Ch. 1 - Teman Masa Kecil

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Cewek berkacamata itu cantik! Suatu hari nanti aku ingin menikahi cewek berkacamata."

Langit berwarna jingga dan matahari hampir terbenam. Dua anak umur sebelas tahun duduk bersama di rerumputan dekat sungai.

Fujino berdiri sambil berkacak pinggang di samping Kasahara yang sedang duduk. Dia terlihat bangga menyatakan kesukaannya itu.

"F-Fujino ... kau selalu membicarakan itu. Apa iya cewek berkacamata secantik itu? Apa cewek yang lain biasa saja?" tanya Kasahara malu-malu. Gadis berambut hitam itu sudah lama dekat dengan Fujino. Dia tau seberapa gilanya bocah itu sampai penasaran seperti apa gadis lain di matanya.

Bukan karena suka, tapi Kasahara sendiri penasaran seperti apa penampilannya di mata laki-laki. Terutama Fujino yang menjadi teman masa kecilnya.

"Cewek lain ya ...?"

Fujino nampak berpikir. Kasahara menunggu dengan tatapan mata serius seolah tidak ingin melewatkan satu katapun.

"Bagiku cewek yang tidak pakai kacamata tidak good-looking. Biasa saja. Tidak secantik cewek berkacamata."

'G-Gila banget ....'

"Memangnya kenapa kau menanyakan itu? Kasahara?"

Kasahara membelalakkan matanya, terkejut sekaligus takut dicurigai yang tidak-tidak.

Sebagai gadis tentunya ia ingin dibilang cantik. Dia kurang bisa menilai parasnya sendiri jadi banyak berharap pada orang lain yang ia minta untuk menilai dirinya. Sayangnya Kasahara tidak punya banyak teman. Bahkan dipikir-pikir teman terdekatnya hanya Fujino saja karena mereka teman main sejak bertahun-tahun yang lalu.

"A-Aku ... penasaran aja. Siapa tau kamu tertarik juga dengan gadis yang tidak pakai kacamata. Gadis di dunia ini 'kan banyak yang cantik ...."

"Hmm ... benar sih. Kamu tidak salah, Kasahara. Tapi jujur, gadis berkacamata itu cantik sekali. Gadis yang tidak berkacamata saja tiba-tiba makin cantik saat memakai kacamata! Gila banget! Kok bisa sih secantik itu!? Aku benar-benar bingung, Kasahara. Hah ... aku sangat berharap bisa menikahi gadis berkacamata suatu hari nanti."

"Fujino ... kamu kalau berbicara seperti itu di depan perempuan yang tidak memakai kacamata sepertiku, nanti perempuannya sakit hati loh ...."

"Sakit hati? Kenapa? Kan aku ngomongin fakta."

"Uuhh ...."

Kasahara merasa sangat gemas. Dia ingin menjitak Fujino sampai dahinya bolong. Tapi sayangnya ia terlalu malu untuk melakukan itu.

"Fujino. Kalau menurutmu sendiri ... p-penampilanku seperti apa?"

"Biasa aja."

"H-Hee!?"

"Kenapa? Kok kaget?"

"B-Bukan ... emm ... apa kamu tidak mau berpikir lebih lama lagi? Masa jawabnya cepat begitu."

"Berpikir lebih lama? Hm ...."

Fujino menyipitkan matanya, menatap Kasahara dari atas sampai bawah. Dia memikirkan penampilan Kasahara dengan serius. Bagaimanapun Kasahara adalah temannya jadi permintaan kecil gadis itu tentu ia lakukan.

Kasahara yang ditatapi jadi salah tingkah. Memalingkan pandangan. Dia menunggu komentar dari Fujino.

Setelah beberapa saat Fujino akhirnya mengangguk tiga kali.

"Maaf Kasahara, tapi menurutku kau biasa saja. Parasmu biasa saja, penampilanmu biasa saja. Kau masih kalah jauh dengan gadis berkacamata."

Kata-kata itu bagaikan panah tajam, menusuk hati Kasahara Sumire ke bagian terdalam.

"B-Biasa aja ...? Maksudmu ... aku jelek?"

"A-Ahh ... bukan. Aku tidak enak bilang paras jelek ke cewek. Bagiku semua cewek tidak ada yang jelek. Mayoritas biasa saja dan minoritas terlalu cantik. Kamu termasuk yang biasa saja, Kasahara. Sebenarnya agak di bawah standar sih."

"J-Jahat! Kenapa harus ada kalimat terakhir!?"

Fujino terbelalak. Dia menggaruk kepalanya. "Aku kan cuma bicara jujur."

"Huuueeeeeee!!! Jahat! Jahat! Jahat! Fujino jahat!"

"Aduh! Aduh! Kok aku dipukulin sih?"

Kasahara ingin menangis. Dia memukul Fujino berkali-kali. Bukan pukulan biasa melainkan pukulan yang bertenaga. Fujino sampai berjalan mundur dan agak ngeri melihat Kasahara. Namun, ia tidak bisa lolos karena gadis itu terus saja memukulnya.

Kasahara sangat kecewa. Dia tidak menyangka Fujino akan melontarkan kata-kata sekejam itu. Fujino yang Kasahara tau adalah lelaki ramah yang baik hati. Sering berbagi cerita dengan Kasahara, sekalipun gadis itu lebih banyak diam dan kurang responsif.

Di sisi lain Kasahara juga sadar dia melakukan kesalahan. Dia memberi pertanyaan pada Fujino yang mana jika dijawab buruk akan melukai hatinya. Kasahara tau itu, tapi apa salahnya 'kan berharap banyak pada teman terdekat? Gadis kecil sepertinya sangat normal jika ingin parasnya dipuji-puji.

"Baiklah! Aku minta maaf! Tolong maafkan aku, Kasahara! Aku terlalu kasar padamu. Harusnya aku tidak mengatakan sesuatu seperti itu." Fujino menyatukan tangannya sebagai gestur memohon.

Kasahara masih cemberut. Fujino bisa melihat air mata yang hendak menetes di area alis gadis berambut hitam itu.

"Fujino jahat! Aku benci Fujino! Mati aja sana!"

Kasahara teriak-teriak. Dia melampiaskan semua emosinya, kemudian berbalik meninggalkan Fujino secepat mungkin. Dalam sekejap punggungnya menjauh. Fujino hendak mengejar tetapi terhenti ketika melihat Kasahara menggosok-gosok wajahnya dengan lengan.

"K-Kasahara ...."

Fujino termenung menatapi sosok temannya yang kian menjauh itu.

"Bodoh. Bodoh sekali kau Fujino. Kau menyakiti hati Kasahara. Padahal dia perempuan."

Hari itu adalah hari pertama kalinya Fujino Rai dan Kasahara Sumire bertengkar.

Fujino menyesali perbuatannya tapi cukup mudah melupakannya. Sebaliknya, Kasahara sangat sakit hati hingga terlalu sulit untuk melupakan itu, meskipun sebenarnya dia agak menyesal karena teriak-teriak pada Fujino.

Fujino berpikir ia akan bertemu Kasahara lagi dalam waktu dekat. Biasanya mereka main empat kali seminggu. Keluarga Kasahara cukup disiplin jadi membatasi waktu bermain dan lebih banyak mendidik Sumire untuk belajar serta hal penting lainnya.

Namun, apa yang Fujino pikirkan salah. Sangat salah besar.

Fujino cukup optimis. Dia tidak terlalu takut tidak bertemu Kasahara di minggu pertama dan minggu kedua. Pikirannya mulai dipenuhi kekhawatiran ketika tidak bertemu Kasahara di minggu ketiga dan keempat.

Gadis itu bukan teman Fujino satu-satunya. Fujino masih bisa bermain dengan teman laki-lakinya yang berjumlah empat sampai enam orang. Namun, tetap saja, terkadang Fujino merasa hampa karena tidak bisa bertemu Kasahara. Dia beberapa kali mengetuk pintu rumahnya, tapi Fujino malah diusir oleh orang tua Sumire secara lembut.

Beberapa waktu berlalu. Tanpa sadar empat bulan terlewati. Fujino sudah menyerah mengetuk pintu rumah Keluarga Kasahara. Dia memilih melupakan gadis itu saja lalu fokus bermain dengan teman-teman yang lain.

Fujino adalah anak-anak yang isi pikirannya bermain dan bermain. Jadi dia tidak terlalu fokus pada hal-hal menyedihkan seperti tidak bertemu Kasahara. Fujino agak sulit menjalani keseharian tanpa Kasahara, tapi lama-lama bocah itu terbiasa dengan kondisi ini.

Melupakan Kasahara, apakah Fujino bisa melakukannya? Ia berpikir demikian tapi semua itu berubah saat ibunya tiba-tiba celetuk memberi kabar.

"Ibu mendapat kabar dari orang tua Sumire. Katanya mereka pindah dari kota ini karena urusan pekerjaan dan mendapat rumah yang lebih bagus. Kamu sudah lama tidak bermain dengan Kasahara 'kan? Apa dia mengatakan sesuatu padamu beberapa minggu terakhir?"

Fujino terdiam. Dia sedang bermain nintendo sambil membicarakan hal-hal ringan dengan ibunya. Saat nama Kasahara terdengar lagi di telinganya, Fujino tiba-tiba merasa bersalah dan hampa.

"D-Dia ... emm ... entahlah. Aku lupa."

Ibu Fujino tertawa kecil. "Kok kamu bisa lupa. Kan sering main. Sumire harusnya memberitahu bahwa dia pindah rumah 'kan?"

Dia tidak memberitahu.

Fujino ingin bilang begitu tapi kata-katanya tertahan.

Sebagai orang dewasa, dari reaksi putranya saja wanita itu bisa mengerti sebagian kecil permasalahan yang dialami Fujino dan Kasahara. Ada kekurangan dalam hal komunikasi. Ibu Fujino tidak ingin membahas terlalu banyak. Apalagi dia juga merasa hubungannya dengan orang tua Sumire kurang baik akhir-akhir ini. Jika dia tidak bertanya, kabar pindahnya Keluarga Kasahara pun mungkin tidak akan ketahui.

"Hari ini sudah malam. Sebaiknya kamu tidur, Rai."

"Baik ibu."

Dengan raut wajah yang cukup lesu, Fujino melangkah ke kamarnya.

Dia mengingat beberapa pengalaman membahagiakan yang ia lalui bersama Kasahara. Sayangnya pengalaman sebelum berpisah adalah pengalaman yang pahit.

Fujino menyesalinya semalaman.

Namun, lagi-lagi dia mampu melupakannya. Dia bukan seseorang yang berlarut-larut hingga mengalami trauma karena alasan putusnya pertemanan dengan seorang gadis. Apalagi Fujino punya beberapa teman yang seru, jadi tidak sulit mengalihkan emosi sedih ke perasaan yang menggembirakan.

Hari esoknya Fujino juga sekolah seperti biasa. Dia berbincang dengan teman-temannya. Saat gadis kacamata lewat atau muncul di hadapannya, Fujino akan menatap gadis itu selama yang ia bisa tanpa ketahuan. Entah itu yang seumuran atau lebih tua. Di mata Fujino gadis berkacamata benar-benar cantik.

Dalam waktu yang cukup singkat, Fujino Rai benar-benar melupakan Kasahara Sumire.

Nama gadis itu tidak muncul lagi di benaknya selama bertahun-tahun.

Sakura berguguran, musim berganti berulang kali, Fujino semakin dewasa dan ia akhirnya duduk di bangku SMA.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro