45. Sudut Pandang (POV)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Materi : Sudut Pandang (POV)
Hari/Tanggal : Senin, 27-03-2017
Tutor : Cici Tiara TiaraWales
Notulen : Hanna HannaHanna049
Disclaimer : theWWG

=====>>>>>=====<<<<<=====

Salam kenal semua, aku Tiara, dari gen 2. Dengan akun Wp @TiaraWales.

Aku ibu dari dua putra yg lucu2.. haha.

Sekian ya perkenalannya.

>>> Sekarang lanjut, materi tentang menentukan PoV (Sudut pandang).

Apa itu sudut pandang?

Jawaban member :
•Penempatan seorang penulis dalam cerita.
•Cara melihat sesuatu. Dalam hal ini, ceritakan.
•Penempatan seorang penulis dalam cerita yang dibuat.

Hehe..yak..bener semua..

Menurut KBBI, sudut pandang adalah cakupan sudut bidik lensa terhadap gambar. Nah, jika kita kaitkan dengan kepenulisan, sudut pandang adalah cara penulis menempatkan dirinya terhadap cerita. Jadi, penulis bisa memilih dari sudut mana pun yang dia rasa sesuai untuk menjelaskan suatu hal/kejadian/peristiwa di dalam cerita. Apakah dari sudut pandang tokoh dalam ceritanya atau dari sudut pandang penulis sebagai narator yang berada di luar cerita.

Pintar-pintarlah memilih PoV yang sesuai untuk ceritamu. Karena konon katanya, jika salah memilih PoV, maka cerita yang kita tulis akan terasa salah di mata pembaca. Entah itu feel-nya nggak dapet atau inti ceritanya nggak tersampaikan dengan baik ke pembaca.

Ada berapa jenis PoV yg kalian ketahui? Ada banyak sebenarnya..

Tapi umumnya hanya diketahui 3 macam.

1. PoV Orang pertama tunggal

Penulis dalam sudut pandang ini menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam ceritanya. Biasanya menggunakan kata ganti aku, saya, atau gue.

PoV 1 ini dibedakan berdasarkan kedudukan "Aku" di dalam cerita itu. Apakah "Aku" sebagai pelaku utama cerita atau hanya sebagai pelaku tambahan yang menuturkan kisah tokoh lainnya.

a. "Aku" tokoh utama

Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang diketahui, didengar, dialami, dan dirasakan tokoh "Aku".

Tokoh "Aku" menjadi narator sekaligus pusat penceritaan. Biasanya tokoh utama adalah protagonis, tapi ada juga yang antagonis.

Nah, PoV ini cocok banget untuk menceritakan konflik internal (konflik batin) akibat dari pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, atau harapan dari tokoh cerita. Karena penulis akan lebih leluasa mengungkapkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh tokoh.

Contoh:
Gue sadar ini salah, tapi setiap kali melihat Andar bersama pacarnya, gue nggak bisa nahan diri. Sakit! Rasa sayang gue ke Andar terlalu dalam, terpupuk sejak gue dan dia masih berseragam putih biru. Gue sebangku dengan Andar pas kelas 1 di SMPN 2. Gue nggak butuh waktu lama buat nyadarin perasaan gue ke dia. Gue sayang dia... tapi kepengecutan gue membungkam fakta itu selama bertahun-tahun sampai akhirnya gue kena getahnya sendiri.
Sekarang, Andar udah punya pacar. Udah terlalu terlambat buat mengklaim dia sebagai milik gue.

b. "Aku" tokoh sampingan

Penulis menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam cerita, hanya saja kedudukannya bukan sebagai tokoh utama. Keberadaan "Aku" di dalam cerita hanya sebagai saksi. Dengan demikian, tokoh "Aku" bukanlah pusat penceritaan. Dia hanya bertindak sebagai narator yang menceritakan kisah atau peristiwa yang dialami tokoh lainnya yang menjadi tokoh utama.

Contoh:
Tetangga saya orangnya terkenal baik. Suka menolong orang. Selalu memaafkan. Apa saja yang saya lakukan terhadapnya, ia dapat mengerti dengan hati yang lapang, bijaksana, dan jiwa yang besar. Setiap kali ia mengambil putusan, saya selalu tercengang karena ia dapat melakukan itu dengan kepala yang kering, artinya sama sekali tidak ketetesan emosi. Tidak hanya terhadap persoalan yang menyangkut orang lain, untuk setiap persoalan pribadinya pun ia selalu bertindak sabar dan adil. Banyak orang menganggapnya sebagai orang yang berhati agung.

Pada contoh a, tokoh "gue" mencurahkan isi hatinya terhadap si Andar. Ini tentang "gue", bukan Andar.
Sebaliknya, "Aku" pada contoh  b, menceritakan tetangganya. Segala hal tentang tetangganya itu.

Keuntungan POV1:
> Memudahkan pembaca dalam mengidentifikasi diri dengan si tokoh, terutama jika menggunakan sudut  pandang subjektif.

Jadi pembaca tidak hanya mengetahui apa yang dilihat dan didengar oleh tokoh, tapi juga mengetahui apa yg dirasakan, dipikirkan, serta harapan terdalam tokoh tersebut.

> Menimbulkan kedekatan dan keintiman antara pembaca dan tokoh utama. Bahkan bisa membuat pembaca mendukung penuh tindakan-tindakannya. Atau malah bikin pembaca bergumam, "I feel you."

> Gaya tulisan bisa lebih ringan dan terkadang tidak terlalu formal. 

> Secara teknis, PoV1 adalah sudut pandang yang paling tidak ambigu. Pembaca selalu tahu siapa yang melihat dan menafsirkan setiap aksi yang digambarkan.

> Pada PoV 1, kita bisa memilih suara dengan bebas.  PoV 1 memungkinkan kita menggunakan slang, tata bahasa yang buruk, bahasa sehari-hari, agar suara narator bisa terdengar wajar.

Oke..

kekurangannya:

> Meskipun kedengarannya gampang, pada kenyataannya cara menulis seperti ini membutuhkan jam terbang tinggi karena banyak batasan-batasan yang nantinya akan ditemukan penulis.

Misalnya: si tokoh "Aku" nggak bakalan tau dong apa yang sedang dibicarakan orang lain tentang dirinya kecuali dia dengar sendiri. Dan dia juga nggak akan tahu kronologis sebuah kejadian yang tidak ada dirinya. 

> Jika sosok "aku" bercerita, artinya "aku" masih hidup. Jadi, salah satu sumber ketegangan—apakah si tokoh utama akan selamat– hilang pada cerita dengan PoV ini.

> Sulit menciptakan suara baru yang menarik untuk setiap cerita. Butuh riset untuk menggali lebih dalam untuk mengetahui suara dari karakter yang akan kita ciptakan menggunakan PoV ini.

Misal, bagaimana suara anak kecil hingga suara tokoh yang stres atau depresi.

Kebanyakan penulis yang menggunakan PoV ini, seringkali terlalu asyik menceritakan (tell) keseluruhan cerita, tanpa berusaha menunjukkan (show) atau memperagakannya (aku juga masih belajar teknik show). Akibatnya cerita menjadi kurang dramatis.

Bahkan bukan tidak mungkin, akan kesulitan  memperkenalkan tokoh, apakah seorang perempuan atau laki-laki.
kalo untuk genre apa aja, menurutku semua genre bisa..tergantung keperluan ceritamu gimana. Mau penekanan karakter tokoh2nya. atau detail alur ceritanya..

Minta pendapat dari teman ya..pendapat sendiri bisa membutakan,.wkwk

2. Sudut Pandang Orang Pertama Jamak

Bentuk PoV ini sesungguhnya hampir sama dengan orang pertama tunggal. Hanya saja menggunakan kata ganti orang pertama jamak, "Kami". Pengarang dalam sudut pandang ini menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang.

Contoh:
Kami bekerja sebagai juru masak di sebuah restoran continental yang brengsek. Kami sebut restoran ini brengsek, sebab kami diwajibkan memasak sambil menangis. Bayangkan! Kami mengaduk kuah buntut sambil menangis. Kami memasak nasi goreng, merebus aneka pasta, membuat adonan pizza, memotong daging ayam, mengupas kentang, semua itu kami lakukan sambil menangis. Begitulah. Setiap hari selalu ada saja airmata yang meluncur dari sepasang mata kami; mengalir membasahi pipi, dagu, dan menetes ke dalam setiap masakan kami.

3. Sudut pandang orang kedua (PoV 2)

> Menggunakan "kamu", "kau", "Anda" atau "kalian" (jamak)

> Jarang digunakan untuk novel fiksi, biasanya digunakan di buku-buku nonfiksi

> Mirip PoV ketiga, orang kedua diizinkan untuk tahu segala hal, kecuali pikiran si "kau"/"kamu"/"kalian"

> Bisa jadi melibatkan pembaca seakan-akan merekalah tokoh utamanya

> PoV orang kedua ini berpotensi bikin pembaca memprotes: "enggak kok, gue nggak gitu."

Contoh:
Angkatlah tanganmu. Lihatlah ada cinta menggembung dalam bongkahan jemarimu. Cinta yang tumbuh bukan dalam waktu semalam. Cinta yang telah tumbuh di usia tiga tahun pertunanganmu dengannya. Bahagiakah engkau? Puaskah engkau telah menipunya? Engkau mengharapkan tak seorang pun menyentuhnya tetapi engkau adalah penyentuh ratusan wanita yang bersedia demi bayaran dari dompetmu.

Kadang2, saking larutnya dalam cerita, pembaca bisa menganggap itu tentang dirinya..hehe..

4. Sudut pandang orang ketiga (PoV 3) Tunggal

Penulis menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam PoV ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; "Dia" atau "Ia"

a. PoV 3 Serba tahu (Omniscient)

PoV ini sering juga disebut PoV 'mata tuhan'. Sebab dia berlaku seperti 'tuhan' terhadap tokoh-tokoh di dalam ceritanya. Penulis atau narator mengetahui segala hal tentang tokoh-tokohnya, peristiwa, dan tindakan, termasuk motif yang melatarbelakanginya. Dia bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Bahkan, penulis bebas mengungkapkan apa yang ada di pikiran serta perasaan tokoh-tokohnya.

Dengan menggunakan teknik ini, penulis dapat memberikan informasi kepada para pembaca yang tidak dapat mereka dapatkan jika penulis menggunakan teknik sudut pandang lain, karena narator mengetahui dan melihat semuanya, serta dapat bergerak dari satu karakter ke karakter lain.

Contoh:
"Lo mau mati muda?" Kata-kata yang keluar dari bibir lelaki itu terdengar datar, tanpa emosi. Wajahnya tak menyiratkan kemarahan. Sambil bersedekap serta punggung yang disandarkan di tembok, dia menatap malas ke sosok gadis bertubuh tinggi semampai dengan nametag Flora Lavanya Anggoro tersemat di seragam sekolahnya.

Gadis itu terlihat acuh tak acuh dan dengan santainya mengisap zat pencabut nyawa di halaman belakang sekolah yang sepi. Bukan kali pertama dia melihatnya melakukan itu. Sering, teramat sering. Akan tetapi baru kali ini dia tergugah untuk menegur tindakan Flora. Atau lebih tepatnya, dia terpaksa melakukannya.

"Buang tuh rokok." Itu sebuah perintah.

Bagi Flora, menuruti perintah dari lelaki di hadapannya bukanlah sebuah keharusan. Lagipula dia siapa? Dia jelas bukan siapa-siapanya. Kakak bukan, teman bukan, apalagi pacar. Dia hampir terbahak memikirkan hal terakhir. Lelaki berwajah manis mirip artis dari Negeri Ginseng adalah spesies terakhir di muka bumi yang akan dipacarinya. Walaupun wajahnya sama sekali tak bisa dikatakan jelek--bahkan teman-teman satu gengnya hampir setiap hari mengelu-elukan nama lelaki ini.

"Flo .... Lo dengar gue nggak?"

Flora mengembuskan asap rokoknya ke wajah si lelaki sebagai jawaban. Hebatnya, dia bahkan tak bergeming, ekspresinya masih tetap datar. Meski dalam hati merutuk dan menyesali, mengapa dia harus repot-repot begini? Ah, demi Tante Cecil .... Lagi-lagi, alasan itulah yang digunakannya untuk menabahkan hati. Jika saja dia egois, pasti sudah menolak mentah-mentah permintaan dari adik ayahnya itu sejak setahun yang lalu.

POV 3 omniscient ada kekurangannya:

> Karena penulis melihat karakter-karakter dalam cerita dari 'atas', memberi kesan menampilkan karakter-karakter tersebut pada pembaca dalam jarak yang cukup jauh dan, pada akhirnya, ini akan lebih tampak seperti menceritakan apa yang terjadi (tell) bukan menunjukkan apa yang terjadi (show).

> Penggunaan sudut pandang ini juga menyulitkan pembaca untuk terikat lebih dalam dengan karakter-karakter yang ada, sehingga narasi cerita terasa kaku atau bahkan membosankan.

> Jika ingin menulis cerita yang lebih berfokus pada karakter (pikiran atau perasaannya), penggunaan sudut pandang orang ketiga serba tahu dirasa kurang ideal karena tidak memungkinkan penulis untuk menunjukkan sudut pandang salah satu karakter lebih detail, termasuk pikiran dan emosinya.

b. PoV 3 terbatas

Menceritakan dari sudut pandang orang ketiga namun mengikuti satu tokoh. Dan tidak sampai mengetahui pikiran, karakter orang lain,  batin orang lain.

Ada yg bersedia nyumbang contoh dari tulisannya? aku anggap ini games..

• Contoh dari member :
Adam baru saja sampai di flat-nya--membuka botol air mineral yang ia ambil dari dalam kulkas--ketika suara bel terdengar. Lalu berjalan ke arah pintu depan sambil mengendurkan ikatan simpul dasinya.

Sosok dengan midi dress berbahan brokat hitam itu berdiri di hadapannya. Tersenyum begitu melihat Adam membukakan pintu. Tanpa Adam duga sebelumnya bila wanita itu yang menjadi tamunya.

"Hai." Senyum lebar terulas dari wajah cantik Isyana.

Adam menaikkan alis, sedikit terkejut dengan kedatangan Isyana ke apartemennya.

"Tidak mempersilakan aku masuk?" Isyana bertanya demi melihat Adam hanya terpaku. Tanpa mengeluarkan kata, Adam pun memberi isyarat untuk Isyana masuk ke dalam.

"Ada perlu apa, Syana?" Adam bertanya begitu Isyana menghenyakkan diri di atas sofa. Adam duduk di sisi sofa lain, menatap Isyana yang mengedarkan pandangannya ke seantero ruangan.

"Kamu tinggal sendiri di sini?"

Adam mengangguk, terlihat tak antusias menanggapi. Di benaknya masih bertanya-tanya dengan kedatangan Isyana.

"Sepertinya kamu tidak menyukai kedatanganku ke sini." Isyana tersenyum kecut. Meletakkan tas jinjing berwarna senada pakaiannya di samping. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai menyamping ke satu sisi. Menampilkan leher jenjang wanita berkulit putih itu.

Isyana merangkum jemarinya yang berkuku cantik terawat di atas pangkuannya. Menatap laki-laki yang pernah mewarnai hari-hari indahnya selama beberapa tahun.

"Bagaimana bila aku mengatakan bahwa aku sedang rindu padamu?"

Adam menggeleng, menarik napas panjang, lalu menghembuskannya cepat. "Jangan mengucapkan kalimat itu lagi, Syana."

"Kenapa? Apa itu salah?" Ada nada kecewa mengiringi kalimat yang meluncur dari mulut Isyana. Memberikan tatapan penuh tanya sekaligus rasa kecewa akan diri Adam di mata Isyana kini.

"Segala hal yang pernah terjadi di antara kita sudah aku lupakan," tegas Adam. "Apa yang sedang kamu cari lagi sekarang, Syana?"

"Kamu pasti merasa jijik denganku. Selama ini kamu pasti berpikir aku selingkuh dengan Daniel, bukan?" Isyana tertawa getir. "Salahku yang membuatmu berpikir seperti itu. Menjadikanku di matamu sebagai wanita paling hina yang telah menyakiti hatimu." Perkataan Isyana membuat Adam bingung.

Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Isyana. Tertunduk, menangkup wajah dengan kedua telapak tangannya. Isakan kecil terdengar seiring pergerakan badannya yang bergetar.

"Kamu tak tahu apa yang sebenarnya terjadi," ucap Isyana di tengah isakannya yang lagi-lagi membuat Adam semakin tak mengerti.

Isyana mengangkat kepalanya. Jejak air mata kentara dari pipinya yang merona. Menatap Adam dengan sorot keyakinan yang telah ia berusaha kumpulkan untuk mengungkapkan sesuatu.

"Aku tidak pernah berselingkuh dengan Daniel."

"Apa maksudmu?" Adam memicingkan mata.

Isyana menyusut air matanya dengan sapu tangan yang ia ambil dari dalam tas, lalu berkata pelan, "Kamu tidak tahu, Adam ... saat itu aku sedang hamil." Isyana mengucapkan kalimat yang semakin membuat Adam bingung sekaligus terkejut, tak mengerti dengan arah pembicaraan mereka berdua sekarang.

"Hamil?" Adam mengulang kata itu. Sebuah kata yang tidak Adam pahami. Isyana hamil? Lantas apa hubungan hal tersebut dengan kisah masa lalu mereka?

"Aku mengandung anakmu."

Kalimat itu berhasil membuat Adam terperanjat. Merefleksikan keterkejutannya dengan menatap tajam Isyana memohon penjelasan.

Ada lagi nih, sudut pandang yang menarik:

In Modified Objective Viewpoint (IMOV): narator nggak tau apa yang sedang dipikirkan karakternya, hanya menebak-nebak.

Kadang-kadang tebakannya salah, tapi perkiraan si narator benar-benar 'jujur' dan seiring kejadian sebenarnya akhirnya diketahui, narator maupun pembaca dibawa pada kesimpulan yang sama. Ini teknik yang sulit karena salah-salah bisa membuat pembaca malas melanjutkan cerita. Nggak cocok buat novel romance!

Contoh:
Sandra menatap bayangannya di cermin dengan gundah. Kenapa? Bukannya pertemuan tadi malam dengan gebetan lamanya baik-baik saja? Makan malam yang romantis, di bawah taburan bintang yang mengerjap-ngerjap cantik di langit secantik satin. Mungkin bukan. Tapi matanya berkaca-kaca dan sejurus kemudian sebutir air mata bening menetes di pipi. Apapun yang sedang ditangiskan Sandra, jelas banget adalah masalah berat. Meskipun menangis identik dengan perempuan, Sandra tidak termasuk di golongan rata-rata itu. Orangnya logis dan saat menghadapi masalah dia selalu menempatkan rasio di atas emosi. Jadi kenapa menangis?

Nah, ada juga Narator yg tidak dapat dipercaya..Kalau aku nggak salah, ini biasanya dipakai pada PoV 1.

Naratornya senang membual, mempermainkan pikiran dan harapan pembaca..
biasanya tokoh2nya adalah pemabuk, pemakai narkoba, orang sakit jiwa dll.

Karena unreliable narrator kan sangat2 subjektif ya, dan POV 1 punya kelebihan buat itu.

Narator yang dengan sengaja menggambarkan dirinya dengan salah, biasanya untuk menutupi kekurangan atau sesuatu yang pernah dilakukannya di masa lalu.

Misal: The Passenger (Lisa Lutz) kayak gitu orangnya, Dark Places (Gillian Flynn).

Nah, dengan mengetahui sudut-sudut pandang tadi, kita bisa eksplor ide tulisan..gak cm yg mainstream aja..
Nah, PoV 1 benda mati bisa juga tuh..kayak yg Abi kasih tau tempo hari.

5. Sudut pandang orang ketiga jamak

PoV 3 menggunakan kata ganti "mereka"
menceritakan tentang suatu komunitas atau kelompok.

Contoh:
Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan dengan beberapa anak lelaki dari kelompok pemuda, dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe di pinggir kota. Dia sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah jendela dan seorang pria duduk bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas meja...
(Cerpen Mother karya Natalia Ginzburg, pengarang asal Italia)

6. Sudut pandang Campuran

Sebuah novel mungkin saja menggunakan lebih dari satu ragam SP. Bahkan, belakangan ini, SP campuran tak hanya digunakan dalam novel saja, tetapi juga digunakan di dalam cerpen. Pengarang menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan SP yang berbeda-beda menggunakan "Aku", "Kamu", "Kami", "Mereka", atau "Dia".

Tapi, aku nggak sarankan buat pemula sih..kadang bikin bingung pembaca..hehe

contoh:

Seketika mata Masayu membuka. Lewat pukul sembilan malam ketika lubang pernafasaannya membaui aroma dari daging yang terbakar. Matanya membelalak menyaksikan api merambat cepat. Dia merasakan panas di sekujur tubuhnya.
***
Pernahkah dalam hidupmu, kau merasakan kebencian yang teramat hebat? Sehingga apapun yang ada di kepalamu selalu tentang bagaiman cara melampiaskannya?
Kami hanya dua gadis lugu yang tak pernah tahu arti membenci. Sebelum perceraian Mami dan Papi menyadarakan kami akan arti memiliki. Kami baru menyadari kalau selama ini kami tak pernah benar-benar memiliki Mami. Mungkin juga begitu yang dirasakan oleh Papi. Sehingga dia lebih memilih berpisah dengan Mami, dari pada hidup bersama tetapi tidak merasa memiliki.
Namanya Melly. Tubuhnya tak lebih dari dua puluh centi. Bulunya kuning pudar dimakan usia. Hidungnya bulat berwarna cokelat tua. Moncongnya putih gading. Kau pasti menduga kalau Melly seekor binatang piaraan? Hampir tepat. Dia memang menyerupai binatang. Tapi bukan binatang. Karena dia tidak bernyawa. Dia hanya sebuah boneka. Boneka beruang kepunyaan Mami. Tapi meski hanya sebuah boneka beruang, di mata Mami, Melly lebih manusia dari manusia. Sehingga ia harus diperlakukan dengan istimewa. Sampai-sampai Mami lupa kalau dia memiliki dua orang putri berusia 13 dan 10 tahun. Dua orang putri bernama Bening dan Rani—kami—yang lebih butuh perlakuan istimewa darinya.
(Cerpen Melly karya Denny Prabowo)

===***===

Sesi tanya jawab.

Q1 : Kak Tiara, sudut pandang aku sebagai sampingan itu sifatnya terus-menerus dalam cerita, atau hanya sisipan dalam cerita saja? Maksudnya, jika pengarang menempatkan diri dengan memilih sudut pandang aku sampingan, apakah pengarang akan menggunakan sudut pandang itu sampai cerita selesai?

A1 : Ya, harus terus begitu sampai akhir cerita. Jika sampai terselip penuturan "Aku" tentang dirinya, aku bisa katakan itu PoV campuran. Ibaratnya, PoV ini mirip PoV 3, menceritakan ttg dia, hanya saja dr sudut pandang orang pertama.

Q2 : Kan kak setiap pov yang kita gunakan ntar itu pasti ada kelebihan dan kekurangannya 'kan. Nah apa aja sih pertimbangan kita buat pov orang pertama tunggal yang a,b,c-- yg udh kakak jelasin tadi. bagusnya dibuat dicerita genre apa aja. trus buat newbi bagusny yg mn?

A2 : Kekurangannya bisa dilihat di materi di atas, tentang kekurangan POV 1. Genre yang bagus, mungkin genre yang kamu kuasai, dan kamu sukai. :)

Q2b : jadi ada pov 1 campuran ya kak Tiara.

A2b : Perkembangannya yg aku lihat begitu, Jo. Aku lupa judulnya apa, tapi ini cerita lama banget, angkatan 60-an..
Bukan hanya utk PoV 1, tapi mencampur beberapa PoV lainnya dalam satu novel. Harus lihai banget ini ya..

Q2b : Hoo jadi kayak, aku dalam cerita adalah tokoh utama yang menceritakan si b, maka dari itu disebut aku itu tokoh sampingan? Err.. eh?

A2b : Bukan, yg aku baca itu, ada PoV "aku" lainnya, menceritakan ttg tokoh utama lain dr sudut pandangnya dalam part yg berbeda..

====****====

Tambahan dari Kak verbacrania :

Jadi gini,

Sebenarnya kan inti dr kita belajar pov adalah:

Kak, ceritaku cocok pakai pov mana yak?

Ada tips sederhananya.

Tips 1.
Kenali cerita kamu dan apa yang dia butuhkan.

Contoh:
Tokoh kamu adalah seorang gadis yang dominan, jalan cerita berpusat pada dia, PIKIRAN, PENDAPAT, PERASAAN yg ingin disampaikan, maka pilihlah POV 1.

Misalnya gini:
Tokoh A suka belanja, dari kebiasaan belanjanya yg tak terkontrol menyebabkan dia harus kena masalah tagihan kartu kredit, hutang, debt collector, dsb.
Jika yg mau kamu eksplore adalah pikiran dy sewaktu masalah tsb, pendapat dia ttg hutang, pengejar hutang, perasaan dy dikejar2 hutang, maka pilihan yg tepat adalah pov 1.

Kelemahan pov 1 adalah: tidak ada rahasia yg disembunyikan. Apa yg dy omongin saat itu, pikirin saat itu, rasakan saat itu, adalah jalan cerita. Jd susah utk menyembunyikan misterinya.

Gimana ngakalinnya?

Caranya: serahkan plot twist bukan pada tokoh si 'aku'

Aku yakin diterima.
Tapi, ternyata...si bang abi membuat jawaban tidak terduga.> Ini senjatanya.

Jadi, jika kamu menggunakan pov 1. Serahkan hal-hal yg menjadi twist pd tokoh lain.

Sehingga si 'aku' hanya bisa menebak kemungkinannya, tp dy tak bs menyampaikan.

Ah...aku yakin, cintaku diterima.

Bandingkan dg:

Aku deg-degan menunggu jawabannya. Dari tadi, matanya muter2 menghindari tatapanku. Aku bingung.

Itu krn tokoh 'aku' menyerahkan keputusan pd tokoh lain. Bukan di dirinya.

Kalo di dirinya:

Aku akan nembak Bang Abi nanti malam.

Kelar.

Tp klo ditaro di tokoh lain:
Bang abi bakal nembak gak ya?

Menarik mana?

Lanjut ke pov 3.

Kalau cerita kamu:
Butuh eksplore emosi, kejadian, pikiran di beberapa tokoh yg ada (lebih dr 1), maka gunakan pov 3.

Bisa sih menggunakan pov 1 dr bbrp tokoh, misalnya riflessione-nya malagoar. Itu pov 1 dr 3 cewek berbeda. Cuma...penulis hrs pandai menyembunyikan twist agar 'bocor' pd waktu yg tepat.

Misalnya gini:
Ah...aku ngerasa si Ayu itu sedang gundah gulana. Apa ada kaitannya dengan peristiwa kemarin, ya?

Smp di situ, bikin tokoh lain menyela. Agar peristiwa lain td tidak terjabarkan saat itu juga. Ini tipsnya.

Jd, 'peristiwa kemarin' disimpen dan dikeluarkan smp waktu yg tepat.

Nah...
Gini trik sederhananya.

Intinya, kenali cerita kamu. Apa yg dibutuhkan?

Berpusat di tokoh utama yg self centric? Perasaan tokoh lain ngga perlu2 banget di sepanjang cerita? Pilih pov 1.

Tapi, klo 2 tokoh/lebih mau dikupas segala2nya, pilih pov 3.

>>> Kenapa cerita ttp diikuti? Krn ada misteri yg belum dijawab.

Krn itu, pandai2lah menyembunyikan misteri. Tapi, tebarin clue2nya :D

Misteri adalah salah satu cara utk 'menahan' pembaca ngikut, selain 'karakter yg oke'.

Jadi, itu sedikit tips milih pov 1/3.

Dan inget, jika kamu milih pov 1. Jangan bocor (kecuali tokoh kamu cenayang).

Pov 1 terbatas pd apa yg dipikirnya, dirasanya, dilihatnya, diolah jd pendapatnya thd sesuatu. :)

Kan aneh yak klo pov 1 gini:
Aku tahu, sekarang Bang Abi pasti sedang membuka kulkas di rumahnya, meraih minuman dingin dan menenggaknya seketika.

Pdhl 'aku' gak liat (dan bukan cenayang)
Ini cth 'bocor'.

(-)Terus, ada tips gak pada saat bikin pov 3 limited yang tokohnya banyak, gimana caranya bikin pembaca gak bingung "dia" yang dimaksud ini "dia" yang mana? muahahaa

(+)Gunakan sudut pandang kamera, kak Jo. Dia hanya menyorot 1 objek.

Jo centric: segala perasaan, pendapat ttg tokoh lain, reaksi berdasarkan Jo.

Nu centric: ttg perasaan Nu, reaksi Nu thd kelakuan Jo.

Bedain dg paragraf.

Kalau ada dua tokoh dlm satu paragraf, lbh baik gunakan nama/simbol yg merujuk ke org tsb ketimbang 'dia'

(-)tapi boleh dalam satu part ya

(+)Boleh.
Jo mengernyit heran, ia tak menyangka Nu akan membantainya sedemikian rupa. Disiapkannya mantra, agar gadis bawel itu sakit mata saat membaca naskahnya.

Nah, gadis bawel itu merujuk ke Nu. Bukan Jo, pembaca tak bingung.
Cb bandingkan saat gadis bawel itu diganti dg 'dia'?

Jo mengernyit heran, ia tak menyangka Nu akan membantainya sedemikian rupa. Disiapkannya mantra, agar dia sakit mata saat membaca naskahnya.

Rancu.

(-)Mah Nu, kalo misalnya suatu cerita pake pov 3 tapi fokus ke si tokoh utama. Cuman tokoh utama yang dikasih masalah besar. Tokoh lain juga dikasih masalah sih, cuman nggak sebesar si tokoh utama. Itu gimana? Nggak apa-apa atau lebih baik ganti pov?

(+)Gak papa, kayak Harry Potter tuh. Pov 3, semua masalah menginduk ke dia.
Tips: bikin tokoh laim terlibat dlm masalah si 'utama'.

Menulis itu bisa saja soal bakat, tapi faktor lain yg berpengaruh banget adalah soal jam terbang.
Ini analoginya kayak anak kecil yg kita pelajari soal tumbuh kembangnya.

Kalau kamu nggak membaca, kamu mungkin tumbuh. Tumbuh itu ke atas, ke samping. Tapi kamu tidak berkembang.
Diksimu segitu, teknikmu segitu, hanya ceritamu yg tambah panjang. Sisanya sama.

Penulis yg bagus itu jgn membandingkan karya kamu dg jk. Rowling.

Tapi, bandingkan sm tulisan kamu sebelumnya, ada kemajuan tidak? Kalau tidak ada, saatnya kamu banyak membaca :)

=====****=====

===***===

Terima kasih Kak Tiara, Kak Nu, untuk ilmunya, kesempatan,  dan waktunya.  ;)

Semoga berkah. Jazakallahu khoir. 

===***===

Mohon maaf apabila ada kesalahan kata atau tulisan.

Kamu menerima kritik,  saran dan pertanyaan.  :)

Terima kasih. 
By admin Irma. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro