32. Setting

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Materi: Setting dalam Cerita
Tanggal: 20 Februari 2017
Tutor: Abiyasha
Disclaimer: theWWG

=====>>>>>=====<<<<<=====

SESI TANYA JAWAB

Q1 (Kak Cha):
Jika kita mengangkat naskah atau ide cerita bersetting pedesaan di Bandung misalnya. Kita kudu observasi atau gugling ttg latar tsb secara detail ga sih, I mean kayak adat istiadat atau keragaman budaya mereka. Misal si tokoh 'aku' ini lahir dan besar di sana. Kayak mau aku tenggelemin para pembaca aku ttg budaya tmpt si 'aku' besar. Gitu? Gmn kak abi tersayangnya cha2?

A1:
Kamu tanya lagi, seberapa banyak yang pengen kamu masukkan ke cerita dan yang lebih penting, seberapa penting budaya/adat istiadat itu ngaruh ke cerita? Menenggelamkan pembaca ke dalam sebuah budaya itu nggak harus lewat deskripsi, tapi bisa lewat dialog.

Q2 (Leyi, Rachmi)
1. Kak, gimana cara mendeskripsikan suatu kota/tokoh/bentuk bangunan/kafe dengan mudah dan dapat dimengerti pembaca? Contoh kayak mendeskripsikan materiil atau gaya bangunan.
A:
Gunakan diksi yang gampang dimengerti, kalau bisa hindari istilah-istilah yang terlalu teknis. Kalau kamu menjelaskan cuma dengan art deco, neoclassical, gothic, dll, mungkin sebagian besar pembaca kamu nggak akan paham. Googling ciri khas dari gaya arsitektur sebuah bangunan lalu jelaskan dengan bahasa kamu sendiri.

2. Lalu, bagaimana supaya pendeskripsian tersebut bisa menghidupkan suatu cerita (tidak terkesan mendikte tulisan)?

A:
Bayangkan kamu berada di tempat itu, gunakan indra kamu. Sekali lagi, menulis itu soal rasa. Batasi pendeskripsian kamu tentang sesuatu dengan kembali ingat apa yang ingin kamu sampaikan dalam bagian itu.

Q3 (Cia, Ray, Laila):
1. Kak, bisakah setting lokasi dalam cerita baik kota, tempat, nama restoran, perusahaan dan keadaan wilayah kota tersebut dibuat fiksi nama-namanya, baik itu cerita fantasy, romance atau lainnya? Contoh seperti kota La La Land.

A:
Bisa. La La Land itu sebutan untuk Los Angeles ya? Jadi bukan nama kota. Sama kayak Bogor yang sebutannya Kota Hujan, Bandung yang disebut Paris Van Java, dsb.

2. Apakah boleh nama karangan pada latar diterapkan pada cerita semua genre?

A:
Boleh aja. Kenapa nggak? Misalnya di Jakarta nggak ada yang namanya Jalan Belanda, tapi kamu pengen pakai nama itu. Sah-sah aja, asalkan kamu kasih catatan kalau nama Jalan Belanda itu adalah fiksi.


3. Apakah ada tips untuk bikin nama karangan fiksi agar nyambung dengan cerita?

A:
Ini saya kurang paham maksudnya. Mungkin maksud kamu dalam fantasi ya?

Q4 (Matcha):
Selain tempat dan waktu, ada hal lain yang tercakup dalam setting nggak, Kak?

A4:
Setting dipakai untuk mengidentifikasi waktu, tempat, serta atmosfer/suasana dalam sebuah cerita. Misalnya, kamu ngambil setting dapur pada jam 10 pagi, yang ada di dapur itu juga termasuk. Mungkin aroma rempah-rempah atau bumbu yang ditumis. Bikin bingung nggak sih jawaban saya? Hahahaha

Q5 (Laila)
Apakah setting harus kita siapkan saat membentuk cerita? Bisakah saat mulai menulis cerita saja kita pikirkan settingnya?

A5:
Setting adalah bagian penting dalam cerita selain karakter dan plot. Sebisa mungkin tetapkan di awal untuk menjaga kamu nggak tergoda buat memakai setting yang justru nggak akan masuk akal. Misalnya karakter kamu seorang pemuda yang lagi kuliah dan harus nyambi kerja buat biayain kuliah, tapi tiba-tiba ada bagian dia sampai di New York tanpa kamu jelaskan gimana dia bisa sampai di sana. Aneh kan? Kalau kamu ceritakan gimana dia bisa sampai NY, apakah itu melenceng dari plot yang udah kamu buat atau nggak? Takutnya cerita kamu jadi makin panjang kalau nggak kamu tentukan dari awal.

Q6 (Salvi)
Nah, untuk setting kan ada 3 kak. Waktu, tempat suasana. Untuk setting cerita biasanya berapa persen di keseluruhan cerita? Untuk menjelaskan kejadian yang dialami tokoh secara lebih terperinci bagaimana? Tips agar setting waktu tidak monoton kak? Terimakasih. :)

A6:
Saya mau menekankan ya, kalau menulis fiksi itu bukan ilmu pasti, jadi kalau saya ditanya berapa persen atau berapa halaman/berapa kata yang harus dipakai, saya akan jawab: tergantung. Semuanya kembali ke kebutuhan cerita kamu. Setting, karakter, serta plot itu satu kesatuan, porsinya pasti beda-beda di setiap cerita dan penulis. Untuk menjelaskan kejadian yang dialami tokoh secara terperinci, kamu harus main diksi, nggak ada cara lain.

Q7 (Umy)
Kak, penting enggak sih kita mencantumkan nama kota atau daerah di cerita kita?

A7:
Tergantung kebutuhan cerita. Jika nama kota/daerah itu berkaitan erat dengan plot, maka wajib disebutkan, tapi kalau nggak, menurut saya nggak wajib. Toh ada cerita yang setting-nya cuma di dalam kamar hotel/apartemen tanpa menyebutkan nama kota/daerah sama sekali.

Q8 (Renee)
Misalnya kita googling setting tempat, dalam hal ini di luar negeri. Terus ada banyak banget tempat-tempat yang ingin kita masukkan dalam cerita kita. Bagaimana caranya membuat semua tempat itu masuk ke cerita tanpa kehilangan feel cerita, takutnya karena kebanyakan tempat jadi berasa kayak nulis travel blog gitu bukan nulis cerita.

A8:
Kamu tanya lagi, perlukah memasukkan semua tempat itu? Ada pengaruhnya nggak ke cerita? Kalau nggak perlu, ya nggak usah pakai terlalu banyak tempat. Buat apa?

Q9 (johana)
Kakak Aby~~!
Saya akan bertanya khusus untuk latar luar negeri. misal, negara yg bahasa kesatuannya bahasa Italia. kadang kt perlu menyelipkan sedikit2 bahasa asing ke dlm agar unsur Italianya terasa (bnr gak?). Nah, apakah hny dgn google translate cukup? Maksudnya sbg org awam kita kdg gk tau bagaimana penggunaan bahasa asing (pasti ada tenses, bla3) kalo kt ambil mentah2 dr gog translate, apakah itu oke?

A:
Menyelipkan bahasa itu optional alias pilihan kalau menurut saya. Mau diselipkan boleh, kalaupun nggak, buat saya nggak masalah. Gimana kalau karakter kamu misalnya nggak bisa berbicara dalam bahasa itu?
Kan aneh kalau tiba-tiba kamu selipkan bahasa negara itu sedangkan nggak ada penjelasan apa pun di awal kalau dia bisa ngomong bahasa negara tersebut.

Saran saya sih jangan pernah ambil dari google translate. Tanya ke temen yang bisa bicara bahasa itu atau yg punya kenalan orang dari negara yang pengen kamu jadikan setting.

Q:
Lalu, gimana sih cara bikin deskripsi2 yg membawa pembaca bnr2 sampai di negara yg kita maksud? I mean, gak semua penulis bisa riset sampe dtg sendiri ke negara tsb, mengapa Ilana Tan bisa mendeskripsikan negara Jepang dgn baik (contoh)? Selain nonton film, riset, wawancara (ini kalo gk pny kenalan luar negeri gmn) apalagi yg dibs kita gali untuk memperdalam teknis menulis setting cerita?

A:
Riset nggak harus datang ke negara tertentu ya, ini salah kaprah. Internet menyediakan informasi yang cukup banyak kalau kita ulet.
Saran saya, kalau kamu riset melalui film, pastikan lagi dengan Googling apakah tempat itu beneran ada atau nggak, soalnya kalau film kan sering ada bangunan2 yang sengaja dibuat untuk kebutuhan shooting. Liat video di Youtube, baca travel blog, cari gambar sebanyak mungkin, kalau perlu, baca juga sejarah tempat itu.

Q10 (Irma)
Misal saya punya setting Korea ya Kak,  trs anak kuliahan, jadi harus setting bagaimna jdi mahasiswa sana ya? Hmm, kalau misal korea kan cenderung bebas ya, berarti pasti ada setting yg mengeksplor kebebasan juga? Atau mgkn bisa dialihkan ke kebudayaan adatnya?  Tapi kebanyakan di Seoul udah bebas banget ya, jadi kehidupannya modern gitu... Nah,  mahasiswa nya ini dri Indonesia Kak, berati harus setting bagaimna rata2 mahasiswi indonesia membiasakan diri di sana ya?
A10:
Kamu banyakin baca blog tentang kehidupan mahasiswa2 Indonesia yang ada di Korea, itu cara paling gampang. Pasti ada kan? Soal tempat, budaya, atau seberapa bebas di Korea, tergantung lokais juga kan? Misaalnya kamu ambil Seoul, yang notabene kota besar, pasti akan berbeda kehidupannya dengan kota-kota kecil yang ada di Korea. Jangan kamu sama ratakan, tentukan dulu kota mana yang ingin kamu pakai, baru kamu riset tentang yang lainnya.

Q11 (Isti)
Kak Abi, aku mau tanya soal setting waktu. Ada tips atau cara tertentu gak, buat nyusun cerita, biar waktunya itu pas kayak yang udah kita rencanain? Misal, di cerita, kita udah merencanakan bahwa si tokoh akan merayakan ulang tahunnya yg ke 20 di bulan mei. Kita memulai cerita di bulan juli.

Cara agar penyusunan waktunya tepat, waktu konflik dimasukkan, waktu konflik diselesaikan, gak kecepatan atau kelamaan. Kan aneh kalau satu konflik sudah selesai di bulan januari. Tapi karena kita mau buat konflik lagi di ultahnya si tokoh, kita cepetin 4 bulan waktunya.
Kamu mau konflik itu berakhir di bulan Mei, pas ulang tahun tokoh kamu atau mau memunculkan konflik baru pas bulan Mei?

A11:
Kalau saran saya, kamu bikin outlinenya bukan berdasarkan bab, tapi bulan.

Misalnya Juli si A ketemu si B, Agustus si A mulai pedekate ke si B, September si A jadian sama B, dan gitu seterusnya.

Jadi tiap bulan, kamu bisa menentukan dari awal tentang konflik atau bagian mana dari cerita yang ingin kamu sampaikan per bulannya.

Saya pernah nulis cerita, judulnya Twenty Four, yang berpatokan pada waktu, rentangnya dari November 2010 sampai Juni 2013. Jadi tiap bab saya kasih bulan, dan ada satu bab di mana saya merangkum dari bulan Desember 2011-Januari 2013, dan isinya adalah potongan-potongan adegan tentang apa yang terjadi sama karakter2nya dalam rentang waktu itu.

SESI TANYA JAWAB 2:

Q1. Mega :
Kak jadi gini, kan aku suka bikin FF. Jadi settingnya kebanyakan di luar Indonesia. Nah kiat2 untung 'dapet' setting yang kita maksud kan udah pasti riset dong. Selain itu apa kak? Kadang suka gak ngefeel sih. Dan kalau misal kita gak terlalu paham, boleh gak setting itu kita gak usah jelasin terlalu jelas? Lebih ke umum aja?

A1:
Riset itu tujuannya kan ngumpulin data, jadi apakah cerita kamu nge-feel atau nggak, itu balik lagi ke bagaimana kamu menyampaikan hasil riset tadi tanpa terkesan menggurui atau kayak brosur.

Caranya?

Gunakan rasa yang ingin kamu sampaikan lewat diksi. Menjelaskan secara umum atau detail itu, lagi-lagi, tergantung kebutuhan cerita. Kalau misalnya kamu ngerasa penjelasan umum udah cukup buat menyampaikan pesan, kenapa harus menjelaskannya secara detail?

Q2:  Winda
Kak kan kalo misalnya mau buat cerita fantasy kan setting-nya kita buat sendiri. Nah kalo misalnya aku buat cerita malaikat2 gitu nanti aku terkesan melenceng dari agama gak sih? Atau gak pa-pa? Asal gak menyinggung SARA?

A2:
Fantasy itu justru genre yang buat saya butuh kreatifitas yang nggak terbatas. Nggak akan ada yang protes soal agama atau SARA kalau kamu bikin fantasy, asalkan tetep masuk akal dalam koridor dunia fantasi yang kamu ciptakan.

Q3. Fatma
Kak bagaimana sih tips supaya setting dari cerita yang kita buat itu bisa sampai ke pembaca?
Soalnya jujur salah satu kelemahan saya disitu, menentukan setting yang mudah dipahami si pembaca dari cerita yang saya buat.
Setting nggak bisa berdiri sendiri ya?

A3:
Tanpa karakter dan plot, setting nggak akan ada gunanya. Pakai diksi yang sesuai dengan jenis cerita yang kamu tulis dan jangan lupa, libatkan rasa dalam menulis. Itu penting.

Q4. Erika
Kak, kalau setting dalam sebuah cerita lebih baik dijelaskan secara tersirat atau tersurat?
Kan banyak juga para novelis yang senang menyiratkan latar ceritanya dan bukan menyuratkannya. Terus dalam satu bab cerita sebaiknya kita uraikan semua latar (tempat/waktu/suasana) secara terperinci atau secukupnya saja tapi ngena ke pembaca?

A4:
Itu tergantung kebutuhan cerita kamu. Apakah dengan menyiratkannya, pesan yang ingin kamu sampaikan udah bisa ditrima atau belum.

Q5. Tiah:
bagaimana penulisan setting waktu dan tempat yang benar bila ceritanya lagi nyeritain flashback? bolehkah menulisnya begini misalnya:

[Bandara Internasional Narita, 8AM]
Freya menyeret koper dengan tergesa-gesa dst...
ataukah langsung secara tersirat saja?
terima kasih

A5:
Flashback itu lebih berhubungan dengan waktu kan? Jadi bisa kamu kasih keterangan, misalnya: tiga jam lalu, dua minggu yang lalu, dsb. Formatnya mungkin seperti ini:
Tiga hari yang lalu…

Q6. Pika:
mau nanya kak, kalau setting di jakarta atau kota mana gitu, boleh gak nama tempatnya dibuat2?

A6:
Boleh asalkan kamu kasih catatan kalau tempat itu fiksi biar pembaca kamu nggak bingung. Kalau saran saya, jangan sih kalau nama kota, kecuali kamu nulis fantasi. Gedung atau nama restoran/hotel/kafe dsb, mungkin masih nggak papa kamu buat2 namanya.

Q7:
kak mau tanya ,kalo settingnya nyari buat sekolahan enaknya gmna yah ? Apa enak pake nama sklhan sendiri ,kalo ngasal kita harus searching dlu nama sklh dan tempatnya yah kak.
Kalau nama sekolahnya gak pernah ada /nyata gmna respon pembacanya yah ?sekian itu aja.

A7:
Itu tergantung lokasi cerita kamu di mana, tapi kalau nama institusi kayak gitu, fiksi pun nggak papa menurut saya, tapi tetep riset yah? Takutnya nama yang kamu pakai memang beneran ada.

Q8:
Alya
Kak mau nanya agar cerita kita lebih ngefeel ke pembaca, lebih baik kita banyakin setting tempat atau setting suasana?
terimakasih

A8:
Tempat atau suasana itu satu kesatuan yang nggak bisa dipisah, jadi jawaban saya sesuaikan dengan cerita kamu aja.

Q9. Uci :
Kalau setting yg bersifat psikologis, kandungan makna apa dan suasana apa yang disuasanakan, itu maksudnya yang berpengaruh dalam cerita sejalan dg pelukisan tokoh? Misal, senja pengaruh galau, malam terang pengaruh ke romantis, lilin dan makan malam pengaruh ke lebay. Benarkah demikian? Ato apa ya? Trims.

A9:
Itu kan tergantung penulis dan ceritanya kalau menurut pendapat saya. Bisa saja kan senja mewakili amarah atau kesedihan, malam mewakili ketakutan, dsb. Ini hal yang subyektif sih. Nggak bisa disamakan tiap penulis.

SESI TANYA JAWAB 3:

Q1:. Aya
Bagaimana membuat cerita yg settingnya hidup tapi tidak monoton.

A1:
Gunakan rasa dan diksi yang sesuai dengan cerita kamu. Monoton atau tidaknya sebuah cerita itu tergantung kepiawaian penulis merangkai kata-kata. Itu tugas kamu untuk bagaimana membuat tulisan yang menarik, bukan hanya secara setting, tapi keseluruhan cerita.


Q2. Desty:
Seberapa penting sih kak setting dalam cerita? Maksudnya klo kita bikin cerita tanpa adanya setting gitu gimana? Misal cuma menyebutkan si A kuliah, si A makan, si A pergi ke tempat wisata (tanpa menyebutkan nama kota) itu gimana?

A2:
Setting itu bukan cuma perkara tempat ya? Tapi waktu dan suasana juga. Tanpa setting, cerita kamu akan kaku. Karakter kamu makan, bisa aja di meja makan, bisa aja di teras kan? Setting itu bagian dari cerita, jadi nggak bisa dipisahkan. Sedangkan menyebutkan nama kota atau nggak, itu bukan keharusan.

Q1.2. Gimana menonjolkan setting cerita, kak? Bukan cuma tempelan aja gitu, kak. Misalnya ada cerita, settingnya disebutin kota S tapi fokus cerita itu di tokohnya aja, gag memasukan hal yg identik dari kota tsb, gag bahas tempat2 di kota tsb, jadi kayak mau dikasih tau itu di kota A atau B nggak ngaruh gitu, kak. Itu, gimana kak? Makasihh Kak Abiii

A3:
Lagi-lagi, setting bukan cuma masalah tempat. Kalau kamu memutuskan kota A, sebisa mungkin masukkan karakter kota itu dalam cerita. Bisa lewat dialog tokoh atau ciri khas kita itu, tapi nggak perlu juga disebutkan secara detail kalau memang nggak ngaruh ke cerita.

Q4. Lili:
Bagaimana membuat setting itu serasa hidup, pendeskripsian yang bisa mirip kayak film gitu kak. Makasih.

A4:
Bayangkan kamu ada di setting itu, itu cara paling mujarab. Jadi jangan cuma kamu tulis aja, tapi bayangkan kamu ada di situasi si tokoh. Kalau kamu bisa melakukannya, pembaca kamu pasti juga akan merasakannya.

***

Terima kasih atas kesempatan,  ilmu dan waktunya Kak, semoga melimpah kebaikannya.
***

Mohon maaf apabila atas kesalahan.  Kami menerima kritik dan saran. 
By irmaharyuni

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro