanya kali ini aja, Kak. Jangan memintaku menemuinya lagi."

Senyuman dan anggukan kepala diperlihatkan Nareswara. "Siap, satu kali ini aja."

"Aku ganti baju dulu," kata Della seraya berjalan menaiki tangga.

Tidak lama kemudian, Della kembali turun. Kali ini tidak sendirian. Ia minta ditemani Lily. Dirinya takut nanti akan goyah lagi saat bertemu Dimas. Dengan adanya Lily, diharapkannya mampu menghindarkannya dari hal tersebut.

"Hai, Kak Nares. Ketemu lagi kita," sapa Lily begitu sampai di anak tangga paling bawah.

Nareswara menggoyangkan telapak tangan kanan. Ia tersenyum lebar saat mengetahui Lily akan ikut bersama Della.

Mereka bertiga pun segera berangkat ke kontrakan. Tidak sampai lima menit mereka sudah sampai. Langkah Della terlihat berat untuk memasuki rumah.

"Cepetan masuk, Del. Biar cepat kelar. Pokoknya jangan sampai tergoda lagi. Ingat, loh!" bisik Lily sembari memberikan ancaman.

Della manggut-manggut. Ia lalu menarik napas panjang sebelum memutuskan masuk ke rumah. Gadis itu mengepalkan tangan, berusaha memberi keyakinan pada dirinya sendiri bahwa tidak akan luluh lagi.

Lily dan Nareswara menunggu di depan teras. Gadis itu sebenarnya sudah dipersilakan masuk. Namun, ia tidak nyaman jika berduaan saja di dalam rumah dengan laki-laki, meskipun ada Della di dalam kamar.

"Kamu kenal Dandy dari mana, Ly?" tanya Nareswara tanpa basa-basi. Ia penasaran akan satu hal itu.

"Oh, dikenalin kakak kos, Kak. Kakak juga kenal Kak Dandy, ya?"

"Iya, kami dulu pernah satu band."

"Wah, keren. Kakak gitaris, basist, apa drummer?" Lily excited mengetahui Nareswara bisa bermain musik seperti sang kekasih.

"Drummer," jawab Nareswara seraya tersenyum.

"Keren banget pasti."

Lily sudah membayangkan sosok di sebelahkan saat memgang stik dan memukulkannya ke drum. Bisep Nareswara memang bukan kaleng-kaleng. Menurut Lily, Nareswara juga tidak kalah ganteng dari pacarnya.

Ponsel Lily berdering. Nama Dandy tertera di layar. Lily menepuk keningnya. Ia pasti lupa membalas pesan Dandy. Pemuda itu suka mengomel jika Lily tidak langsung membalas pesannya.

"Halo, Yang. Maaf aku lagi nganterin, Della," ujar Lily menjawab sambungan telepon.

Nareswara sontak melirik ke aampingnya begitu kata 'Yang' terdengar. Ia tersenyum masam seraya menempelkan punggung di sandaran kursi.

Dalam sambungan telepon, Dandy langsung mencecar Lily dengan banyak pertanyaan. Laki-laki itu menjadi posesif.

"Eh, aku lagi sama Kak Nares, loh," ujar Lily.

"Siapa? Nareswara?"

"Iya. Ini lagi duduk di samping." Lily menoleh ke arah pemuda di sebelahnya.

"Cepat balik ke kos sekarang!" Nada bicara Dandy terdengar meninggi.

Lily pun tersentak. Keningnya berkerut. Dandy masih saja terdengar marah-marah. Pacarnya itu meminta dirinya untuk tidak berinteraksi dengan Nareswara lagi.

Apakah akan muncul Tim Dandy dan Tima Nareswara?

Dukung Lily sama siapa, nih?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro