7. Sean: Saling Memakan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ada satu lagi, baru ditemukan, di ujung pantai, kalian mau lihat?" Lintang memberi info seolah menemukan satu-dua mayat adalah hal yang lagi-lagi sangat lumrah terjadi. "Oh ternyata dua." Ia melanjutkan sambil membaca pesan singkat di holophone-nya.

"Sedang diidentifikasi?" Priaji bertanya sambil menghabiskan jajanan serta minuman pesananannya.

"Sedang, ayo ikut saja, lumayan, tontonan." Sqngat tidak bermoral tapi Priaji mengangguk sambil menyeretku mengikuti Langit menuju ujung Pantai Sengkawa.

Tidak ada apa-apa di ujung Pantai Sengkawa selain tiga deret pemecahan ombak dan segerombol manusia yang berdiri dekat garis polisi. "Mundur-mundur." Polisi-polisi agaknya mulai risih dengan kelakuan warga sekitar.

Aku dan Priaji berdiri agak jauh sambil mengamati sementara Langit mengobrol dengan para polisi. Tukang sampah itu sepertinya sudah sering berurusan dengan polisi. "Tanda pengenalnya dari New Batavia, sepertinya yang satu mencoba memakan yang satunya, lalu hanyut ke saluran air rumit yang kamu ceritakan, lalu terbawa arus sampai sungai sengkawa, dan berakhir di sini." Priaji bicara seolah ia sangat paham dengan situasinya.

"Tahu dari mana?" tanyaku sangsi.

"Insting, aku ini penulis novel misteri, mega best seller." Priaji membanggakan dirinya sendiri. "Hal yang sangat wajar, kita semua saling memakan, saling menjatuhkan, padahal tidak perlu manjatuhkan pun kita semua akan tetap jatuh, mati maksudku, dikubur, jadi pupuk, diserap oleh tanaman, menjadi bunga, yang sarinya dikumpulkan oleh lebah menjadi madu, dipanen manusia, dijadikan campuran teh atau minuman lain, kita memakan satu sama lain."

"Kadang omonganmu ada benarnya, tapi aku akan tetap menganggapmu aneh."

_____

We're all eating each other, by Juliet Ivy

Pandu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro