6; 2013 | Sedikit Tentang Hamdan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

6; 2013 | Sedikit Tentang Hamdan
.
.
.
"Baru pacar, kan? Bukan masa depan kamu. Masa depan kamu itu yang ada di depan kamu sekarang."— Hamdan.
.
.
.

"Ada yang lain ... di senyummu ... yang membuat lidahku...."

Ratnasih meresapi bait demi bait yang dilantunkan laki-laki di hadapannya.

Laki-laki yang memperkenalkan dirinya sebagai Hamdan beberapa waktu lalu. Gadis itu tidak menyangka akan bertemu seorang vokalis band yang sering manggung di kafe seperti ini. Kafe yang sering disambanginya dengan sang kekasih setiap pergi ke Braga.

Ini pun kali pertama ia melihat Hamdan manggung. Sebelumnya ia belum pernah menyaksikan live music di sini karena setiap musik akan segera dimulai Aldi, kekasihnya, selalu mengajak ia untuk pulang. Alasannya; sudah larut takut di jalan ada begal, maklum daerah menuju rumahnya kampung yang sepi kalau sudah menjelang tengah malam.

"Gugup tak bergerak ... ada pelangi ... di bola matamu...."

Sekarang, Ratnasih tidak lagi memikirkan kekasihnya itu. Ia terlalu larut dengan suara merdu Hamdan, laki-laki yang selisih empat tahun dari Ratnasih.

Tadi sore, Hamdan mengajaknya ke sebuah mal di Pasar Baru yang tak jauh dari Alun-Alun, cukup berjalan beberapa menit saja sembari berbincang membuat perjalanan mereka tidak terasa.

Pakaian basahnya sudah berganti dengan yang baru. Gaun koktail sebatas lutut melekat elok di tubuhnya. Sepatu kets-nya sudah berganti dengan sepatu hitam mengkilap tanpa hak dengan hiasan bunga.

Setelah memilih pakaian dan sepatu untuk Ratnasih, Hamdan mengajaknya pergi ke sebuah salon yang ada di sana. Membetulkan tatanan rambut juga merias ulang wajah gadis itu.

Hamdan tampak puas telah mengubah penampilan Ratnasih, kemudian ia mengajak gadis itu ke kafe ini dan mengenalkannya kepada beberapa teman.

"Woy!"

Ratnasih terperanjat mendengar seseorang menggebrak meja tempatnya menikmati penampilan Hamdan. Ia mendelik mendapati teman barunya, Risma, yang melakukan itu.

"Naon, sih?" Setelahnya Ratnasih memutar bola mata dan kembali memperhatikan penampilan idola barunya, Hamdan.

"Tong serius teuing nontonnya. Hati-hati, nanti tersepona sama suaranya Hamdan," ujar Risma seraya menyedot minuman, entah milik siapa, yang berada di meja.

Sepertinya, kalimat barusan cukup menarik perhatian Ratnasih. Buktinya, ia menoleh pada Risma dan mengangkat alis. Mungkin, membahas Hamdan dengan gadis itu tidak terlalu buruk, pikir Ratnasih.

"Eh, Ris. Kamu udah lama kenal Hamdan, ya?"

Risma menatap Ratnasih dengan sebelah alisnya yang terangkat. "Um, iya ... lumayan, lah. Sekitar dua tahunan."

"Kumaha, kumaha?" dengan hebohnya Ratnasih bertanya seraya menepuk-nepuk punggung tangan Risma di meja.

"Kumaha apa?" Risma menarik lengannya agar berhenti dipukuli.

Ratnasih memutar bola matanya. "Hamdan orangnya kumaha?"

Risma mengangguk-nggangguk. "Yeuuu. Ya, gitu deh."

"Ihh, gitu kumaha?" Ratnasih gemas sendiri.

"Ya, dia baik. Cuma gitu, nggak tahu deh. Aing nggak terlalu deket sama dia, sih cuma deket sama sahabatnya, si Malik." Risma menggedikkan bahu seraya memutar-mutar jari telunjuknya di mulut gelas.

"Ya, iyalah. Kalian, kan pacaran!" kesal Ratnasih seraya menepuk keras pundak Risma di hadapannya.

Risma terbahak. "Hahaha. Selo atuh, Neng."

"Hamdan udah punya pacar?" tanya Ratnasih lebih antusias.

"Aku yakin, cewek segeulis kamu nggak mungkin jomlo." Risma mengayun-ngayunkan kepalanya mendengar irama musik yang masih berlangsung.

"Ish, kita lagi bahas Hamdan." Lagi-lagi tangan Ratnasih memukul bahu Risma yang membuat gadis itu melotot.

"Iya, maksud aku. Udah kamu sama pacar kamu aja, iman kamu jangan sampai goyah cuma gara-gara Hamdan. Terus malah selingkuh."

"Biarinlah, Hamdannya juga nggak masalah aku punya pacar." Acuh tak acuh Ratnasih menaikkan bahunya.

"Ih, karma berlaku siah."

"Hahaha. Hari gini, masih aja percaya karma. Jadi, gimana Hamdan?"

"Aing cuma ingetin, ya. Jangan sampe kamu jatuh cinta sama lalaki itu, karena sekalinya kamu cinta, kamu nggak bakal terlepas dari pesonanya. Dia mah pandai ngegombal."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Risma kembali fokus pada minumannya dan mengalihkan pandangan ke arah panggung.

"Nanya apa jawabannya apa. Huh."

***

"Masih penasaran aku gimana?"

Ratnasih tersentak mendengar suara di belakangnya. Malu-malu ia menoleh ke sumber suara.

"Eh ... Hamdan." Suara Ratnasih tertelan musik yang mengalun semakin keras. Ia menunduk, menyembunyikan wawajahnya yang yang ditatap intens oleh Hamdan.

"Masih penasaran juga nggak pa-pa atuh." Senyum Hamdan menyambut mata Ratnasih yang berbinar menatapnya. Ia melihat pipi gadis itu bersemu merah.

"Um ... nggak kok. Eh, dikit deh." Ratnasih menampilkan senyum lebarnya di hadapan Hamdan yang sekarang duduk di tempat Risma sebelumnya.

"Jadi, apa yang membuat kamu penasaran?"

Ratnasih tetap memperhatikan senyumnya. "Semuanya."

"Baiklah. Tanyakan saja apa yang membuatmu penasaran, Cantik."

Mendengar dipanggil seperti itu, Ratnasih semakin tidak kuat menahan pipinya yang mempertahankan semu merah di sana.

Sejenak ia mengalihkan pandangan, setelahnya mempertanyakan banyak hal pada laki-laki di hadapannya.

Mulai dari pendidikannya, apa yang disukai dan tidak, siapa pacarnya sampai di mana laki-laki itu tinggal juga pertanyaan-pertanyaan kecil lainnya.

Hamdan sesekali terkekeh mendapat pertanyaan yang menurutnya lucu.

Satu persatu ia jawab pertanyaan dari gadis yang baru dikenalnya itu beberapa waktu lalu.

Mulai dari dirinya suka musik, dan tidak menyukai siapapun yang melarangnya bermusik. Pendidikannya yang sudah memasuki tingkat akhir di bangku kuliah. Dan ia pun mengatakan belum memiliki pacar.

Selain beberapa pertanyaan itu, obrolan mereka pun semakin mengalir. Tidak ada lagi canggung seperti pertemuan pertama.

Sesekali Ratnasih tersipu dengan gombalan-gombalan yang dilontarkan oleh Hamdan.

Tak terasa malam mulai larut, hentakan musik semakin mengalun keras di seluruh penjuru kafe yang mulai beralih fungsi menjadi sebuah klub malam.

Hamdan megajak Ratnasih untuk turun ke lantai dansa, ia menolaknya dengan halus.

"Jadi, gamau dansa, nih?" Hamdan mengangkat sebelah alisnya sedangkan tangan kirinya masih menggenggam tangan Ratnasih.

"Eung ... enggak, ah. Eh, ini udah malam. Aku harus pulang."

Hamdan memutar bola matanya. "Ayolah, ini baru pukul sebelas malam. Kita dansa dulu. Ayo!"

"Tapi, rumah aku jauh dari sini. Aku takut pulang terlalu malam. Biasanya aku selalu pulang sama—"

"Oke, aku antar kamu pulang, ya. Tapi, nggak usah lagi bahas-bahas soal laki-laki itu, oke?"

"Loh, kenapa? Dia kan paca—"

"Baru pacar, kan? Bukan masa depan kamu. Masa depan kamu itu yang ada di depan kamu sekarang."

Mendengar kalimat itu dijatuhkan, irama degup jantung Ratnasih semakin tak terkendali. Ia semakin gelisah dengan perasaanya, takut-takut jatuh hati pada Hamdan.

Tanpa ia ketahui, Hamdan tengah senyum penuh kemenangan karena telah berhasil meluluhkan hati Ratnasih.

[].

Ada yang nunggu nggak?😂

Eh, satu lagi.
SAHUUUUUR SAHUUUUUR ~ 📢 😂

Hope you like it💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro