53. Nilai Diri

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Keesokan harinya, bisnis di restoran berjalan seperti biasa. Para pelayan bolak-balik antara ruang makan dan dapur untuk mengantarkan pesanan. Ada pula yang tengah memberikan tagihan, bagi pelanggan yang telah menyelesaikan santapan. Tiap kali ada pelanggan baru datang, bel di atas pintu berbunyi. Seorang pelayan langsung menghampiri dan mengantar pengunjung ke meja yang telah disediakan. 

Berbeda dengan sewaktu di kedai, restoran ini menggunakan sistem reservasi meja demi kepuasan pengunjung. Para bangsawan itu tidak sudi apabila harus mengantre berjam-jam di luar restoran. Reservasi memberi mereka jaminan bahwa saat datang, mereka hanya tinggal duduk dan memesan. Agar bisa mendapat profit lebih, tentunya para bangsawan ini juga akan ditarik harga lebih mahal dari makanan yang mereka pesan.

Siang ini, Fiona sibuk mengurus para pelayan dan menyapa para pelanggan. Setelah insiden dengan Fransiska sebelumnya, tak ada lagi yang berani meragukan keberadaan Fiona di restoran. Fiona pun telah memupuk rasa percaya diri untuk bisa membangun nama di antara para bangsawan tersebut.

Aku bukan lagi pelayan, bukan kelas masyarakat bawah lagi. Kalau aku memang tidak rela Lucas bersanding dengan wanita lain, itu berarti aku juga harus menunjukkan nilai diriku di hadapan kaum elite ini. 

Menyadari dirinya telah mengakui kalau menyukai Lucas Foxton, membuat Fiona jadi tersipu sendiri. Gadis itu menepuk-nepuk pipinya pelan, lalu mengepalkan kedua tangan. Ia memberanikan diri untuk menghampiri dan menyapa para bangsawan itu sekali lagi.

Mata Fiona mencari-cari, bangsawan mana yang harus ia sapa terlebih dahulu. Tentunya, ia mencari yang gelarnya tertinggi. Jangan sampai mereka merasa tersinggung karena menjadi bukan yang pertama saat disapa oleh manajer restoran.

Pandangan Fiona terhenti pada seorang nyonya dengan gaun biru tua. Rambutnya kian beruban. Kulit wajah orientalnya tak lagi muda karena keriput telah menghiasi sudut mata yang sipit. Usia tua tidak mempengaruhi postur tegapnya saat menyantap makanan. Seorang nyonya yang dikenal memiliki ilmu etika tinggi, dan sering dijadikan standar keeleganan oleh para wanita lainnya.

Sang nyonya tampak sedang makan sendirian, hanya ditemani seorang pelayan pribadi yang berdiri di belakang kursi. Fiona memantapkan hati, lalu berjalan menuju meja wanita tersebut.

"Selamat siang, Nyonya Marchioness Lily Moreno." Fiona melakukan curtsy di hadapan sang nyonya bangsawan. "Suatu kehormatan bagi kami dapat menerima kunjungan Anda di restoran ini."

Marchioness Lily mengangguk, seraya meletakkan sendok di atas mangkuk yang telah kosong. Beliau mengamati wajah Fiona lekat-lekat. "Kau adalah manajer restoran ini?"

"Benar, Nyonya. Nama saya adalah Fiona Nayesa."

"Hmm ... ." Lily mengamati Fiona dari ujung kepala hingga ujung kaki. Fiona jadi kikuk sendiri, karena ia seperti sedang dinilai oleh seorang juri.

Lily adalah istri dari Marquis Kelsan Moreno. Menjadi seorang Marchioness tidak membuatnya berdiam diri di rumah seperti kebanyakan nyonya lainnya. Lily memiliki usaha di bidang kuliner yang sudah terkenal jauh lebih dulu ketimbang restoran rawon Lucas. Bahkan, usahanya sudah merambah sampai kerajaan tetangga.

Setelahnya, sang Marchioness mengedarkan pandangan ke sekitar sejenak, lalu beralih kembali pada Fiona.

"Apakah kau juga yang mengatur desain interior di sini?" tanya Lily. Fiona mengangguk. "Benar, Nyonya. Tata letak dan pemilihan peralatan makan, semuanya adalah tanggung jawab saya."

"Hmm, bagus. Aku sangat menyukainya." Satu pujian keluar dari mulut wanita tersebut. "Dan kudengar, kalau kau berasal dari desa?"

"Benar, Nyonya," jawab Fiona. Seketika itu pula, ia teringat kembali dengan insiden Fransiska. Fiona segera memberi tambahan pada jawabannya. "Ah, meski saya dari desa, tapi makanan di sini semuanya kualitas yang terbaik, Nyonya. Jadi, Anda tak perlu meragukannya!"

"Aku tidak pernah ragu, masakan ini memang benar lezat," sahut Lily. "Hanya saja, sulit dipercaya kalau gadis secantik dan secerdas dirimu berasal dari desa."

"Oh ... terima kasih atas pujiannya, Nyonya." Fiona tersipu. Ia tak menyangka, seorang Marchioness Lily mengakui kemampuannya.

"Hmm, aku penasaran, kau berasal dari desa mana?"

"Oh, i-itu ... ." Ditanya seperti itu, Fiona jadi tidak berkutik. Pasalnya, ia tak pernah mengetahui, karakter Nayesa berasal dari desa apa.

Di webtoon "Lady Renata", Nayesa selalu diceritakan sebagai gadis lugu miskin yang dibawa oleh si antagonis Lucas dari desa ke kota. Tapi, tidak pernah tertulis apa nama desanya! Gambaran desanya seperti apa juga tidak pernah ada. Mana aku tahu, Nayesa ini berasal dari desa mana!

"Umm, desa saya hanyalah pemukiman kecil tak terkenal, Nyonya. Letaknya pun jauh dari sini," kilah Fiona. Ia benar-benar tak bisa mengingat apa pun lagi mengenai Nayesa dari data yang ada di webtoon.

Beruntungnya, sang nyonya tidak mengulik lebih jauh. Lily hanya mengangguk perlahan, lalu menyentuh permukaan meja. "Duduklah sini, di dekatku."

"Ah, baik ... ." Fiona duduk dengan hati-hati di seberang sang Nyonya. Ia begitu penasaran, hal apa yang ingin beliau bicarakan sampai harus mengajak duduk bersama seorang gadis desa.

"Begini, aku ada permintaan." Marchioness menatap Fiona. "Kalau benar kau yang merancang interior restoran ini, bisakah aku memintamu untuk mendekorasi restoranku juga? Letaknya tak jauh dari sini."

"De-dekorasi, Nyonya?" tanya Fiona terkejut.

Lily mengangguk. "Aku berencana untuk melakukan renovasi. Kudengar dari para ladies kalau restoran rawon ini memiliki tata letak ruangan yang berbeda dari restoran pada umumnya. Dan setelah aku melihat semua ini, memang benar."

"Ta-tapi, saya hanyalah gadis desa---"

"Aku tidak peduli asalmu dari mana," potong sang nyonya cepat. "Jangan khawatir, aku akan membayar jasamu. Atau, kau takut kalau keluarga Foxton tidak memperbolehkanmu membantu restoran lain?"

"Bukan begitu, Nyonya! Tentu saja keluarga Foxton tidak masalah. Baiklah, aku akan berkunjung ke tempat Anda esok, selesai sif di sini."

Marchioness Lily tersenyum cerah ketika Fiona akhirnya menyetujui. "Kalau begitu, kita sepakat. Di mana Tuan Lucas Foxton? Alangkah baiknya kalau aku meminta izin darinya terlebih dahulu. Namun, aku belum melihatnya sejak tadi."

Jangankan sang nyonya, Fiona saja sedari pagi juga tidak melihat batang hidung Lucas. Setelah mengajak Fiona jalan-jalan ke desa kemarin, Lucas mengantarkan Fiona pulang. Kemudian, tak ada kabar lagi setelahnya.

***

Sementara itu, senja telah tiba di kastel Abbott. Rupanya, pemuda yang dicari Fiona saat ini tampak duduk di tepi tempat tidur. Lucas termangu, memikirkan apa yang harus ia lakukan mengenai Fiona. Ia bahkan sampai tidak tidur semalaman dan belum keluar kamar sejak pagi.

Aku makin yakin, kalau dia bukanlah budak yang kubeli dulu. Kepribadiannya terlalu berbeda. Tapi ... justru Fiona yang sekarang inilah yang telah mengubah hidupku. Bisakah aku memercayainya? batin Lucas dalam hati.

Lucas berusaha menerawang, mengingat-ingat, apakah pernah Fiona sekali saja melakukan sesuatu yang membahayakan. Namun, tak ada satu pun. Selama ini, Fiona begitu baik dan selalu ada untuknya.

"Kak Lucas, ini aku!"

Lucas terlonjak ketika mendengar tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar, disertai suara Linden. Ia mempersilakan adiknya itu untuk masuk.

Terlihat jelas, Linden baru saja pulang berpatroli dari hutan, karena masih mengenakan baju zirahnya. Ia meletakkan helm di atas meja dekat pintu, seraya berkata, "Kudengar, kau kemarin mengajak Fiona ke suatu tempat. Apa kau menyelidikinya?"

Kedua mata Lucas terbelalak kaget. "Cepat sekali kau mengetahuinya!"

Adiknya itu tersenyum menyeringai. "Jangan pernah meragukan jaringan informan pribadiku."

Lucas mengembus napas pelan. "Kau benar. Aku kemarin sedang menguji sesuatu padanya."

"Lalu hasilnya?" tanya Linden penasaran. Ia mengamati baik-baik wajah sang kakak. Tampak kusut seperti sedang banyak pikiran. Satu kesimpulan datang dalam benak Linden. Terlebih lagi, tak ada jawaban apa pun dari Lucas atas pertanyaannya selama lebih dari tiga menit.

"Sudah kuduga, kau menemukan kejanggalan yang sama. Tapi, kau jadi ragu untuk memutuskan, benar?"

Secara tiba-tiba, Linden mengeluarkan bilah pedang panjang dari sarung yang ada di pinggangnya. Kedua mata Lucas langsung membulat. "Apa yang akan kau lakukan!"

"Sudah jelas, kan?" Linden memainkan pedang tersebut dengan menggoyang-goyangkannya ke kanan dan kiri di hadapan Lucas.

"Aku akan melenyapkan semua hal yang berpotensi mengancam keselamatan keluarga Foxton."

***

Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby sampai TAMAT hanya Rp. 1000/bab! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro