9.Malam Minggu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Hari Sabtu adalah waktu yang dinantikan hampir seluruh penghuni indekos, kecuali Lily. Di Griya Dara, ia adalah satu-satunya sosok yang tidak memiliki pacar, bahkan gebetan saja tidak punya. Namun, tidak berlaku untuk minggu ini. Lily sekarang juga tengah menantikan hari setelah Jumat itu.

"Mau ke mana?" tanya Della saat melihat Lily sudah berdandan rapi. Setelan berbahan twistcone berwarna putih dengan tali pada bagian pinggang membungkus indah tubuh temannya itu.

"Kulineran."
Lily memperlihatkan deretan gigi putihnya. Ia memang tidak memberitahukannya kepada Della. Begitu juga dengan Vita yang tidak mengumumkan pada semua penghuni Griya Dara tentang acaranya bersama Lily.

"Mencurigakan." Tatapan Della seolah mendapati sesuatu yang disembunyikan. Gadis itu bersandar pada kusen pintu seraya menyilangkan kedua tangan di depan dada.

Lily hanya terkikik saja. "Eh, tumben kamu di kos malam minggu?"

"Sengaja aku nggak keluar malam ini. Rencananya mau malam mingguan sama kamu, Ly."

Della memang ingin menikmati akhir pekan bersama Lily. Ia ingin menjauh sebentar dari kekasihnya. Dirinya butuh ketenangan untuk saat ini. Della hanya punya Griya Dara untuk pulang.

"Ah, masa?" tanya Lily tidak percaya.

Della manggut-manggut. Ia ingin mencurahkan keluh kesahnya pada teman terdekatnya itu. Namun, waktunya tidak tepat. Lily sedang punya agenda sendiri.

"Ya udah, have nice week end. Jaga diri ya, Ly," ucap Della seraya tersenyum.

Lily menatap Della dengan perasaan bersalah. Kalimat yang meluncur dari bibir gadis yang tampak tidak seceria biasanya itu terdengar tulus bagi Lily.

"Siap, Del. Tunggu aku balik, ya. Kamu mau dibawain makan apa?"

Della menggeleng pelan. Ia kemudian berlalu dari hadapan Lily menuju kamarnya.

Lily menghela napas pendek. Ia yakin Della tidak sedang baik-baik saja. Namun, dirinya juga tidak  bisa membatalkan janji dengan Vita.

"Udah siap, Ly?" tanya Vita yang berjalan menghampiri Lily.

"Udah."

"Oke. Vio sama Dandy udah nungguin di bawah."

Lily tersenyum seraya menganggukkan kepala. Mereka berdua berjalan menuruni tangga. Nmaun, tiba-tiba saja jantung Lily berdegup lebih cepat. Tepatnya saat matanya bersirobok dengan Dandy yang tengah tersenyum padanya. Lily ikut mengulas senyuman.

"Lily sama aku, ya. Ada helm?"tanya Dandy dengan ramah.

Lily tergemap. Ia tidak membawa helm miliknya yang ada di Batu. "Yah, nggak ada, Kak."

"Tenang. Udah aku pinjamin punya Mbak Mila." Vita lalu berjalan ke arah motor yang terpakir rapi di teras. Pemiliknya sedang keluar bersama pasangannya.

Empat mahasiswa itu pun segera meninggalkan Griya Dara. Lily dibonceng Dandy. Laju motor sport itu cukup lambat. Hal itu dimanfaatkan Dandy untuk berbincang dengan Lily.

"Mau makan apa, Lily?" tanya Dandy yang sedikit menoleh ke belakang dengan dua tangan memegang stang motor.

"Terserah, Kak." Lily mendekatkan tubuhnya.

"Steak mau?"

"Boleh."

Dandy manggut-manggut. Ia lalu menambha kecepatan. Motor Vio berada di belakangnya. Malam ini, mereka berdua akan mengikuti rencana Dandy. Dua temannya itu tidak tahu tujuan kali ini.

"Owalah, ternyata mau makan steak," ujar Vita begitu tiba di parkiran Waroeng Steak and Shake yang ada di Jalan Arjuno, Kota Malang.

"Loh, emang Mbak Vita nggak tahu?" tanya Lily yang ada di sampingnya.

"Enggak. Hari ini semua terserah Dandy. Biasanya dia ngikut kami melulu, Ly. Sekarang, mumpung udah ada gandengannya jadi dia yang tentuin."

Lily terkesiap. Ia lalu tersenyum samar. Ucapan Vita membuatnya merasa ke-GR-an. Ajakan makan kali ini juga dirasanya tidak biasa. Apalagi bersama Dandy yang sedari tadi memperlakukannya dengan hangat. Lily merasa pemuda itu memiliki sesuatu hal terhadapnya.

Mereka berempat segera masuk ke dalam. Dandy mengajak Lily mendekat ke meja pemesanan, sedangkan satu pasangan yang lain sudah berjalan ke pojok belakang kedai.

***

Kurang lebih dua jam, mereka berada di kedai steak. Bukan tentang makan yang lama, tetapi berbincang seraya menikmati sisa minuman yang ada. Lily sudah tidak merasa canggung lagi berinteraksi dengan dua teman barunya itu, terutama Dandy. Pemuda itu mampu membuat Lily merasa nyaman dengan tutur kata yang hangat, tetapi terkadang juga bisa memancing tawanya. Padahal, penampilan Dandy bisa dibilang cukup gaul dengan jaket bermerk dan gayarambut yang kekinian. Lily sempat menebak karakter pemuda itu sombong dari penampilannya tersebut.

"Habis ini jalan ke alun-alun Tugu, yuk?" Vita kembali menyesap Vanilla Latte yang sudah hampir habis.

Lily melihat jam di layar ponsel. "Udah mau jam sembilan, Mbak."

"Belum, masih setengah jam lagi," ujar Vio yang juga sedang memgang ponsel.

"Nggak pa-pa, Lily. Griya Dara tutupnya jam sepuluh, kok." Dandy menegakkan punggungnya. Ia lalu duduk sedikit menyamping, menghadap ke Lily. "Emang udah pernah ke alun-alun Tugu?"

Lily menggeleng pelan. Sekalipun tanah kelahirannya ada di Kota Batu yang bersebelahan dengan Kota Malnag, ia belum pernah mengunjungi taman bundar yang ada di depan balaikota dan gedung DPRD itu. Ia lebih sering nongkrong di alun-alun Batu.

"Nggak seru kalau habis makan langsung pulang, Ly." Vita mencoba meyakinkan Lily untuk ikut rencana mereka.

Lily berpikir sejenak. Tidak ada salahnya jalan-jalan malam. "Oke, deh."

Dandy tersenyum lebar. Kebersamaannya malam ini dengan Lily masih bisa berlanjut.

Empat mahasiswa itu segera meninggalkan Waroeng Steak and Shake. Mereka segera melajukan motor menuju ke arah timur. Kurang lebih lima menit, jalan Tugu sudah tampak. Motor berhenti di tempat parkir yang berada di sekitar area SMA 1 dan SMA 4.

Lily turun dari motor. Ia lalu melepas helmnya. Saat akan meletakkan penutup kepala yang wajib digunakan ketika berkendara itu, ponselnya berdering.

"Lek Mi?" Kening Lily berkerut. Tumben sekali tantenya itu menghubungi saat malam. Biasanya juga hanya berbalas pesan di whatsapp.

"Ayo, Ly," ajak Vita yang akan menyeberang ke alun-alun bundar.

"Bentar, Mbak. Aku angkat telepon dulu." Lily segera menggeser gambar telepon berwarna hijau ke atas.

"Iya, Lek. Kenapa?"

"Cepetan turun." Suara Bu Miranti terdengar di seberang telepon.

"Turun ke mana?" tanya Lily seraya menautkan kedua alis mata.

"Ya ke bawah, Ly. Kalau naik baru ke atas. Gimana sih, mahasiswi ini? Aku udah di depan kos, nih."

Mata Lily sontak terbuka lebar. Begitu juga mulutnya yang segera ditutup dengan telapak tangan. Bu Miranti saat ini ada di depan indekosnya. Itu bukan kabar baik. Tantenya itu tidak boleh tahu jika dirinya sedang berada di luar indekos malam-malam.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro