Bagian 16: Kepingan yang Hilang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Haii Haiii~ Gimana kabar hari ini???

Anyway, mau bilang makasih buat Harmony yang udah sempetin ramein kolom komentar xixixi dari kemaren Natha mau bales, tapi tiap mau di-post malah error. meh, sebel :/

Dan iniiii diaaa, Natha bawa intro menuju yang manis2, jadiiii enjoy reading~ 😊🌻

━•❃°•°❀°•°❃•━┓

Kukira kamu hanya salah satu dari mereka yang biasa mengisi.

Namun, nyatanya tidak. Kamu ... lebih dari itu.

Hingga rasanya, tanpamu ... aku hilang. 

┗━•❃°•°❀°•°❃•━┛

Bagian 16: Kepingan yang Hilang

"Halo, halo, akang teteh sadayana. Balik lagi dengan gue, nih. Abiyyu nu kasep tea di 95.8 FM. Radio Hitz buat anak-anak milenial. Hahayy. Seperti biasa, nih, setiap senin jam dua siang kita bakal masuk ke segmen ketuk(er). Kali ini gue ditemenin sama yang geulis-geulis, euy." Abiyyu terdengar luwes. Berbicara di depan pengeras suara dalam studio bukan hal tabu baginya.

"Nah, ayo, Sayang---eh, maksudnya teteh geulis. Kenalin dulu dong namanya." Pria itu terkekeh karena ucapannya sendiri.

"Halo, aku Beta. Maharani Betari." Ada bunyi nyaring saat Binar memperkenalkan diri. Sengaja dilakukan untuk menyamarkan nama si bintang tamu.

"Ha! Pasti Hitzer pada penasaran, kan, nama teteh geulisnya siapa?! Kasian, deh, lo. Cuma Abiyyu nu kasep yang tau!" sahut Abiyyu. Nadanya terdengar jenaka. "Bocoran, nih, buat kalian Hitzer. Nama tetehnya sama geulis-nya nih kaya mukanya. Duh, nggak kuat aa."

Beta terkekeh. Heran dengan tingkah laku seniornya yang sebegini hyper. Abiyyu hanya membalas dengan menaik-turunkan kedua alisnya. Harus terlihat professional meski nyatanya siaran radio hanya didengar bukan dilihat.

"Yuk, kita mulai! Nah, Teteh geulis ... kisah ketuk(er) apa, nih, yang mau di share ke Hitzer?"

"Umm ... mungkin nggak cuma aku, ya, kak, yang ngerasain ini."

"Duh, dipanggil kakak dong, bergetar, nih, hati aa." Abiyyu berujar heboh. "Ehe. Maaf, ya. Silakan dilanjut, Teteh geulis."

Betari mengangguk seraya mendekatkan kembali bibirnya pada pengeras suara. "Jadi, aku ini anak kedua dari tiga bersaudara. Kakakku cewek, adikku cowok. Aku cuma beda setahun sama kakak. Jadi, kita sering di sangka kembar. Tapi seringnya aku, sih, yang dikira kakaknya." Binar terkekeh.

"Kalo kata orang-orang, punya kakak cewek, tuh, enak. Di pandangan mereka, punya kakak cewek itu sama dengan bisa curhat, sharing apa pun, termasuk daleman? Yang pasti mereka selalu bilang, punya kakak cewek tuh enak karena mereka akan selalu ngalah dan merhatiin adiknya." Jeda. Beta mengambil napas sejenak. "Guys, nggak salah, kok. Tapi, nggak bener juga. Karena yang aku rasain justru jauh dari itu. Semua serba ketuker. Aku yang anak ke dua, tapi peranku di keluarga berasa kaya jadi anak pertama. Ada yang sama kaya aku?"

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

Sanuar menekan tombol play untuk yang kesekian kalinya. Kembali mendengarkan suara Betari Maharani, si Cadel-nya yang dua minggu belakangan tidak ada kabar.

"Lo kenapa, sih?" Abiyyu mendengkus jengah. Kelakuan sahabatnya ini terbilang absurd sejak satu jam belakangan. Terus memutar rekaman suara yang sama berkali-kali.

Sanuar tidak membalas. Lelaki itu merebahkan kepala pada meja kaca yang ada di ruang kontrol radio. Sibuk mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan jari telunjuk

"Kalo lo nggak mau cerita apa-apa, kalo lo cuma mau cosplay jadi sadboy, mending pulang deh. Empet banget gue liat lu begini mulu!"

Sanuar berdecak kala omelan Abiyyu terdengar sedikit berapi-api. "Ya udah, gue balik aja. Tapi gue bagi file ini, biar bisa gue dengerin lagi di jalan."

"File rekaman on air Betari, maksud lo?" Kedua alis Abiyyu terangkat, lalu saling bertau kala melihat Sanuar mengangguk. "Lo masih belum baikan sama Betari?"

Sanuar menggeleng sambil menghela napas kasar. Membawa jemari tangan kanannya untuk memijat pangkal hidung. Dua minggu tidak bersama Cadel-nya, lelaki itu seperti kehilangan satu kepingan penting di hidupnya.

Abiyyu mendengkus seraya menggeleng. "Lo juga sih, kenapa pake bohong ke Betari, sih? Tinggal bilang kalo lo lagi nganter Aileen ke kosannya."

Benar. Berhari-hari, berjam-jam, bahkan hingga setiap detik, Sanuar Alphandi tidak berhenti untuk memikirkan alasan dirinya berbohong pada Betari. Yang ia ingat, saat itu, ketika mengirim pesan pada Betari, ia merasa takut. Takut si Cadel ngambek, begitu pikirnya.

"Gue juga nggak tau ...."

Abiyyu kembali mendengkus, tetapi kali ini diiringi dengan kekehan sarkas. "Mau sampe kapan, San? Mau sampe kapan lo kucing-kucingan sama perasaan lo? Jangan berdalih dan ngumpet di belakang status senior-junior atau kepercayaan lo soal tolong menolong. Bullshit, anjir. Lo jelas suka sama Betari."

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

Betari sibuk menandai buku dengan highlighter merah muda. Bola matanya bergerak statis membaca setiap kata di sana. Berhenti sejenak untuk sekadar mencari makna kata tersebut dalam Bahasa Indonesia.

"Beta ...," Rianti berbisik. Matanya sesekali mendelik, meneliti keadaan perpustakaan yang tampak sepi.

"Hm? Kenapa, Bunda?" Betari menyahut tanpa mengalihkan atensi.

"Ish, lo masih mau di perpus? Gue sama Ita mau ke pujasera nih. Kalo pas jam makan siang banget keburu rame nanti."

"Umm ... Bunda sama Ita duluan aja, aku masih mau di sini sebentar lagi," sahut Beta masih dengan atensi yang ia taruh sepenuhnya pada buku.

"Nanti Beta nyusul ya, jangan sampe skip makan siang. Kita masih punya kelas sampe sore." Anita ini memang selalu lembut. Perempuan asal Cianjur ini selalu berpakaian sopan, menutup aurat, dan bertutur kata lembut meski terkadang nada bicaranya sedikit ketus.

Beta mengangguk. Pangkal hidungnya mengkerut kala ia terkekeh pelan. "Iya, aku boleh minta tolong pesenin kwetiaw goreng sama es jeruk? Aku nyusul lima belas menit lagi."

Terhitung dua minggu Betari mengabaikan pesan dan juga panggilan telepon dari Kak Alpha-nya. Kalau boleh jujur, dua minggu ini Betari merasa hampa. Seperti ada sesuatu yang hilang. Sanuar sempat datang ke rumah Betari, tetapi perempuan itu mengabaikan. Menjadikan lelah sebagai alasan hingga membuat Sanuar tidak mempunyai pilihan selain pulang.

"Loh? Beta? Sendirian?" Jamal dengan kaca mata bertengger apik di pangkal hidung, menyapa dengan senyuman yang menampilkan lesung pipi khasnya.

"Oh, iya, Kak," sahut Beta seadanya.

"Bentar lagi perpus tutup, loh. Mau lanjut baca di ruang hima aja?" Jamal menumpukan kedua lengan di atas pembatas kubikel.

Ruang himpunan tepat berada di seberang perpustakaan. Betari mengangguk, ia pikir tidak ada salahnya membaca di sana selama lima belas menit ke depan. Ruang himpunan tidak terlalu ramai seperti biasanya. Hanya ada tiga orang---dua perempuan dan satu lelaki---yang Betari yakin adalah kakak tingkatnya.

"Duduk sini, Beta. Mau minum? Nanti biar kakak ambil dari bawah."

"Eh? Umm, nggak us---"

"Gue mau, Mal!" Ini salah satu kakak tingkat lelaki yang ada di ruang hima. Menyahut meski tidak ditawari.

Jamal melirik sinis, mendesah jengah seraya memutarkan bola matanya. "Iya, ntar gue ambilin air keran!"

Sepeninggal Jamal, Betari hanya menatap teman kakak tingkatnya itu dengan senyuman canggung.

"Eh, lo yang waktu itu main kemari buat ambil baju seragam, kan, ya?" tanyanya dengan nada yang sok asik.

"Umm ... i-iya, kak."

"Jaemin, panggil aja Jaemin."

Betari mengerjap cepat. Telinganya agak canggung mendengar nama itu. Karena yang Betari tahu nama itu milik nama idolanya.

"Bohong, namanya Jaenudin!" Jamal datang dengan dua botol minuman dingin. Lelaki ini mengulurkan satu kemasan minuman campuran campuran teh dan susu pada Betari. "Namanya Jaenudin Al-amin."

"Yeee ... iri aja lu mah! Itu kan Jaemin singkatan dari Jaenudin Al-amin," Jaemin mengambil paksa minuman di tangan Jamal yang baru saja dibuka.

Jamal memelototi Jaemin. Mulutnya tidak berhenti melayangkan sumpah serapah tanpa suara. Berakhir dengan helaan napas kasar dan kembali menaruh penuh atensi pada Betari. Diam-dia Jamal menahan rasa gemas dan ingin mencubit pipi Betari yang tampak menggembung karena menahan air minum di dalam mulut.

"Kok belum pulang? Ujiannya udah beres, kan, Beta?" tanya Jamal basa-basi.

"Udah, Kak. Tapi aku masih ada kelas matrikulasi nanti sama Pak Abdul."

"Wah, seru dong?!"

Betari mendengkus. Kedua sudut bibirnya melengkung ke bawah seraya menggeleng perlahan. "Takut aku yang ada. Pak Abdul tegas banget, apa lagi kalo soal pronunciation. Lidahku yang belibet begini mah jadi sasaran empuk."

"Ya, latihan dong, Beta cantik ...." Suara Jamal mendayu. Menggoda Betari yang sejak tadi menekuk raut wajah.

Hal itu kontan membuat kedua pipi Betari merona. Kepala gadis itu tertunduk, menyembunyikan kadua pipinya yang terasa panas. Sanuar juga sering menggodanya seperti ini. Namun, rasanya berbeda.

"A-aku latihan, kok! Kadang latihan sama temen, tapi seringnya latihan di depan kaca, sih. T-tapi kan jadinya nggak dapet feedback. Aku nggak tau pengucapannya bener apa nggak."

Jamal mengangguk sambil tersenyum. "Sama kakak sini latihannya. Kakak dapet nilai A di kelas Pronunciation 1 sampe 2."

"B-boleh begitu emang?" Betari mengerjap cepat.

"Boleh, lah! Kan kakak yang tawarin."

Betari bergumam 'yes' sambil mengepalkan kedua telapak tangan. Gadis itu menampilkan senyum teduh yang ditujukan pada si kakak tingkat. Dalam hati mengucap syukur sebanyak-banyaknya karena akhirnya, setelah tujuh tahun berlalu Betari kembali menemukan sosok lelaki yang mungkin tidak brengsek selain Kak Alpha dan ayahnya.

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

Jaemin---Jaenudin Al-amin—masih betah memainkan game diponselnya. Menggerutu ribut dengan kedua ibu jari yang menekan layar ponsel dengan kuat. Matanya melirik sekilas, mendapati Jamal yang baru saja kembali setelah mengantar si adik kelas---Betari---keluar gedung fakultas.

"Cewek yang tadi ... lagi lu pepet, Mal?" Jaemin tampak acuh-tak acuh. Lelaki itu masih asyik memainkan ponsel.

Jamal bergumam. "Cakep, kan?" katanya dengan sudut bibir kanan yang sedikit naik.

Jaemin menghela napas lelah. Ia mematikan layar ponselnya. Menatap Jamal dengan jengah. "Itu cewek keliatan banget masih polos. Cewek baik-baik, Mal. Jangan lo rusak. Yang kayak begitu pasti banyak yang jagain."

"Justru itu yang bikin gue makin penasaran."

Jaemin berdecak. "Gue ngomong gitu bukan mau bikin lo makin penasaran. Udah, Mal. Lo udah harus berhenti. Jangan sampe status lo sebagai mahasiswa teladan, plus ketua himpunan  tercoreng cuma gara-gara hasrat penasaran lo!"

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

TBC

a/n

Kenalan dulu yuk sama Ka Jaenudin Al-amin 😁

Ramaikan kolom komentar yaaaaaa~ kira-kira Kak Jamal tuh gimana sih menurut kalian, Harmony?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro